webnovel

Tower of Survivor

Aku adalah preman yang biasa menampung anak buahku. Menggaji mereka sesuai apa yang mereka usahakan, kalau dapat banyak ya dapat banyak upahnya. Begitu pula sebaliknya. Begitulah keseharianku, sampai aku dikunjungi oleh seseorang yang ingin kuinjak wajahnya dan menyatu dengan ubin. Orang itu membawa kabar kepadaku, adik beda ayah pertama ku hilang setahun yang lalu. Setelahnya adik keduaku mendapatkan sebuah surat aneh yang memiliki lokasi tidak masuk akal. Orang itu menawarkan sejumlah uang yang bukan main banyaknya. Akan tetapi dengan syarat, aku harus menerima undangan itu atas nama adik kedua beda darah ini. Menyusup sebagai penggantinya, dan menyelamatkan adik beda ayah pertama ku. Tidak bermodalkan uang, makanan, atau apapun itu. Hanya sebuah Katana milik keluarga ayah tiriku, satu-satunya tiang untukku hidup.

Sunnava · Fantasy
Not enough ratings
22 Chs

Bab 14: lantai 1 (6) to Forbidden forest

"Kak Shima mau ke mana?" suara ngantuk Gin sedikit mengagetkanku, tapi aku menanggapinya dengan senyuman. Lantas menepuk kepala kecilnya.

"Aku hanya pergi sebantar," ucapku.

"Ke mana? Bukankah kakak berjaga malam, tidak tidur dulu?"

Aku berdecih, melambaikan tangan seolah mengusir serangga. "Kalau aku tidur lagi sekarang, aku khawatir laki-laki bernama Hak itu akan meninggalkan diriku yang dia anggap beban ini." Melirik Gin, aku kembali tersenyum, "Sebentar saja kok, nanti aku kembali bahkan sebelum kedua mata Hak ini terbangun."

Setelah berkata demikian, aku pergi meninggalkan mereka bertiga. Menyusuri padang rumput yang luas dengan pemandangan dingin sebuah desa di ujung mata, untunglah secercah sinar matahari sudah muncul sedikit demi sedikit. Sembari berlari, aku melepaskan perban yang melilit di tangan kananku, memunculkan sebuah tangan yang sehat tanpa ada jejak bahwa ini pernah tertusuk oleh belati. Bagaimana dengan racunnya? Entahlah, aku baru saja memikirkannya saat ini. Namun karena tidak penting, aku menganggapnya sebuah keajaiban yang hakiki membuat racun ini hilang dalam semalam. Mungkinkah karena Xixie? Wanita itu bahkan tidak terlihat sebagai dokter atau apalah.

Wanita yang sangat cantik di mataku, berambut hitam yang diwarnai pirang. Berkulit putih khas orang Asia timur. Juga memiliki mata coklat yang jauh lebih terang dari pada mataku yang susah dilihat warnanya, kecuali jika ada seseorang dengan senang hati menaruh senter tepat di wajahku. Tangannya juga begitu gemulai, membuatku tidak heran kalau Hak melarangnya untuk berjaga malam itu.

Hak, ya? Sekilas namanya seperti orang Jepang. Namun mengingat nama Gin juga memiliki unsur khas China maupun Korea, kurasa orang yang bernama Hak ini bukan serta merta sebagai orang Jepang juga. Bisa jadi dia berasal dari China atau Korea selatan. Toh, barusan dia mengatakan kalau Qi Xixie belum terisi setengahnya. Artinya, Xixie dan Hak bukan berasal dari Jepang. Sial memang, artinya aku dan Gin tidak bisa blak-blakan perihal segala sesuatu setelahnya.

Aku mengintip lewat jendela kaca, salah satu rumah yang tampak tidak mencolok dari rumah lainnya. Terlihat sepasang suami istri tertidur di sana, beserta anak-anak mereka dengan ditemani sebuah lilin yang sudah habis dayanya untuk menerangi seisi ruangan. Aku menggelengkan kepala, untunglah tidak ada apapun yang terbakar, membayangkan lilin itu terjatuh dan membakar segalanya saja membuatku ngeri. Setelah mengintip, aku ke belakang rumah ini, menemukan sebuah pintu yang terkunci dengan gembok besi. Aku memeriksa jendela statusku.

Status:

Lvl: 25

Hp: 150

Attack: 24

Defense: 24

Vitalitas: 60

Speed: 32

Int: 24

Luck: 24

"Kalau dari gemboknya, aku tidak mungkin bisa membukanya. Tapi, engselnya tampak sudah berkarat, pun ada celah yang cukup untuk jari-jariku," gumamku yang lantas mengambil ancang-ancang. Aku menariknya sekuat tenaga, dan akhirnya pintu itu terbongkar bahkan tanpa perlu berurusan dengan gembok yang menyebalkan. Menaruh pintu yang rusak itu perlahan tanpa menimbulkan suara keras, aku lantas memasuki ruangan bawah tanah yang cukup gelap.

