webnovel

Chapter 5

Tulip merasa kehidupannya hancur. Perempuan tua bertudung hitam itu mengatakan jika ia yang membawanya ke dunia ini.

Dia bahkan tak menjelaskan kenapa dan untuk apa.

Tulip masih mengurung dirinya di kamar. Ia benar-benar tak ingin bertemu siapapun.

Ditakdir untuk menjadi istri demons. Pria itu Draco.

Tidak, hidup bebasnya, hidup bahagianya akan hilang. Pria itu menakutkan.

Lebih baik ia tetap menjadi seorang pelayan. Tidak, seharusnya ia pulang.

Seekor kupu-kupu biru terbang di luar jendela balkon kamar Tulip.

Tulip menatap kupu-kupu itu, saat ia terbangun di istana Wizard, kupu-kupu itu juga terbang keluar.

Tulip mendekati jendela, dan membukanya. Melangkah keluar menuju balkon kamar, Tulip berdiri menatap langit. Bintang-bintang bersinar indah. Semilir angin meniup, menerbangi beberapa helai rambut Tulip.

Kupu-kupu itu menghilang.

Tulip menghembuskan nafasnya gusar, apa yang ia harapakan berdiri di sini?

Melempar pandangangannya ke bawah, tatapan mata Tulip bersitatap dengan bola mata hitam Draco. Pria itu memegang pedangnya. Mungkin baru selesai berlatih pedang.

Kalimat nenek tua itu masih terngiang.

Ia harus menikah dengan Draco. Membayangkan saja membuatnya merinding.

Dari arah Istana Tengah, Dimitri datang mendekat ke arah Draco. Pria itu juga memegang pedang.

Kenapa bukan pangeran Dimitri? Kenapa harus pria mesum itu?

Tulip langsung masuk ke dalam kamar saat matanya bersitatap dengan Dimitri.

*

Pintu kamar Tulip terbuka lebar. Semenjak ia dinyatakan sebagai calon istri Draco, hidupnya berubah drastis.

Yang mulanya kamar tamu pelayan, kini kamarnya setara dengan Tirani. Seharusnya ia senang, tapi ini namanya menjual kebahagiannya. Ia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Hari ini anda harus bersiap, ada latihan memanah bagi para puteri dan pangeran di hutan samping istana."

"Mari kami bantu anda membersihkan diri."

"Jangan berani ada yang membantuku mandi."

Tulip berlalu sendiri untuk mandi. Ia benar-benar risih.

"Tapi kami diperintahkan-"

"Tak apa-apa aku yang akan menjelaskan."

Dengan cepat Tulip menutup pintu kamar mandi.

*

Tulip menatap satu-persatu para puteri yang datang. Ia yang pertama sampai ke tempat ini. Celana dan baju berwarna hitam adalah pakaian yang ia gunakan.

Alexa puteri dari kaum Fairy datang bersama dayangnya. Pakainnya sama hanya warnanya hijau.

Puteri Ariela datang bersama pangeran Dimitri. Ternyata mereka adalah pasangan mate. Bajunya juga sama tapi berwarna biru.

Vilia memakai baju berwarna merah, datang bersama pangeran Avram.

Tirani dengan baju kuning gadingnya datang bersama Draco. Keduanya bahkan terlihat serasi. Kenapa takdir itu bukan Tirani, kenapa harus dirinya yang manusia biasa?

"Kenapa kau mengurung diri, bahkan tak ingin bertemu aku?"

Tirani memasang wajah cemberutnya.

Tulip merasa bersalah, ia terus memikirkan sepanjang malam. Tapi tetap saja, ia tidak bisa menerima semua ini.

"Ah, maafkan aku." Tulip menunduk, bagaimanapun Tirani adalah puteri yang ia layani.

"Aku merasa tak cocok berdiri bersama kalian."

"Kau pasti bisa."

Tirani mengatakan begitu saja, lalu berlari bergabung bersama ke empat puteri lainnya.

"Hay, kau gadis pilihan itu ya?"

Tulip menoleh ke arah sumber suara.

Seorang gadis cantik berpakaian biru tua mendekatinya.

"Kenalkan aku Vania. Puteri dari kerajaan Were wolf."

