webnovel

Chapter 1

Tulip mengerutkan dahinya. Perlahan kelopak matanya terbuka. Gelap, hanya kegelapan yang ia lihat. Belum tersadar sepenuhnya, perempuan berambut hitam panjang itu beberapakali mengedipkan matanya. Kepalanya berdenyut sakit.

Ini aneh, perlahan ia menggerakkan tubuhnya. Bagaimana bisa tubuhnya tergeletak di tanah kering? Ia Masih dalam keadaan duduk dan mata kabur menatap sekitar. Bunyi jangkrik menyadarkan jika ia berada di antara pohon-pohon besar yang menjulang tinggi. Apa yang telah terjadi?

Semua pertanyaan menari-nari di kepalanya.

Tulip berdiri dan menatap sekitar. Di hadapannya ada pohon besar, lebih besar dari pohon beringin yang pernah ia lihat. Anehnya danau di sini bercahaya. Lalu pohon besar ini terlihat begitu indah. Pohon besar ini berbeda dari pohon lainnya.

Ini jelas bukan pohon beringin, daunnya berwarna merah kekuningan. Di sebelahnya, ada semacam danau bercahaya diantara kegelapan yang mengelilingi.

Tulip melebarkan matanya. Ia belum pernah melihat hutan seindah ini, walau hanya diterangi sedikit cahaya. Ia belum pernah melihat ada danau berair jernih dan bercahaya seperti ini.

Apakah ia pingsan saat menelusuri keindahan alam di desa yang akan mereka datangi?

Tulip menggeleng kepalanya. Tidak mungkin, ia ingat dengan jelas, ia tertidur di mobil.

Sepertinya sebelum sadar, ia bermimpi aneh.

bermimpi tenggelam, menurutnya hanya mimpi biasa.

Saat matanya terbuka yang ia lihat pertama kali adalah tempat asing.

Tulip menatap langit. Bulan di sini berwarna merah terang. Apakah terjadi gerhana bulan merah? Ia merasa aneh. Gerhana bulan merah terjadi 100 tahun sekali, dan sudah lewat satu bulan yang lalu.

Lolongan binantang buas terdengar nyaring.

Tulip menyentuh batang pohon besar. Suara lolongan itu semakin dekat.

Tubuhnya gementar. Ia berharap ini hanya mimpi. Angin bertiup lembut, rasa dingin menusuk hingga tulang-tulangnya.

Tulip merutuki badannya yang tak seimbang hingga ia terjatuh. Rasa sakit menyadarkannya. ini nyata. Tubuhnya makin menegang saat terdengar bunyi dan langkah kaki dari arah kegelapan. Matanya melebar saat bayangan hitam muncul. Dalam pikirannya, ia merapalkan kalimat hanya mimpi.

"Dasar pelayan merepotkan."

Tulip mengangkat kepalanya.

Pelayan merepotkan? Kalimat itu begitu kasar. Mata Tulip terpaku menatap pria di hadapannya. Wajah putih itu bercahaya disinari sinar bulan.

Sejenak ia terpaku menatap kagum.

"Dasar merepotkan. Jika bukan karena kau pelayan kesayangan Tirani aku tidak akan sudi mencarimu."

Rasa kagumnya berubah menjadi lautan kekesalan.

Tulip menelan ludahnya kasar.

Kata pelayan sudah ia dengar dua kali. Menatap kesal dua bola mata berwarna biru laut ini, Tulip membuang nafas kasar. Berharap emosinya berkurang.

"Siapa kamu?"

Tulip dan Draco nama pria itu. Saling pandang dengan emosi masing-masing.

"Apa kau pikir kau seorang puteri? Sangat merepotkan, kau tidak pantas mengangkat wajah dan menatapku seperti itu."

Tulip menganga. Siapa pria menyebalkan ini? Memang kenapa dengan tatapannya?

Apakah ada larangan untuk melihat wajah setiap orang? Pria ini angkuh dan sombong.

" kenapa kau sangat kasar? Tidak pernah disekolah?"

"Sekolah?"

Tulip memutar bola matanya malas. Sudah ia tebak pria ini pasti tak berpendidikan.

"Sudah ku duga, kau hanya pria angkuh tak berpendidikan."

Tulip membelakkan matanya saat Draco menarik kuat kerak bajunya, hingga saling dekat.

"Kau menguji batas kesabaranku."

Tulip terpaku menatap dua bola mata Draco yang berubah menjadi hijau. Keduanya saling tatap dengan pandangan yang berbeda dalam waktu yang lama. Mata Tulip membelak, bola matan Draco berubah merah. Dalam beberapa detik berubah dua warna. Tulip masih syok.

