webnovel

TIPL - Bayaran Hutang

"Bagaimana untuk merayakan kembali pertemuan kita, kita dinner?"

Benar-benar beda cara Santosa memandang dengan cara Bima memandang, apalagi kalau dibandingkan dengan cara Leo saat memandang Peyvitta.

Mungkin sebab faktor usia bisa jadi, tapi sepertinya hal ini lebih ke arah faktor mengontrol nafsu.

Di mana Santosa bukan tertarik sebab kecantikan Peyvitta semata, tapi Santosa yang sudah begitu nafsu terhadap Peyvitta.

Tidak heran jika Santosa begitu menginginkan Peyvitta dan mencari segala cara agar dia bisa bersama dengan Peyvitta.

Merayakan? Apa gue harus merayakan sebuah pertemuan yang pada kenyataan sangat gue benci? Apa pantas seperti itu?

Kemungkinan Peyvitta gila kalau Peyvitta langsung menyetujui untuk merayakan pertemuan kembali antara dirinya dan juga Santosa dan sekarang Peyvitta tidak gila, sehingga Peyvitta malah menatap Santosa dengan tatapan yang enggan.

"Ya sudah kalau begitu kamu sekarang makan malam saja bersama dengan Pak Santoso," pungkas Neli sambil mengukirkan senyuman yang begitu membebaskan Santosa, tapi sebuah lirikan tajam Neli berikan pada Peyvitta.

What?!

"Boleh sekali. Neli kamu bisa saja," canda Santosa sambil memperhatikan Neli yang disertai dengan sebuah senyuman.

"Ya kamu mau kan sayang?" tanya Neli dengan nada bicara yang terdengar penuh dengan keharmonisan, tapi saat dia menatap Peyvitta fokus, tatapannya berubah penuh dengan kebencian.

Mau? Hm, gue masih kapok sama apa yang sudah terjadi malam itu.

*****

Sekarang Peyvitta dan juga Santosa sudah hampir menyelesaikan makan malamnya di sebuah Restaurant yang begitu mewah dengan makanan yang harganya juga fantastis.

Sepertinya Santosa berniat untuk memancing Peyvitta agar Peyvitta bisa dengan senang hati menerima dirinya, tapi apakah Peyvitta merasa terpancing?

Jangankan untuk terpancing, Peyvitta bahkan sama sekali tidak merasa tertarik untuk bersama dengan Santosa.

Rasa cintanya tidak bisa muncul dengan begitu saja, apalagi karena sebuah harta. Semuanya akan muncul kalau memang dia merasakan yang namanya nyaman serta bahagia.

"Kamu nanti malam pulang ke Apartemen saya ya?" Santosa berucap dengan penuh keyakinan.

Alis Peyvitta langsung berkerut dan kemudian bertanya, "Mau ngapain? Tidak terima kasih, saya mau pulang ke Apartemen saya sendiri."

Sama sekali Peyvitta tidak ingin kalau dirinya harus pulang ke Apartemen Santosa, lagi pula tidak ada alasan di baliknya.

Tidak akan mau kalau Peyvitta diajak pulang ke Apartemennya, terlebih dia tahu kalau pola pikir Santosa itu sudah jauh. Peyvitta tidak ingin mengambil resiko dalam hal yang nantinya akan sulit untuk diperbaiki.

Paham tidak apa itu?

Kalau tidak pikirkan sendiri, hihi.

Peyvitta sendiri tidak sepolos itu, sehingga tidak mungkin dia akan memilih untuk mengiyakan kalau nanti dirinya akan pulang ke Apartemen Santosa.

"Tidak usah banyak tanya, kamu itu milik saya. Apakah kamu masih ingat kalau Herman sudah memberikan kamu kepada saya. Ingat, kamu adalah bayaran yang Herman berikan untuk melunasi hutang-hutangnya."

Deg

Mendengar akhir dari kalimat Santosa, membuat Peyvitta terdiam dengan pikiran yang langsung terbang. Peyvitta masih ingat akan hal itu, kejadian itu masih tersimpan dengan begitu jelas di dalam ingatannya.

Flashback

"Saya tidak mau tahu, kamu harus melunasi hutang-hutang kamu sekarang juga!" seru Santosa dengan nada bicara yang begitu tinggi.

"Beri saya waktu untuk melunasi hutang-hutang yang saya miliki ..." pinta Herman sambil berlutut memohon.

"Tinggalkan Rumah ini!"

"Jangan ambil Rumah ini ..." lirih Neli yang merasa tidak ingin jika Rumah yang sudah lama dia tempati diambil begitu saja.

"Saya tidak peduli!" Santosa sedari tadi tidak peduli dengan tangisan dan juga permohonan yang sudah Neli serta Herman lakukan.

"Beri waktu, kami mohon ..."

"Ada apa ini ribut-ribut?"

Suara lantang seorang perempuan berhasil menghentikan langkah kaki Santosa yang semula berniat untuk naik ke lantai atas dan melihat sesuatu yang nantinya akan diambil dan bisa dijual terlebih dahulu, sebelum sisanya dijual bersama dengan Rumahnya.

Setiap langkah perempuan itu begitu Santosa perhatikan, dia menaikkan pandangannya dan fokus menatap wajah cantik perempuan itu yang dipadukan dengan pipinya yang begitu imut.

Cara Santosa menatap perempuan yang datang cukup berbeda.

"Saya tidak akan mengambil semua barang-barang yang ada di Rumah ini dan kamu boleh terus tinggal di Rumah ini, asalkan kamu memberikan dia sebagai bayaran dari seluruh hutang kamu."

Mendengar kalimat tersebut membuat Peyvitta dengan seketika mematung, sebelumnya memang Peyvitta sudah pernah bertemu dengan Santosa, hanya saja dia tidak pernah mengira kalau Santosa akan meminta dirinya sebagai bayaran.

"Silakan ambil dia. Jangan ambil Rumah ini," jawab Neli dengan begitu cepat.

Bagaikan disambar petir, Peyvitta dengan seketika terdiam mendengar kalimat yang baru saja Mamahnya ucapkan. Sama sekali tidak pernah menyangka kalau dia akan mendengar hal ini.

"Saya setuju. Kalau memang dia bisa dijadikan sebagai bayaran dari semua hutang saya, maka silakan ambil dia."

Glek

Dengan begitu kasar Peyvitta menelan salivanya. Sama sekali jauh sangat di luar nalarnya, ternyata kedua orang tuanya dengan begitu enteng menjadikan dirinya sebagai bayaran dari semua hutang yang mereka miliki.