webnovel

GADIS YANG DIBAWA TUAN MUDA

Beberapa detik setelah bibir Xander menempel pada bibirnya sendiri, Calista terpaku pada keadaan. Tubuhnya meremang saat rasa asing yang dulu pernah di rasakannya kini kembali hadir di antara mereka berdua. Kedua kelopak matanya mengerjap dan sibuk meresapi adegan cukup intim yang di lakukan Xander tanpa memikirkan keadaan sekitar. Bahkan, Emil memutuskan untuk membalikan tubuhnya sendiri saat adegan itu Tuannya paparkan tiba-tiba.

"KAU!" geram Calista dengan bola mata melotot. Bukannya menakutkan, wajah Tita menggemaskan di mata Xander.

"Huh, kau membuatnya marah, Xan. Walau begitu aku cukup senang kau berani merasakan bibir manis Tita," timpal Jonathan dengan kekehan keci. Xander ikut terkekeh walau masih menampakan wajah datarnya, ekspresi wajah Tita sangat sayang bila diirnya lewatkan begitu saja.

"Relax, Tita. Kau bisa mendudukan tubuhmu pada kursi di depanku," titah Xander. Laki-laki itu menujuk kursi dengan dagunya sendiri.

"Tidak, aku tidak mau! Pulangkan aku ke Indonesia, aku tidak ingin ikut serta denganmu!" Pekikan kencang Tita membuat pramugari dan pengawal Xander menunduk dalam, bahkan mereka sangat menakuti Xander dan menolak berdialog dengan laki-laki berkuasa itu. Sedangkan Tita, mengapa gadis itu berani sekali sampai meneriaki Xander secara langsung seperti demikian?

Namun kenyataan menampar mereka, derajat mereka dengan Tita di mata Xander jelas berbeda. Xander mengedepankan Tita, selalu seperti itu. Siapapun wanita yang melihat posisi Tita pasti sangat iri, tidak ada pengecualian di sini.

"Enggan mendudukan diri, huh?" pertanyaan dengan nada tenang itu kembali mengudara. Tita yang mendengar penuturan Xander kembali menggeram, kenapa laki-laki itu selalu tenang dalam situasi apapun?

"Hnggh ...." Kedua kelopak mata Tita membola saat Xander mengangkat tubuh gadis itu dengan mudahnya. Tita berada dalam pangkuan Xander saat ini. Tubuh kekar milik Xander benar-benar menenggelamkan keberadaan tubuh Tita bila di lihat dari arah belakang.

Xander menatap Tita lama, ada rasa bersalah menggerogotinya kala mendapati raut wajah pasrah yang gadis itu paparkan. Ia menekan punggung Tita agar gadis bertubuh mungil itu menyandarkan tubuhnya penuh pada dirinya.

Tita menurut, ia merasa kalah bila beradu tenaga dengan Xander, aura miliknya yang menguar dan berhasil dirinya rasakan terpaksa membuat Tita bungkam. Nyaman, hanya itu yang bisa Calista paparkan. Ia tak munafik untuk merasakan bagaimana rasa nyaman dada bidang milik Xander yang kini menjadi sandaran tubuhnya. Walau begitu, rasa marah pasti ada. Calista marah karena dirinya tak pernah menang beradu dalam hal apapun dengan Xander.

Mata indah itu terpejam dengan dengkuran halus yang membuat senyuman Xander tampak. Beberapa pramugari yang berada tak jauh dari tempat Xander membeku, ia tiga kali lipat lebih tampan bila tersenyum demikian. Tita, gadis itu yang menjadi alasan Xander menampakan ekspresi wajah selain ekspresi datarnya.

Tangan kekar milik Xander membelai lembut rambut tergerai Tita, sesekali melirik pada wajah pulas gadis itu yang sepertinya tertidur sangat cepat dalam dekapannya.

Di dalam sana, Jonathan bersorak kesenangan karena Tita secara tidak langsung berada di dekatnya dengan jarak 0 KM. Xander sendiri tahu, kelemahan Tita sejak dulu adalah tidur dengan cara dipangku.

***

Puluhan alat olahraga dengan bahan utama besi berderet rapi di dalam ruangan full kaca cukup luas. Sesekali teriakan dari manusia yang singgah terdengar saat mencoba mengangkat barber yang lebih berat dibandingkan barbel sebelumnya.

Berbeda dengan wanita dengan pakaian olahraga serba hitam yang berada di sisi kiri ruangan, hanya di pisahkan oleh kaca tebal oleh ruangan dengan berbagai alat olah raga.

DOR!

Tembakan di dalam ruangan itu kembali terdengar di susul oleh tepukan tangan riuh oleh segerombol laki-laki matang tak jauh dari arena pelatihan. Sang pelaku menembak yang berhasil menembuskan pelurunya pada target langsung mengangkat dagunya angkuh.

Delisa, panggil wanita itu sedemikian. Rambut sebahunya di gelung menampakan leher jenjang yang kini telah basah oleh keringatnya sendiri.

Puas memandang target tembaknya dengan senyuman miring, wanita itu menurunkan pistol yang sedari tadi berada dalam genggaman tangannya. Ia meletakannya pada meja tak jauh dari tempat pijakannya sebelum berjalan menuju segerombolan laki-laki tadi.

"Kemampuanmu semakin kuakui, Del," puji laki-laki dengan tato pada lengan kirinya. Delisa hanya tersenyum tipis, kemudian duduk di bangku kosong dekat mereka dengan mata menatap penembak selanjutnya yang memulai uji coba. Del, begitu paggilannya di ruangan ini.