Dengan cepat menggigit tangan Draco agar melepaskan cengkramannya.

"Pria gila." Tulip menatapnya sinis.

Pria itu bahkan tak kesakitan sama sekali. Bukankah ia harus mengatakan pria di hadapanya ini bukan manusia.

Apa mungkin makhluk halus? Tidak, jelas jika dia manusia.

"Kau berani melukai seorang pangeran?"

Draco mengeram kesal. Kesabarannya benar-benar diambang batas. Baginya mencari pelayan merepotkan ini tak penting. Jika buka karena perintah ayahnya.

"Pangeran?" beo Tulip tak paham. Ia rasa pria ini gila.

"Apa matamu menggunakan lensa merk terbaru yang bisa berubah warna dengan cepat?"

Tulip menanti dengan penasaran jawaban Draco.

Tak ada jawaban sama sekali. Tulip menatap tubuh Draco. Matanya meneliti pakaian yang pria ini gunakan. Ada sulaman berwarna keemasan pada setiap kancing baju yang menyala di kegelapan malam.

Tulip menatap pakaiannya. Gaun putih tipis melekat di tubuhnya. Sejak kapan ia memakai gaun ini?

*

Bayangan hitam besar muncul dari arah belakang Draco.

Tulip merasa matanya benar-benar akan keluar.

Makhluk besar dengan gigi taring mengeluarkan liur berwarna hijau. Ada dua sayap di belakang tubuhnya. Tulip tersungkur di tanah. Jantungnya benar-benar akan meloncat sekarang juga. Panjang kuku makhluk itu hampir satu meter dalam penglihatannya. Tulip menggeser tubuhnya ke belakang. Makhluk mengerikan itu menjatuhkan lendirnya, sisanya disela-sela gigi taringnya. Mata merah menyala itu menatap ke arah tulip penuh minat.

Mata dan pikirannya dibuat hampir gila. Pria kasar itu berubah. Wajah itu mengerikan, mata merah darah dan sayap hitam seperti gagak membawanya terbang ke atas.

"Mati kau makhluk menjijikan."

Draco mengeluarkan pedangnya. Satu kali hentakan mengenai satu sayap Ahool hewan bertubuh kelelawar dan haus darah.

Tubuh makhluk mengerikan itu jatuh tepat didekat kaki Tulip. Lendir hijau itu mengalir dekat kakinya. Matanya menatap begitu lapar ke arah Tulip.

Dengan keadaan panik, Tulip merangkak ingin bersembunyi. Tapi sebelum itu, hal paling mengerikan terjadi. Kakinya diterkam oleh kuku-kuku panjang makhluk menyeramkan itu.

Teriakkan Tulip memecah keheningan malam. Sakit luar biasa yang ia rasakan.

Lalu satu detik berikutnya, tubuh besar di hadapannya terbagi menjadi kepingan-kepingan penuh darah.

Rasa mual dan pusing menderah. Yang melakukan itu adalah pria yang berubah menjadi makhluk mengerikan. Draco menusuk dan mencabik tubuh Ahool dengan dua tangannya sendiri.

*

"Urus pelayan ini. Sangat menyebalkan dan merepotkan".

Pria itu telah berubah menjadi manusia lagi. Tidak bisa diterima dengan akal sehat.

"Para Ahool itu mungkin akan berdatangan lagi."

Draco menatap bastian lalu menatap pelayan rendahan yang berani membuatnya mencarinya.

"Maka urus dia sebelum aku hilang kesabaran dan mencabik tubuhnya tak bersisa."

Pria itu menghilang begitu saja dikegelapan malam. Bahkan bisa menghilangkan diri.

Tubuh tulip tak bisa digerakkan. Tangannya makin gementar. Ia benar-benar terguncang dan ketakutan. Bahkan menghirup udarapun sulit.

Huga dan Bastian menatap kasihan Tulip, lalu membantu pelayan istana Wizard ini berdiri.

Gaun putih tipis di tubuhnya tampak berubah warna dengan tanah. Kaki tulip terdapat goresan dari kuku Ahool.

"Kau terlihat menyedihkan."

Tulip menatap berkaca-kaca pria berkulit putih seperti orang asia. Benar ia menyedihkan. Bahkan kepalanya menjadi pening.

Huga berjongkok di hadapan Tulip. Menatap kasihan pelayan ini.

"Katakan ini mimpi, aku ingin pulang."

Kesadarannya menghilang, kegelapan kembali merenggutnya.

Tulip tak tahu, jika ia telah berada di dunia lain.