webnovel

Chapter 11

Tulip dan Heros tetap melanjutkan perjalanan menuju perpustakaan kerajaan Alceena.

Tulip membuka mulutnya lebar saat pintu perpustakaan terbuka. Bangunan tinggi dan besar ini berisi banyak buku. Bahkan ia merasa bingung, bagaimana cara mencari buku kuno itu.

"Bagaimana caranya kita mengambil buku di atas sana?'

Tulip merasa akan jatuh mati jika dengan tangga.

"Tentu saja dengan ini."

Tulip memasang wajah cemberut. Tentu saja jika memiliki sayap seperti pangeran Heros. Tulip memilih duduk di kursi dan meja yang sudah disediakan.

Membiarkan pangeran Heros terbang bebas mencari buku itu.

"Apakah sudah ketemu?" Tulip berteriak dengan malas-malasan.

"Apakah perpustakaan ini hutan?" Tulip langsung menoleh pada sosok pangeran Cleon yang sedang mengipas-ngipas seperti perempuan yang kepanasan. Ia tahu pria ini menyukai ketenangan dan permainan seruling.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Heros mengerutkan keningnya, langsung saja turun dari atas sana, kedua sayapnya menghilang.

Ia menatap penasaran pada Cleon. Biasanya pria ini sangat malas membaca. Yang dilakukan hanya bermain seruling.

"Sedang mencari buku. Aku harus lulus ujian sihir kali ini."

Heros mengeluarkan tawa sumbang, tak menyangka jika saudara berbeda ibunya ini belajar. Benar mereka tetap sekolah, pengembangan ilmu sesuai kemampuan yang ada dalam diri masing-masing. Bahkan pangeran Draco juga ikut belajar walau ia seorang demons murni.

"Bagaimana?" Tulip memotong pembicaraan mereka. Ia benar-benar tak sabaran.

Cleon mengerutkan keningnya. Ia tak bisa membaca pikiran perempuan di sebelahnya.

'Apakah kau bisa membaca pikirannya?'

'Tidak, sejak awal tak bisa sama sekali.' Heros menarik sudut bibirnya.

Tulip merasa kedua pria ini aneh.Sejak tadi saling tatap dengan lama.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Tulip memastikan kedua pangeran ini tidak saling melemparkan permusuhan.

"Buku itu tidak ada lagi di sana. Padahal aku sangat ingat, ku letakkan kembali di rak atas."

Heros melipat tangannya, sebelah tangannya berada di dagu, berpikir keras.

"Buku apa yang sedang kalian cari?" Tulip langsung menoleh, pria itu adalah pangeran Dimitri. Dia datang bersama pangeran Avram.

"Itu, buku kuno yang ada manusia." Heros mencoba menjelaskan.

"Untuk apa kau mencarinya?" Pangeran Avram bertanya.

Tulip menelan ludahnya. Ia takut jika mereka akan tahu jika ia adalah manusia itu.

"Agacia sangat penasaran dengan buku itu." Jelas pangeran Heros.

Ke tiga pangeran itu terlihat bingung, tapi Tulip langsung tertawa hambar.

"Aku suka membaca buku kuno, aku penasaran." Tulip rasa ia tak berbakat dalam dunia kerja perkantoran, bakat yang seharusnya adalah acting. Ia harusnya dulu jadi seorang aktris saja.

"Buku itu sudah tak ada lagi."

Tulip rasa jalannya telah buntu. Ia merasa kiamat akan datang jika tak ada titik cerah. Setidaknya satu saja titik cerah ia dapatkan.

"Maksudmu buku ini?"

Drew yang baru saja datang bersama Elenio menunjukkan sebuah buku kuno bersampul cokelat dengan ukiran bunga tulip yang dikelilingi kepala ular.

Tulip melihat sampulnya saja sudah bergidik menakutkan. Ia tak menyangka jika kover buku itu begitu menyeramkan.

"Kau yang membacanya?"

Drew mengangguk pelan. Tulip rasa hanya Draco yang tidak ada di sini.

Drew menyerahkan buku itu pada Tulip, lalu tersenyum lebar. Tulip merasa aneh, pangeran Drew tidak pernah akrab dengannya, tapi saat ini seperti sudah mengenal lama.

"Kenapa kau membaca buku itu?" Heros merasa bingung pada Drew.

"Memangnya pangeran Drew tak boleh membaca semua buku di sini? Hanya kau saja yang boleh?"

