webnovel

Masakan Buatan Andine

Andine mengerjap, kedua matanya langsung terbuka lebar saat ia melihat sosok lelaki tengah berbaring di depannya. Ya, Andra ikut terlelap bersama Andine, pemuda itu berada di atas sofa panjang yang berada di seberang.

Keduanya memang terbentang jarak, tapi peristiwa ini berhasil membuat Andine terkejut tak percaya. Bahkan untuk memastikan, Andine mengambil duduk dan tak henti mengamati wajah sang suami.

"Andra udah pulang? Tapi kenapa dia nggak bangunin aku dan malah ikut tidur di sini?" Andine bergumam lirih, keningnya mengernyit bingung saat menyaksikan sosok itu tampak damai dalam tidur panjangnya.

Andine sempat mengira, bahwa mungkin Andra melakukan ini semua karena ia tidak tega untuk membangunkannya. Andra yang merasa iba pada Andine akhirnya memilih ikut tidur bersamanya di sana.

Senyum tersungging di bibir tipis Andine, tapi ia segera menepis pikiran itu dengan logika yang ada. Gadis itu bergegas menggeleng cepat.

"Nggak mungkin. Andra pasti punya alasan lain kenapa dia tidur di sini, bisa aja dia emang nggak sengaja ketiduran." Andine mengambil kesimpulan sendiri, ia tak ingin memupuk harapan terlalu tinggi.

Heningnya malam, jarum jam menunjuk ke angka dua dini hari sekarang. Andine bingung hendak membangunkan Andra dengan cara seperti apa, ia takut sang suami malah marah kepadanya.

Tidak-tidak, seharusnya Andine lah yang marah. Sebab pria itu sudah keterlaluan! Ia tak hanya pulang larut malam, tapi juga tega mengabaikan telepon dan pesan darinya.

"Mas," panggil Andine dengan suara lembut. Namun, panggilan tersebut tak membuat Andra merespon apa pun.

"Mas!" Lagi, bukannya membuka mata Andra hanya menggeser tubuh saja.

"Mas!" Panggilan ketiga, suara Andine lebih keras dari sebelumnya. Kali ini berhasil membuat Andra mengerjapkan mata.

"Andine?" Andra memicing dengan mata yang berat. Pria itu bangkit dan duduk di hadapan sang istri, ia menguap beberapa kali.

"Mas ngapain tidur di sini? Kenapa nggak bangunin aku? Terus kemaren ke mana aja? Kenapa pulang telat? Kenapa telepon aku nggak diangkat? Pesanku kenapa nggak dibales? Mas sesibuk apa sih? Setidaknya kalau mau lembur itu kabarin dulu, Mas tahu nggak aku udah capek-capek masak buat, Mas?" Andine tak henti memburu Andra dengan beragam pertanyaan, gadis itu mengerucutkan bibir dengan perasaan kesal. Sedangkan yang ditanyai, hanya menunduk sambil menahan kantuk.

"Mas!"

"Aku ngantuk, mau tidur." Tanpa menjawab satu pertanyaan pun dari Andine, Andra bergegas bangkit sambil berjalan sedikit sempoyongan menuju tangga. Meninggalkan Andine sendirian di sana.

"Mas! Aku belum selesai ngomong! Aku bahkan belum makan lho dari kemarin sore demi nungguin kamu!" teriak Andine dengan penuh kekecewaan.

Andra yang samar-samar mendengar ucapan istrinya lantas menghentikan langkah, ia membuka mata lebar-lebar dan menoleh sebentar ke arah Andine.

"Siapa yang nyuruh kamu nggak makan? Mau nyiksa diri sendiri? Hah? Makanlah, kalau ntar kamu sakit yang disalahin juga aku. Paham nggak?!" Andra mengomel dengan wajah ditekuk kusut, ia marah terhadap Andine, kenapa harus menunggunya dulu hanya untuk makan.

Nyali Andine menciut mendengar omelan sang suami, gadis itu menundukkan kepala dengan perasaan sedih. Ia menyadari, ternyata tidak semudah itu meluluhkan hati sang suami.

Andra mendesah, ia mengusap wajah. Pria itu akhirnya berbalik, dan kembali menemui Andine.

