webnovel

Bab I. Rebutan Tunangan

"Viperaaa!" lengkingan itu memecah kesunyian pagi, Bi Sumi yang tengah memotong bawang merah di dapur hampir mengiris jarinya sendiri. Wanita setengah baya itu berjalan menuju pintu depan, dengan niat mengomeli siapapun yang mengeluarkan lengkingan memekakkan telinga itu. Dengan tenaga kingkong ia membuka pintu, tapi rencananya untuk mengomel sepanjang jalan kenangan lenyap seketika. Semua omelan bahkan makian yang sudah ia rapal sejak berjalan dari dapur melarikan diri beterbangan bersamaan dengan dentuman daun pintu di dinding.

Seorang pria berwajah tampan berdiri di hadapannya, di samping gadis bertubuh mungil pemilik suara melengking tadi. "Siapa?" ia bertanya lebih kepada si tampan yang mengumbar senyum di pagi hari itu ketimbang pada si mungil.

Gadis bertubuh mungil itu menyingkirkan tubuh besar Bi Sumi dari pintu, membuatnya membentur daun pintu yang lagi-lagi harus berdebam ketika beradu dengan dinding. "Hei tunggu!" teriak Bi Sumi, tangannya menjangkau tubuh mungil yang melesat melewati pintu itu.

"Apa sih Bi?" protesnya.

"Nona Vipe masih tidur, demam sejak semalam. Jangan berani mengganggunya," ujar Bi Sumi galak. Anjani, si gadis bertubuh mungil itu mencebik.

"Demam? Dasar ular!" semburnya, ia melepaskan diri dari cengkeraman kepiting Bi Sumi seperti seekor belut yang super licin. Berlari menaiki tangga sambil meneriakkan nama Vipera berkali-kali. Bi Sumi dengan gesit mengejarnya dan menghadang Anjani ketika mencoba menerobos ke kamar Vipera.

"Tidak boleh masuk!" ujarnya dengan wajah penuh ancaman. Kali ini Anjani tak mampu menyingkirkannya dari pintu.

"Minggir ga sih? Dia sudah merebut tunangan aku!" teriak Anjani.

Tunangan? Mata Bi Sumi bersirobok dengan si tampan yang sedari tadi hanya diam dan melangkah pelan-pelan mengikuti mereka. Sekarang ia berdiri di belakang Anjani dengan mata menatap jauh ke dalam kamar yang sedikit terbuka. Ia bisa melihat tubuh Vipera yang terlelap di tempat tidur. Gadis itu terlihat pucat pasi.

"Kalau begitu, bawa pergi tunangan Nona dari sini. Jangan ganggu Nona Vipe," tegas Bi Sumi. "Kalian selalu datang hanya untuk membuat keributan. Kalau ngga uang pasti laki-laki," omelnya.

"Eh, Tuan Ngga Punya Nama, sebaiknya bawa tunangan Anda yang seperti toa ini keluar dari rumah Nona saya," ujar Bi Sumi keki, bicara pada pemuda di belakang Anjani. Pemuda itu menggeleng dengan mulut komat kamit.

"Saya bukan tunangannya," akhirnya Bi Sumi bisa mendengar suaranya dengan jelas diantara jeritan-jeritan Anjani.

"Terserah, pokoknya bawa dia jauh-jauh. Kalau perlu ke neraka sekalian!" Bi Sumi akhirnya berteriak saking kesalnya dengan tingkah Anjani. Dan malangnya, Vipera terjaga karenanya.

Dengan kepala berdenyut dan tubuh sempoyongan, ia berusaha untuk bangkit dari tempat tidur. Mencari sumber keributan yang membuatnya terbangun. "Ada apa Bi?" tanyanya ketika melihat tubuh tambun Bi Sumi memblokir pintu kamarnya.

 Bi Sumi menoleh dengan susah payah pada Vipera, "ini Non, ada ular keket," jawabnya. Vipera sudah paham siapa yang dipanggil ular keket, satu-satunya yang punya julukan itu dari Bi Sumi hanyalah Anjani. Saudari tirinya.

Vipera mendekat ke pintu dengan susah payah, melihat Anjani yang meloncat-loncat berusaha membuat Bi Sumi roboh atau setidaknya menyingkir dari pintu. "Anjani, tunggu aku di meja makan," ujar Vipera akhirnya.

Anjani menggeram seperti ular kobra lapar, pria di sampingnya menarik gadis itu agar menjauh dari pintu kamar. Ia tidak tega melihat Vipera yang pucat pasi dan sepertinya terluka. Dengan langkah menghentak Anjani mengikuti langkah pria itu turun ke lantai satu dan menunggu dengan bibir meruncing di meja makan.

"Jangan kelamaan Vipe, kau membuang waktuku!" teriaknya ketika lima menit kemudian Vipera masih belum turun.

"Membuang waktu apaan, kau yang datang sendiri," omel Bi Sumi sambil membanting secangkir teh untuk Anjani yang masih mengomel seperti ibu-ibu kehabisan cabai di tukang sayur keliling.

"Hei pembokat kurang ajar!" Anjani melotot pada Bi Sumi yang balas melotot lebih lebar. "Kau bisa diam?"

"Seharusnya Non Anjani yang diam. Selalu datang dengan berisik kaya tukang sayur, toet toet setiap kali datang," balas Bi Sumi kesal. Ia selalu membenci kedatangan Anjani yang hanya membuat keributan di rumah tenang nona kesayangannya.

"Kau!" Anjani bangkit dengan tangan siap menampar. Tapi pria di sampingnya menahan tangan itu.

"Jangan keterlaluan," ucap Lev pelan, matanya menatap Anjani tajam. Gadis itu meringis menahan nyeri di bagian lengannya yang dicengkeram Lev.

