webnovel

Vasavi Cross: Remnants

Empat tahun berlalu sejak Rignil Sang Pahlawan Terpilih menghilang setelah mengalahkan Rahnuc Sang Naga Raja Iblis. Namun, dunia belum sepenuhnya kembali damai. Keseimbangan yang tercapai telah hancur. Sisa-sisa kekuatan Rahnuc kembali membuat kekacauan. Sarvati, mantan rekan seperjuangan Rignil, terus berjuang untuk mengemban cita-cita Rignil yang menginginkan kedamaian dunia. Untuk membersihkan sisa-sisa kekuatan Rahnuc, Kekaisaran Naga terpaksa melepas kriminal paling berbahaya, Vayyu Wissn. Demi memenuhi janjinya pada Rignil, Sarvati mengemban tugas untuk menjadi pengawas dan pengawal Vayyu.

Mananko · Fantasy
Not enough ratings
17 Chs

Bab VIII - Vasavi

Bebatuan yang tadi sudah runtuh kini mulai terbentuk kembali menjadi sosok raksasa. Vayyu segera menoleh ke atas dan mengubah pandangan matanya ke tipe yang sensitif terhadap energi sihir.

Garis-garis sihir yang selama ini dia lihat di langit ternyata tengah bersilangan tepat di atas golem yang kini hampir mencapai bentuknya kembali. Sekelebat warna kemerahan melaju melewati Vayyu dan menghantam raksasa batu itu, tetapi sang raksasa-batu berhasil menangkis tebasan Sarvati dengan tinjunya walaupun tubuhnya belum sepenuhnya terbentuk. Vayyu memanfaatkan kesempatan itu untuk melepaskan tinju gelombang tepat ke bagian badan golem itu dan membuatnya tersungkur ke belakang.

"Jadi kau memutuskan untuk membantuku sekarang?" tanya Sarvati dengan nada sinis sambil menarik pedangnya dalam posisi bersiap. Golem di hadapan mereka telah berhasil mencapai tubuh sempurna. Dia tidak perlu sesinis itu, Vayyu memang perlu memeriksa sesuatu sekarang.

"Mungkin sedikit," Jawab Vayyu sembari melompat ke depan dan melepaskan tinju-tinju gelombang yang memaksa golem itu bergerak perlahan ke belakang.

Sarvati langsung memanfaatkan kesempatan itu untuk bergerak dengan cepat mengambil langkah memutar dan menghantam raksasa itu dari sisi sebelah kirinya.

Raksasa itu oleng akibat serangan Sarvati dan sembari melepas dua tinju gelombang, Vayyu memfokuskan pandangan matanya pada esensi energi sihir pada makhluk itu.

Jauh di dalam bongkahan batu yang membentuk bagian tubuh dari makhluk itu terdapat pusaran energi sihir berwarna ungu kehitaman yang mulai mengkristal. Pantas saja tadi dia tidak merasakannya saat memeriksa bongkahan batu, ternyata energi ini berkumpul di bagian dada.

Vayyu bisa saja langsung menghabisinya menggunakan busur dan panahnya, tetapi ada satu hal yang ingin dia pastikan.

"Di bagian tengah tubuhnya, ada pusaran sihir yang mengkristal!" Seru Vayyu sambil melepaskan satu tinjunya yang telak mengenai dagu golem itu dan satu lagi tinju yang menghantam pusat dada sang raksasa seolah memberikan arahan ke mana Sarvati harus menyerang. Seharusnya Sarvati bisa mengerti arahan itu, karena dia tidak terlalu lemah otak.

"Lepaskan Api Suci-mu, Aggni!" Sarvati langsung melompat dan menghujamkan pedang di tangan kanannya, yang kini membara terbungkus api putih, tepat ke dada golem itu.

Ledakan lidah api putih menyembur dari tubuh sang golem untuk sesaat dan Vayyu kembali memfokuskan pandangannya untuk melacak energi sihir di dalam tubuh raksasa itu. Seperti harapannya, energi sihir yang mulai mengkristal di dalam dada golem itu mulai melembut dan menjadi transparan membentuk kristal bening.

