webnovel

TIPL - Saya yang Mengajak

"Saya mengajak anda ke sini untuk menemani saya, bukan untuk menemani laki-laki yang lain."

Di sini pikiran Peyvitta semakin besar dan semakin yakin kalau alasan yang membuat Bima seperti ini sebab Bima tidak suka dengan apa yang sudah dia lihat tadi, bahkan kalimat yang baru saja dia ucapkan cukup jelas kalau Bima tidak suka akan hal tersebut.

"Memangnya kalau saya bersama dengan laki-laki lain, masalah ya untuk Bapak?" tanya Peyvitta dengan begitu enteng. Rasanya Peyvitta bingung dengan alasan yang membuat Bima menjadi seperti ini.

"Saya yang mengajak kamu, kenapa kamu malah menamani orang lain?" balik tanya Bima.

Dengan cukup dalam, Peyvitta menarik napasnya sambil menetralkan perasannya. "Saya cuma berbincang dengan orang itu, lalu kenapa Bapak sampai marah?"

Rasanya cukup bingung, karena memang dia hanya sekedar berbicara dengan Reynard. Tidak ada sebuah aneh atau hal yang tidak wajar sudah dia lakukan di sana.

Bima terdiam, sekarang dia benar-benar merasa malas berucap.

"Pak, kenapa Bapak sampai marah?"

Peyvitta kembali bertanya menggunakan nada yang benar-benar lembut. Peyvitta ingin mendengar sebuah penjelasan dari berubahnya sikap Bima sekarang.

"Bukan urusan kamu," acuh Bima sambil membuang pandangannya.

Di sini juga sebenarnya Bima kebingungan kenapa dirinya merasa tidak suka saat melihat Peyvitta bersama dengan laki-laki lain, padahal memang beberapa saat dirinya memperhatikan Peyvitta, tidak ada sebuah hal yang serius terjadi di antara mereka.

Apakah karena Bima memang mempunyai rasa yang begitu dalam pada Peyvitta sampai dia tidak ikhlas melihat Peyvitta dengan laki-laki yang lain?

Apakah Bima cemburu dengan hal ini?

"Jelas urusan saya, karena semua ini melibatkan saya."

Peyvitta tidak akan terus menanyakan alasan kenapa Bima seperti ini, kalau tadi ekspresi Bima tidak berubah saat melihatnya bersama dengan Reynard.

"Terserah," acuh Bima.

Sama sekali dirinya tidak ingin menjelaskan hal tersebut. Bima begitu menjaga image dirinya, sehingga dirinya tidak ingin menjelaskan kalau sebenarnya dia tidak suka melihat hal tersebut.

Ada sebuah perasaan yang mengganjal dalam diri Bima saat melihat Peyvitta bersama dengan laki-laki tersebut, terlebih tatapan Peyvitta pada laki-laki tersebut begitu intens.

Bima menjadi sangat yakin kalau alasan yang membuat Peyvitta semula fokus memperhatikan ke arah yang katanya indah itu, adalah Peyvitta yang sedang memperhatikan laki-laki yang semula bersama dengannya.

Mendengar respons Bima yang seperti itu membuat Peyvitta jadi bingung sendiri akan apa yang bisa dia lakukan, terlebih saat Bima sudah berubah menjadi cuek seperti ini.

Semuanya malah menjadi terasa membingungkan dan suasana yang tercipta antara dirinya dan juga Bima malah menjadi kacau.

Dengan perlahan dia menghirup napasnya sambil memikirkan hal yang tidak dia pahami. Bima sudah malas berucap, sekarang Bima memilih untuk langsung melajukan mobilnya.

Sepanjang perjalanan, Peyvitta merasa kalau cara Bima membawa mobilnya berbeda, sepertinya karena suasana hati Bima sedang tidak baik.

Peyvitta melirik ke arah Bima, memperhatikan rahang kokoh milik Bima yang terukir dengan begitu rapi, tatapan Bima yang fokus pada jalanan tanpa mengucapkan sebuah kata apa pun pada dirinya membuat Peyvitta merasa tidak enak.

Kenapa gue jadi ngerasa bersalah ya sama dia?

"Pak," panggil Peyvitta dengan suara yang begitu lembut.

"Apa?" tanya Bima ketus tanpa memalingkan wajahnya pada Peyvitta.

Peyvitta menatap sebagaian wajah Bima. Menarik napas sambil mencoba menenangkan pemikirannya serta mencoba untuk meredam ego yang dia miliki.

"Maaf ya, kalau sebelumnya apa yang saya lakukan membuat perasaan Bapak tidak baik. Saya gak enak lho, apalagi saat tahu kalau Bapak ingin langsung pulang, padahal acara belum selesai."

Kalimat yang Peyvitta ucapkan dengan penuh keseriusan hanya didengarkan oleh Bima, sama sekali Bima tidak memberikan respons apa pun.

Tidak ada sebuah anggukkan atau pun gelengan kepala sebagai bentuk penolakan. Bima benar-benar mengabaikan semua hal yang sudah Peyvitta ucapkan.

"Pak, jawab. Bapak memaafkan saya tidak?" tanya Peyvitta yang benar-benar meminta sebuah jawaban dari Bima.

Digantung seperti ini rasanya tidak enak. Peyvitta ingin marah, tapi dirinya sadar kalau sekarang saja Bima tengah marah padanya.

"Hm," dehem Bima.

Benar-benar tidak menerima atau pun menolak.

"Memaafkan atau tidak?" tanya Peyvitta yang benar-benar meminta sebuah kesimpulan dari Bima.

Hal ini adalah hal yang cukup Peyvitta tunggu di waktu sekarang. Entah kenapa semua itu menjadi terasa begitu berarti untuk Peyvitta di waktu sekarang.

"Mau ikut dengan saya atau turun?" Bima malah bertanya dengan pertanyaan yang lain.

Peyvitta melihat ke depan. Sekarang sudah sampai di area Apartemennya.

"Tapi Bapak memaafkan saya tidak?" tanya Peyvitta ulang.

Rasanya Peyvitta tidak akan bisa tenang sebelum dirinya mendapatkan sebuah penjelasan akan hal ini.

"Tidak turun saya artikan sebagai iya," ujar Bima dengan begitu datar dan benar, Bima mengabaikan pertanyaan yang ada kaitannya dengan memaafkan.

Peyvitta menarik napasnya dalam-dalam, mencoba menurunkan ego-nya. Tidak mungkin dia akan terus keras kepala dengan memaksa Bima untuk menjawab pertanyaannya terlebih dahulu.

"Ya sudah, makasih ya untuk malam ini."

Peyvitta tidak bisa lagi memaksa Bima untuk menjawab pertanyaannya, sehingga sekarang dirinya memilih untuk pasrah, lagi pula Peyvitta tidak ingin bersama dengan Bima.

"Ya."

"Selamat malam, Kak Bima."

Kalimat itu benar-benar terdengar begitu lembut dan juga begitu tulus. Sebuah senyuman yang terlihat begitu manis Peyvitta ukirkan dan Peyvitta tujukan.

Bima sempat mengernyit sejenak dan kemudian menjawab, "Ya."