Tulip rasa ada aurah saling tak suka antara keduanya. Pangeran Elenio dan pangeran

Heros.

"Biarkan saja, mereka hanya berbeda setahun." Tulip hanya mengangguk paham dengan ucapan Drew.

Umur yang dimaksud itu pasti beratus-ratus tahun.

Takut jika mereka akan curiga, Tulip langsung pamit pergi meninggalkan keenam pangeran itu.

…..

Tulip meletakkan buku kuno ke atas tempat tidur, dengan cepat membuka buku itu. Halaman pertama terlihat lukisan dua orang pria berjalan beriringan, tapi gambar ini terlihat kuno.

Tulip terus membukanya. Semua bahasa ini membuat ia tak mengerti. Bisa berbicara dengan bahasa di dunia ini saja ia sudah bersyukur. Tapi tidak dengan membaca. Ia benar-benar buta.

Tulip memijat kepalanya yang terasa sakit. Tidak mungkin ia meminta pangeran Draco, itu akan sama saja dengan gila. Jalan satu-satunya adalah pangeran Heros.

Tulip langsung menutup buku dan bangkit berdiri saat Draco masuk begitu saja tanpa mengucapkan permisi.

"Sudah selesai kebebasannya. Saatnya kau ikut aku ke kastil."

Tulip menelan ludahnya kasar. Bisakah ia meminta untuk tetap di sini. Tanpa menunggu jawabannya, Draco menghilang begitu saja.

Tulip mengepalkan tangannya erat dengan cepat mengangkat buku itu lalu berlalu pergi. Ia benar-benar kesal dengan sikap buruk Draco yang semena-mena.

Tulip menelusuri lorong istana dengan cepat. Ia rasa Draco sedang mempermainkannya. Ia bahkan tak tahu arah mana yang benar. Jika bukan karena arahan para pelayan mungkin ia tak akan sampai-sampai. Bagian utara istana. Tulip semakin berjalan menuju utara. Berhenti di dua pigura yang berdiri sebagai gerbang masuk. Tulip melangkahkan kakinya, matanya bahkan tak beralih pada pohon-pohon sakura yang sedang berguguran. Hanya ada pohon sakura di kastil Draco. Selama ia di sini ia baru melihat.

Jalanan terlihat sepih, Tulip yakin jika malam hari akan terlihat menyeramkan. Kupu-kupu biru yang sering ia lihat di kaca jendela terbang di sampingnya.

"Apa kau ingin berteman denganku?"

Tulip iseng berbicara, ia rasa berjalan ke kastil Draco, sama saja dengan berjalan ke rumah setan.

"Aku juga ingin berteman denganmu."

Tulip menghentikan langkahnya. Ia mendengar suara perempuan. Menoleh ke sekeliling, Tulip dibuat merinding.

"Aku di sini." Tulip menatap kupu-kupu biru yang terbang di hadapannya.

"Kau bisa berbicara?" Tulip menutup mulutnya. Lalu kemudia sadar, dunia ini memang aneh.

"Ah, benar dunia ini memang isinya makhluk sepertimu."

"Aku harus pergi." Tulip menatap kupu-kupu itu yang menghilang begitu saja.

Tulip berbalik menatap kastil mewah di hadapannya. Draco sudah berdiri dari balkon lantai dua kastil.

Benar-benar menyebalkan pria itu. Tulip terus saja merutuki Draco. Draco masih fokus menatap Tulip.

Pintu kasil terbuka lebar. Tulip masih memikul tas dan bukunya masuk ke dalam. Bahkan para pelayan yang melayaninya di istana timur tak ada yang membantunya. Ia sudah sangat tahu, semua itu pasti perbuatan Draco.

Tulip masuk dan menatap takjub kastil Draco. Sangat rapih dan bagus walau terkesan kuno.

Tulip hampir saja jantungan, saat di tangga paling bawah Draco sudah berdiri seperti hantu.

"Bisakah kau berbicara. Kau benar-benar seperti setan."

Tulip benar-benar tak takut lagi dengan Draco. Ia benar-benar akan melawan pria itu walaupun tak punya kekuatan. Memang terlihat bodoh, tapi sikapnya memang tak suka mengalah terus.

Tulip hampir saja memaki Draco, pria itu bahkan satu detik saja sudah berada tepat di hadapannya.

"Aku benar-benar sangat terusik. Kenapa aku tak bisa membaca pikiranmu?"