Sebuah impuls berwarna putih bening meluncur cepat ke atas. Vayyu hampir gagal mengikuti pergerakannya dan melihatnya menghantam persilangan garis-garis sihir di langit. Dugaannya akan senjata Sarvati tampaknya benar. Persilangan itu terlihat menjadi tidak stabil. Vayyu menyadari inilah saat yang tepat.

"Tuntun aku, Varana Mokhsa."

Vayyu berbisik memanggil busurnya sembari menaikkan tangan kirinya ke langit dan menggerakkan lengan kanannya membentuk separuh lingkaran tepat di depannya. Busur berwarna hitam dengan corak dan hiasan emas pun muncul dalam genggaman tangan kirinya beriringan dengan pergerakan lengan kanannya.

Dia membidik ke langit dan menarik busurnya, seketika itu juga muncul sebuah panah yang terbuat dari cahaya murni. Tanpa ragu, dia melepaskan anak panah yang meluncur cepat dan menghantam persilangan garis sihir di langit itu. Ledakan kecil terjadi dan seluruh garis yang terhubung dengan persilangan itu mulai berubah warna jadi putih sebelum akhirnya memudar dan hilang sepenuhnya.

Semuanya tampak aman sekarang, sampai sebuah pedang mendadak dihunuskan ke arah leher Vayyu.

Pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah Sarvati sendiri. Mungkin dia sudah hilang akal.

"Aku tidak mengejek nenek moyangmu kan?" tanya Vayyu kalem.

Sarvati hanya menatapnya datar untuk sesaat sebelum berkata, "Kau sengaja."

"Sengaja apa?" tanya Vayyu, benar-benar heran. "Kau pikir aku punya kemampuan menghidupkan raksasa batu? Aku bisa menyegel, tapi tidak bisa mengalirkan seperti itu."

Sarvati menghela napas walaupun membiarkan pedangnya masih mengancam leher Vayyu. "Apa tujuanmu? Jelas sekali tadi kau bisa menghabisi raksasa itu dengan busur dan anak panahmu, kau seolah memancingku untuk melakukannya."

Vayyu menatap Sarvati tajam dan bertanya, "Di mana kau mendapatkan kedua pedangmu?"

"Bukan urusanmu," Sarvati mendesis.

"Vasavi…, "bisik Vayyu tenang.

Sarvati mendesis, "Jangan coba mengalihkan isu di sini."

Vayyu menghela napasnya lagi, dia mengerti mengapa Sarvati sangat mecurigai dirinya, selain karena lemah otak tentunya. Terlepas dari insiden pada saat mereka bertemu.

"Benda yang kau hunuskan untuk mengancamku ini," kata Vayyu dengan nada lelah. "Kau pikir itu apa?" Lanjutnya bertanya. "Karena itu aku mempertanyakan di mana kau menemukannya."

Sarvati tampak sedikit tersentak, "Jadi kau mengatakan Aggni adalah sebuah Vasavi?"

"Mungkin."

Sarvati mengerenyitkan dahinya lagi dan kembali menaikkan pedangnya. Vayyu lagi-lagi harus menghela napasnya. "Aku bahkan tidak tahu di mana kau menemukan pedang itu," Vayyu melanjutkan. "Ini hanya pradugaku saja. Dari cara dia membersihkan energi pada raksasa batu itu tadi. Sepertinya cukup meyakinkan kalau pedangmu ini mungkin saja sebuah Vasavi."

"Tapi mustahil jika kau langsung menduga begitu saja," Sarvati menghunuskan pedangnya lebih dekat ke leher Vayyu. "Apa yang kau sembunyikan?"

Vayyu menatap Sarvati untuk sejenak dan bertanya-tanya dalam benaknya. Dia tidak yakin Sarvati ini terlalu mencurigai dirinya, sakit hati, atau ternyata malah mengalami gangguan lemah ingatan?

"Kau membakarku hidup-hidup menggunakan Aggni, kau ingat?" Vayyu mengoceh, sedikit kesal namun dia harus menahan lidahnya karena nagga perempuan itu sepertinya dalam kondisi labil. Sedikit provokasi maka mereka berdua akan saling bunuh di tempat ini tanpa pernah menyelesaikan misi yang telah diembankan kepada mereka.