Perbincangan terus berlanjut antar Delisa dan teman-teman laki-lakinya. Namun tak lama, dering pada ponselnya membuat Delisa menoleh.

Wanita dengan kharisma yang mampu memikat siapa pun langsung meraih benda pipih di dalam tas hitam kecil yang dirinya bawa. Ibu jarinya langsung menggeser icon berwarna biru untuk menghubungkan panggilan.

"Ya." Ucapan singkat itu Delisa layangkan untuk memulai panggilan dengan sang penelepon.

"Nona, tuan Xander sudah mendarat di New York," ucap sang penelepon.

"Terus pantau Xander." Delisa mengangkat alisnya sebentar, bukannya Xander akan pulang dua hari lagi? Namun pertanyaan di dalam kepalanya terpaksa dienyahkan untuk sementara waktu.

"Tetapi hal aneh tampak, nona," ujar penelepon kembali, hal itu membuat gerakan tangan Delisa yang hendak mematikan panggilan langsung ia urungkan.

"Tuan Xander membawa seorang gadis muda ke Mansion utamanya."

***

Suara berisik di sekitarnya membuat Calista perlahan membuka kedua kelopak mata. Ia mengedar, mencari Xander saat pencahayaan mulai masuk ke dalam retina mata miliknya. Namun bukan Xander yang Calista dapatkan, melainkan dua maid yang sedang menata sesuatu di dalam walk in closet tak jauh dari ranjang.

"Sttt ... jangan berbicara terlalu kencang, kita akan mendapat hukuman dari tuan bila membangunkan nona," bisik satu diantara kecuannya.

"Tidak begitu, Jane. Aku hanya kaget dengan harga satu baju yang sekarang kita tata. Bahkan bila kita hitung semuanya, gaji kita tiada artinya," keluh satunya lagi dengan suara mendramatis.

Calista memilih berjalan mendekat ke arah mereka dengan kedua alis yang terangkat bingung. Bukan, bukan karena tak mengetahui tempat singgahnya sekarang. Tetapi karena merasa familiar dengan suara dua maid yang berada di walk in closet.

"Apa kalian maid di sini?" tanya Calista. Tangan kanannya bertumpu pada pintu.

"ASTAGA!" pekik mereka lumayan kencang, hal itu membuat Calita meringis lantaran telinganya berdenging mendengarnya.

"Nyonya, maafkan kami sudah mengganggu waktu istirahat anda hingga nyonya terbangun," ucap wanita bernama Jane itu. Mereka menunduk dan menolak bersitatap dengan Calista secara langsung. Rasa takut mendominasi, mengingat mereka dimintai Xander secara langsung untuk menata pakaian milik nyonya tanpa mengganggu waktu istirahat gadisnya.

"Itu bukan hal besar, kalian bisa memanggilku Calista," ujar Calista saat antar mereka bertiga hanya terdapat keheningan.

Mendengar penuturan baik hati sang nyonya, dua maid itu langsung mengangkat kepalanya. Hal itu hanya bertahan beberapa detik. Sebab mereka kembali menundukan wajahnya kala menyadari Xander berada tepat di belakang tubuh Calista.

"Sekarang apa lagi? Mengapa kalian menunduk?" tanya Calista kebingungan. Dahi gadis itu berkerut kebingungan, tangannya menggaruk pipinya sendiri yang tiba-tiba terasa sedikit gatal.

"Tuan, maafkan kami karena sudah membuat nyonya terbangun," ujar mereka masih dengan posisi menundukkan kepala. Calista kian dirundung rasa bingung dengan situasi sekarang, namun tubuhnya langsung meremang saat menyadari kehadiran penguasa Mansion yang berdiri tepat dibelakang tubuhnya lewat cermin yang berada di dalam walk in closet.

"Keluar," perintahnya mutlak. Dua maid berseragam sama itu langsung undur diri setelah Calista memberikan jalan, tak lupa menutup pintu kamar dan menyisakan sepasang manusia di dalamnya.

"Tidakkah bisa kau bersikap baik dengan mereka?" tanya Calista setelah membalikan badan menatap Xander. Ia meneguk ludah susah payah saat mendapati Xander hanya memakai kemeja putih yang mencetak jelas tubuh alsetisnya. Kedua pipi gadis itu langsung bersemu kala mengingat dirinya tertidur pulas di dalam dekapan Xander saat mereka masih ada di dalam pesawat.

"Aku bersikap seperti biasa," jawab Xander singkat.

Laki-laki itu melangkahkan kakinya menuju walk in closet, terpaksa membuat Tita mundur dan membuat keduanya berada di deretan lemari baju yang belum sepenuhnya tertata rapi.

Calista menatap sekitar dengan pandangan was-was, mengapa tubuhnya seolah patuh dan membenarkan apa yang Xander lakukan?

Senyuman miring yang ditunjukan Xander membuat gadis itu menyirit bingung, kedua bola matanya membola saat Xander berjalan mendekat pada lemari dan membuka kemejanya sendiri, ia menggantinya dengan kaus polos berwarna hitam yang ada di dalam lemari.

Sungguh, pemandangan tubuh belakang Xander membuat Calista meneguk ludahnya susah payah, hal itu tampak sebelum Xander membalikan tubuhnya dengan keadaan bertelanjang dada.

"KYA! XANDER SIALAN!" Pekikan itu mengudara dan hanya ditanggapi Xander dengan senyuman miring pada wajahnya tampannya.