"Cih kau selalu saja membela mereka!" decih Anjani kesal setengah mati.

Lev melepaskan cengkeramannya di tangan Anjani ketika Vipera turun dan duduk di hadapan mereka. Wajahnya benar-benar pucat dan beberapa luka kecil ada di pipi, tangan dan kakinya.

"Kau kenapa?" tanya Lev dengan nada sangat cemas dan menerima sodokan ganas dari Anjani karenanya.

"Aku tidak apa-apa," jawab Vipera. Ia menatap Anjani yang komat kamit mengomel karena Lev memperhatikannya. "Ada apa kalian datang?"

"Kau!" Anjani bangkit dengan setengah memekik. "Kau merayu tunanganku!"

Vipera memutar matanya. "Aku tidak mengerti apa yang kau katakan."

"Jangan pura-pura ngga ngerti Ular!" jerit Anjani. Lev menariknya agar duduk tapi gadis itu memberontak marah. "Diam dan jangan ikut campur, Lev!"

"Aku benar-benar tidak tahu apa yang kau bicarakan," ujar Vipera pelan. Ia menatap Lev yang balas menatapnya dengan meminta maaf. Gadis itu mengangguk halus, seolah menyatakan ia sudah biasa dengan sikap beringasan saudara tirinya ini.

"Kau, merayu Altair!"

"Oh, dia?" Vipera akhirnya mengerti arah pembicaraan mereka. "Aku tidak tahu dia tunanganmu."

"Kau hanya pura-pura tidak tahu!" sergah Anjani. "Papa jelas-jelas menjodohkan kami, tapi kau menyela diantara aku dan Altair!"

Vipera bangkit. "Aku tak tertarik pada pria itu," ucapnya.

Anjani bangkit bersamaan dengannya. "Kau selalu saja pura-pura, padahal kau selalu berusaha berada di dekat dia bukan?"

"Lev, tolong bawa kekasihmu dari sini. Aku butuh istirahat," ujar Vipera pada Lev yang menatapnya dengan sedih. Lev mengangguk dan menarik Anjani yang menjerit-jerit memaki Vipera. Tapi gadis itu tak sanggup melawan tenaga Lev yang jauh lebih kuat darinya.

"Cukup Anjani! Kita pulang sekarang!" bentaknya. Anjani terperanjat dan menatap Lev dengan mata antara ingin menangis dan juga kesal setengah mati.

"Kau berani menghardikku?" jerit gadis itu, ia merenggut tangannya dari genggaman Lev yang kembali menariknya dan memaksa Anjani masuk ke dalam mobil.

"Cukup, kau hanya akan mempermalukan dirimu sendiri," ucap Lev seraya menutup pintu dengan kasar.

Anjani masih merepet sepanjang perjalanan dan Lev hanya bungkam. Ia sejatinya sudah lelah dengan gadis manja yang sangat menyebalkan ini. Jika saja bukan karena ia ingin melindungi Vipera dari kekejaman keluarganya, Lev sudah lama ingin mencekik gadis berparas ayu di sampingnya ini.

Sementara itu Vipera kembali ke kamarnya dengan tertatih. Bi Sumi menuntunnya perlahan dan membantunya berbaring di kasur. "Makanya Non. Lain kali jangan terlalu baik. Lihat ni akibatnya, luka dimana-mana, demam tinggi dan tangan keseleo," ucapnya setengah mengomel.

"Terima kasih Bi, tapi ular itu akan mati kalau aku tidak menyelamatkannya," ucap Vipera.

"Bibi ngga ngerti deh, kenapa sih Non seneng banget sama ular? Hewan yang buat Bibi aja sangat menakutkan. Non malah ngorbanin diri buat nyelametin seekor ular mini begitu," Bi Sumi melirik ular yang diselamatkan Vipera semalam.

Karena cemas ular itu terluka, Vipera membawanya pulang dan menyimpannya sementara dalam sebuah kotak kaca. Memberinya makan.

"Itu mau selamanya dia disini?" tanya Bi Sumi. Ular itu kecil dan hanya berukuran paling panjang lima puluh senti, berwarna putih pucat dengan mata merah yang membuat Bi Sumi enggan menatapnya.

"Engga Bi. Nanti kalau lukanya sudah sembuh, Vipe akan melepaskannya."

"Terserah deh, pokoknya jangan suruh Bibi kasih dia makan. Nanti ga sengaja Bibi gepuk pake sapu lantai," jawabnya seraya bergidik.

Vipera tertawa lirih. "Vipe yang kasih makan dia dan rawat dia. Bibi tenang aja," ujarnya lembut.

Vipera Wendelle atau ular pengembara. Vipe tidak pernah mengerti mengapa ibunya menitipkan nama itu untuk dia. Ayahnya selalu bilang bahwa nama aneh Vipe merupakan amanat dari mendiang ibunya.

Sebuah nama yang membuatnya sering diejek, dihina bahkan dikira sebagai ular siluman atau keturunan ular. Dan bodohnya, Vipe merupakan pencinta ular. Apapun jenis dan ukurannya, semua ular bagi Vipe sangatlah menggemaskan. Itulah yang membuatnya terluka dan harus berbaring di tempat tidur sekarang. Demi menyelamatkan ular kecil dalam kaca itu, ia melompat dari motor dan menangkap ular kecil itu dari bawah roda sebuah truk yang hampir menggilasnya.

"Non tidur aja dulu. Bibi mau masak dulu," ujar Bi Sumi seraya bangkit. Ia merapikan selimut gadis itu. Tersenyum ketika Vipe menggumamkan terima kasih padanya.

*Bersambung*