��Lalu?" Sarvati masih bersikeras mengancam.

"Aku merasakanya, api suci atau apapun itu yang dilepaskan Aggni," Vayyu menggerutu sambil menggaruk sisik pada pipinya, "Kau pikir bagaimana bisa aku melepaskan segel kedua tanpa bantuan api dari Aggni?"

"Aggni? Membantumu melepas segel?" Sarvati tampak terkaget dan tidak percaya.

Vayyu mengambil langkah mundur dan menyilangkan kedua tangannya sambil menghadap Sarvati, "Kau tidak tahu? Aku tidak terlalu yakin, tapi aku merasakannya. Api dari Aggni seperti membersihkan…." Vayyu terhenti sejenak sebelum melanjutkan, " ..hmm, mungkin menyucikan terdengar lebih cocok."

Sarvati menatap tanah degan ragu-ragu dan menurunkan pedangnya. Akhirnya dia menyerah.

Nagga itu bergumam tidak jelas, "Setidaknya aku tahu jika api Aggni mampu menyucikan benda yang dibakarnya, tapi itu artinya kau.." Sarvati berhenti menatap tanah dan kini menatap Vayyu, "Kau seharusnya nagga terkutuk. Sang Naga Penyegel Takdir."

"Aggni tetap membakarku," Vayyu menggerutu. "Tapi di saat bersamaan dia membantu melancarkan aliran energi dalam tubuhku dan melemahkan segel kedua yang kuletakkan pada tubuhku."

"Tapi kau nagga terkutuk," Kata Sarvati terdengar agak panik. Berusah meyakinkan dirinya akan praduga bersalah pada Vayyu. "Harusnya kau juga menggunakan ilmu-ilmu terkutuk!"

Vayyu menghantamkan telapak tangan kanannya ke wajahnya dan merasa kesal. Entah rumor apa yang telah beredar di sekitar selama dirinya disegel. Dia harus mempertanyakan ini pada si biadab Vaardict. "Aku menggunakan ilmu terlarang, bukan terkutuk," Keluh Vayyu.

Nagga jaman sekarang memang harus belajar bahasa lebih rajin lagi. Mereka bahkan tidak bisa membedakan 'terkutuk' dan 'terlarang'.

"Bedakan itu. Ilmu terlarang belum tentu terkutuk, terkadang sebuah ilmu menjadi terlarang karena terlalu kuat atau bisa membahayakan penggunanya."

Sarvati masih menatap Vayyu agak lama tampak seperti berpikir. Entah berpikir apa. Sungguh kejutan. Ternyata dia masih bisa berpikir.

"Walaupun menggunakan sihir suci, tapi jika jiwamu jahat, mustahil Aggni membantumu," kata Sarvati kemudian. "Berarti, kau tidak sejahat itu."

"Terserah, aku tidak peduli soal jahat atau baik," Vayyu menghela napas lelah. "Bukankah sudah kujelaskan kemarin?"

"Lalu bagaimana dengan Zhurron?" Sarvati mendadak bertanya.

"Mana kutahu, hanya Aggni yang sempat benar-benar membakarku dengan telak," Vayyu menghela napas. Pertanyaan Sarvati memang belum habis, tapi kesabaran Vayyu yang hampir habis.

"Bagaimana kalau dicoba?"

Sarvati membuka mulutnya sedikit dalam senyuman penuh kebahagiaan bersamaan dengan api biru yang mulai membungkus Zhurron.

"Kalau kau memang mau berkelahi, ayo berkelahi!" Vayyu menggeram kesal dan mengepalkan kedua tinjunya. Siap berkelahi.

Sarvati mengangkat bahu dengan acuh tak acuh lalu mulai memeriksa bebatuan.

Vayyu mengernyit. Dia bertanya, "Apa, sih, yang kau lakukan Vermil…"

Instingnya menendang masuk, Vayyu bergeser ke kiri tepat sebelum sebuah pedang melayang cepat menembus lokasi di mana kepala Vayyu tadi berada."...lion," lanjutnya santai dan menyengir jahil pada Sarvati yang hanya merengut kesal.