"Ayo ke dapur, aku temani makan," ajaknya. Bagaimanapun juga, hati nuraninya masih berfungsi dengan baik. Lagipula, Andra tidak mau menimbulkan masalah dalam rumah tangga. Jika Andine sakit, maka yang harus siap direpotkan adalah dirinya, belum lagi omelan ibu dan mertuanya nanti. Bahwa ternyata, ia tak becus sebagai seorang suami yang menjaga istri.

Ekspresi di wajah Andine mendadak berubah ceria, gadis itu tersenyum penuh syukur. Dengan cepat ia mengangguk dan berjalan menuju dapur bersama suaminya.

Akhirnya, kedua sejoli itu menikmati makan malam di jam dua dini hari yang sudah akan menuju pagi.

Denting sendok yang beradu dengan piring memecah hening di dalam rumah megah tersebut, Andine dan Andra tak banyak terlibat obrolan, keduanya hanya sibuk dengan makanan mereka masing-masing.

Sesekali Andine akan melirik ke arah Andra, mengamati dan melihat cara makan pria itu. Juga berusaha menilai eskpresi wajahnya, apakah ia menikmati masakan buatannya atau tidak.

Di tengah-tengah kegiatan makan, saat kedua anak manusia itu sudah akan selesai, Andine tiba-tiba mengajukan pertanyaan.

"Enak, Mas?"

Tanpa menoleh, Andra segera mengangguk antusias. Kentara sekali dari cara makannya yang lahap bahwa pria itu sangat menikmati makanan yang berkali-kali melewati kerongkongannya.

Senyum simpul terbit di bibir Andine, ia merasa bangga sekaligus bahagia. Walau sebenarnya Andra belum tahu pasti bahwa makanan yang ia lahap ternyata buatan istrinya. Sebab saat Andine mengomel tadi, Andra sedang menahan kantuk.

Andine membawa piring-piring kotor ke wastafel, ia juga menyimpan kembali piring-piring yang masih berisi makanan. Sedangkan di sana, Andra duduk sambil mengusap perutnya yang kekenyangan.

"Laper apa doyan, Mas?" tanya Andine setengah menggoda, ia tersenyum kecil di hadapan suaminya.

Andra mencelos, "Kepo!"

Andine tertawa kecil, "Cuma tanya kok, Mas," ujarnya.

Andra tak lagi merespon, pria itu memilih bangkit dari kursi dan melangkah mendahului sang istri. Andine yang melihat Andra berlalu lebih dulu, lantas segera mengikutinya di belakang.

"Masakan Bi Lastri enak juga," gumam Andra, entah efek kelaparan atau memang karena masakannya yang sedap, pria itu sangat menikmati makanan yang tersaji.

Andine menutup mulut, ia hendak tertawa tapi segera ditahannya.

"Yang masak aku, Mas. Bukan Bi Lastri."

Langkah Andra lantas terhenti, pria itu membeku sejenak sambil mencerna kalimat sang istri.

Andra merutuki dirinya sendiri, kenapa tidak tahu siapa yang memasak makanan itu.

"Oh, gitu. Biasa aja ternyata," ucap Andra berbohong, ia sudah terlanjur kalah malu sehingga meralat kalimat yang sebelumnya.

Andine yang kini berada di sebelah Andra hanya bisa tersenyum.

"Yakin, Mas, rasanya biasa aja? Padahal tadi bilangnya masakannya enak?" goda Andine, sambil melirik ke arah sang suami.

"Apaan sih kamu!" Andra bergegas masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan sang istri seorang diri di sana.

Andine tertawa kecil, tak sanggup ia menyaksikan wajah Andra yang malu-malu.

"Aku semakin yakin, suatu saat nanti hati kamu yang membeku pasti bakal cair di tangan aku," lirih Andine dengan penuh keyakinan. Ia pun segera melangkah menuju kamarnya.

Sedangkan di dalam sana, Andra duduk di sisi ranjang dengan tubuh membeku. Entah bagaimana ia harus menjelaskannya, bibirnya tak dapat berbohong bahwa masakan sang istri memang seenak itu. Namun, karena gengsi Andra tak mau mengakui.

"Andine perempuan yang baik, dia bahkan pandai memasak, pandai merawat diri, dan pandai mencari uang sendiri. Harusnya Andine bisa bahagia dengan pria lain, bukannya sengsara bersamaku di pernikahan ini." Andra bergumam dengan perasaan mengganjal di hatinya.

Tentang … Andine.

Bersambung.