Tulip menjabat tangannya, ia ikut tersenyum. Tak masalah jika ia merasa sendirian, cukup satu orang saja mau memberikan senyumnya.

"Aku Agacia." Ia harus menyebut nama Agacia. Bagaimanapun ia hidup menggunakan identitas Agacia. Entah kemana wanita itu.

.....

Ketujuh pangeran semua memakai baju berwarna biru tua.

"Latihan memanah kali ini adalah, kalian harus memanah ke arah papan target, tanpa menggunakan sihir."

Heros mengeluh. Ia adalah pangeran ke tujuh, payah dalam panah dan perang. Ianhanya memiliki sebagian darah Demons dan darah fairy mengalur ditubuhnya.

Sedangkan Elenio pangeran ke enam, sangat tidak tertarik. Ia lebih memilih berlatih sihir di kamarnya. Atau menggoda para wanita cantik di istana ini.

Avram pangeran pertama dari Ratu yang sekarang. Ibunya naik taktah setelah kematian ibu Draco. Ia memiliki darah Demons dan werewolf di tubuhnya.

Cleon adalah pengeran kedua, ia anak permaisuri, berdarah fairy dan wizard.

Sedangkan Dimitri adalah pangeran ke tiga. Ia adik Avram seumuran dengan Draco.

Berbeda dengan Avram, ada tiga darah yang mengalir di tubuhnya. Demons, vampir dan werewolf.

Ketujuh pangeran itu berdiri bersama.

Huga sebagai panglima istana, mengangkat tongkat menandakan dimulainya acara memanah.

Tulip membuka kertas berisi nomor urutan. Matanya membelak lebar. Orang kedua.

Tulip menatap para pangeran yang akan memanah terlebih dahulu.

Ketujuh orang itu tidak ada yang jelek. Pantas saja mereka disebut keajaiban dunia ini.

Tulip menatap kagum Dimitri yang memenah dengan gagahnya. Dua anak panas tertancap sekaligus.

Tepuk tangan meriah terdengar dari para penoton yang ada di istana.

Lebih mengejutkan para penonton lima anak panah yang Draco arahkan menyisakan satu saja. Yang lainnya patah.

Tulip menelan ludahnya kasar, Draco begitu mahir memanah bahkan tanpa sihir. Ia pikir Draco angkuh dan sombong karena mewarisi semua darah makhluk imortal di dunia ini.

Bahkan tanpa sihirpun, para pangeran dilatih.

Giliran para puteri. Tulip meremas kedua tangannya. Matanya masih menatap puteri Ariela yang sedang menarik anak panahnya.

Tepuk tangan meriah diberikan pada puteri tercantik diimortal ini.

Tulip akui, bukan hanya memiliki hati dan wajah yanh cantik. Puteri Ariela memang hebat. Dapat ia lihat senyum tertarik di bibir Draco dan Dimitri. Keduanya menatap Ariela penuh kekaguman.

Jika seprti ini, apa ia harus menikah dengan Draco? Kenapa harus pria itu?

"Gacia, giliranmu." Tirani menyentuh pundak Tulip.

Tersadar dari lamunannya, Tulip menuju tempat memanah. Seumur hidupnya, ia bahkan tak pernah memanah.

Semua mata menuju ke arahnya. Menutup matanya sebentar, menenangkan pikirannya.

Menarik anak panahnya, dan melepaskan.

Sorakkan tawa terdengar. Tulip ingin menghilang saat ini. Tangannya bahkan berkeringat.

"Benarkah dia akan menjadi istri Demons? Dia akan menjadi ratu dunia ini?" Bisikkan mengejek itu terdengar dari beberapa penoton.

Ia tidak peduli dengan omongan mereka, tapi rasa malu saat ini lebih mendominasi. Anak panahnya bahka jatuh satu meter di hadapannya.

Tulip menegang saat seseorang berdiri di belakang tubuhnya, dan berpose bersamnya untuk memanah. Tulip mendongak menatap wajah pria tinggi di belakang tubuhnya. Dimitri tersenyum menatapnya.

"Arahkan padangan matamu ke depan."

Panah dilepaskan begitu saja dan tepat pada titik tengah.

Mata Tulip menatap ke arah Draco. Pria itu melangkah pergi, keluar dari arena memanah.