Memang, nagga perempuan generasi sekarang menjadi sangat sensitif.

"Apa?" Sarvati menggerutu datar, jelas kesal.

"Di mana gurun atau dataran kering terdekat?" Tanya Vayyu.

"Ada tiga daerah, satu di barat daya, satu di timur dan satu di barat," Jawab Sarvati masih datar. "Kalau kau ingin mengatakan bahwa batu-batu ini datang dari tanah gurun lebih baik kau diamkan lidah lancangmu sebelum bicara sok tahu, karena itu sudah jelas dari awal."

Vayyu memiringkan kepalanya heran, "Jadi kau juga tahu mereka berasal dari barat daya?"

Sarvati melirik Vayyu masih datar dan menatapnya sejenak. Saat memandangi wajah Sarvati, Vayyu menyadari satu hal. Nagga perempuan itu memang agak aneh. Walau sisiknya lebih banyak dibandingkan kebanyakan nagga, tetapi sisiknya terlalu halus. Tubuhnya juga terlalu mungil untuk nagga. Dia baru menyadari itu belakangan ini saat melihat nagga perempuan penjaga gerbang utama penjara tempat dia berada. Walaupun nagga perempuan memang rata-rata lebih kecil, tapi mereka tidak seharusnya semungil Sarvati. Tinggi nagga itu hanya sedada Vayyu.

Apa mungkin dia menderita penyakit kerdil?

"Lalu, bukankah mereka seharusnya datang dari barat? Dari mana kau menyimpulkan itu?" Sarvati bersedekap sambil terus menatap Vayyu datar.

"Dari nenek moyangmu," Vayyu terkekeh geli. Akan tetapi setidaknya dia masih cukup siap, karena sambil tertawa pun di mampu menghindari lemparan pedang Sarvati termasuk pergerakan kedua pedang itu ketika mereka terbang kembali ke sarung masing-masing di pinggang Sarvati.

"Aku serius," Mata Sarvati membara dengan api biru. Sisik jingga-nya pun membara mengikuti matanya.

Vayyu menyeringai sambil mendarat dengan nyaman. Dia berdeham untuk menghentikan tawanya dan berkata dengan sedikit lebih serius, "Aura, atau hawa, terserah bagimana kau menyebutnya, dari batu itu memang serupa dengan yang terpancar dari barat. Tapi ada yang sedikit berbeda."

"Apanya yang berbeda?" Sarvati bertanya sambil mengerenyitkan dahi seolah tidak percaya.

"Aku tidak yakin," Vayyu memiringkan kepalanya sambil berpikir. Belum sempat dia melanjutkan, bara api di tubuh Sarvati tampak semakin mengganas. Dasar tidak sabar. Vayyu pun terpaksa melanjutkan cepat-cepat, "Walaupun serupa, tapi hawanya terasa seperti berasal dari tempat yang berbeda, atau mungkin sumber yang berbeda."

Wajah Sarvati tampak tercengang sedikit dan nyala api pada tubuhnya berkurang drastis, "Maksudmu berbeda sumber? Beda sumber seharusnya mengam…."

"Kau tahu, sumber utamanya mungkin sama," Vayyu menaikkan kedua bahunya bersamaan dengan kata-katanya yang memotong ucapan mitranya. "Dalam hal ini, energi itu tersalur ke benda lain dari sumber utamanya, lalu disalurkan lagi ke raksasa batu ini dan membuatnya terbangun. Karena itu auranya seperti serupa namun tidak sepenuhnya sama."

Sarvati membuka matanya lebar seolah mendapatkan ilham baru di tempurung kepalanya. Nagga perempuan itu menatap tanah sejenak seolah berpikir keras sebelum kembali menatap Vayyu. "Kita ke barat daya," Katanya cepat sambil berputar membelakangi Vayyu dan berjalan lurus.

"Barat daya kan di sebelah sana," Kata Vayyu heran sambil menunjuk ke sebelah kanannya. Sarvati terdiam sejenak sebelum mendadak berputar ke arah yang ditunjukkan Vayyu. Cukup mengagumkan melihat orientasi arah pada kepala nagga sudah berkurang drastis selama dua puluh tujuh tahun ini.