Betul saja, ada banyak hal yang tidak akan bisa ditemui Hak, meskipun sudah mengelilingi desa sekalipun. Berkantung-kantung tepung gandum ada di sini, beserta beberapa tong minuman berwarna ungu yang beraroma khas. Sungguh tempat penyimpanan makanan yang luar biasa, walau isinya hanyalah persediaan makanan. Kurasa tidak ada salahnya mengambil beberapa untuk kami yang bahkan tidak dibantu sedikitpun oleh mereka, penduduk paranoid.

Aku mengambil 3 kantung besar gandum dan menyimpannya di dalam jendela penyimpanan. Begitu pula dengan beberapa botol minuman ungu aneh, dan beberapa potong roti kering yang cukup untuk beberapa hari ke depan. Tidak lupa aku mengambil sebuah karung, untuk membuat seolah aku membawa semua makanan curian ini. Meminimalisir kecurigaan Hak dan Xixie akan jendela penyimpananku. Bagaimanapun juga, meskipun sudah di tolong mereka, aku tidak bisa serta merta mempercayakan rahasiaku kepada mereka. Walau untuk nama asliku adalah hal yang paling lain, di mana tidak seorangpun boleh mengetahuinya, bahkan Gin.

~***~

Aku mengerjakan mataku begitu terganggu dengan silaunya matahari yang tampaknya punya dendam tersendiri buatku, melenguh kesal kubalikkan badanku. Tepat setelahnya kudengar suara pekikan kecil di telinga, membuatku tidak memiliki pilihan lain selain terbangun dari tidur panjang menghampiri sumber suara tersebut. Berjalan sebentar sampai kulihat pemandangan di balik sebuah pohon rimbun, Hak dan Gin sedang berlatih ... pedang? Astaga di saat seperti ini bukannya sibuk untuk naik level, malah berlatih bermain pedang-pedangan, untuk apa mereka melakukan itu? Toh, nanti pedang bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan pegangan antara hidup dan mati.

"Oh, coklat ... akhirnya kau bangun juga!" ujar Hak yang menahan serangan kecil Gin dan mendorongnya dengan keras. Pemuda itu memaki, "hei, bocah! Kenapa seranganmu hanya segini? Kau mau dilahap langsung hah?"

"Di mana Xixie?" tanyaku berusaha mengalihkan topik pembicaraan agar pemuda ini tidak melanjutkan omongan kasarnya.

Hak menatapku, akhirnya memutuskan untuk Gin beristirahat sejenak dari pelatihan pedang yang cukup kasar buatku. "Oh, padahal kita belum berkenalan tapi sudah hapal namaku dan Xixie di luar kepala, ya? Bagus sekali, kami jadi tidak perlu berbasa-basi untuk memperkenalkan diri."

Aku berdecih kesal, "Bahkan kau tidak sadar yang sedang berbasa-basi di sini siapa, huh?"

Hak mendengus, "Aku tidak peduli," ujarnya yang membuatku sedikit jengkel. "Xixie sedang mencari tanaman obat, siapa tahu berguna saat kamu terkena racun lagi."

Oh, jadi dia juga yang menyembuhkan racun yang ada di tubuhku. Cantik dan cerdas, kurang apa lagi coba? Yah ... walaupun sesosok sempurna itu terganggu dengan kehadiran seorang laki-laki yang tidak tahu adab dan mengesalkan ini. "Ah ... aku belum sepenuhnya berterimakasih ya?" ujarku mengabaikan perkataan terakhir dari Hak. "Ngomong-omong, kalian sedang berlatih pedang ya?"

Hak mendengus bangga, "Yah, seperti yang sedang kamu lihat, aku sedang melatih bocah yang tidak berguna itu," dia menunjuk Gin yang terbaring tidak berdaya.

"Oh, apakah kamu punya pedang?"

Dia tampak terkejut mendengar pertanyaan ku, "Sebentar lagi aku akan punya setelah naik ke lantai atas," dia berkata gusar.

"Oh, benarkah?" godaku sembari mengambil sebilah pedang bermata ganda dari jendela penyimpanan di balik pohon yang menutupi pandangan Hak. "Kebetulan aku menemukan sebilah pedang sebelum kemari," aku menunjukkan sebilah pedang bermata ganda kepada Hak.

Hak melongo, tampak di raut wajahnya tidak percaya. "Tidak mungkin! Kamu, Coklat! Sudah berada di level berapa?"

Aku memiringkan kepala, "Aku sudah ada di level 25."

"Tidak-tidak mungkin! Cepat sekali," dia berjalan mundur dan terjatuh. Tampaknya tidak percaya dengan keberadaan ku di hadapannya.

"Oh, kalian di sana rupanya," ujar Xixie yang muncul dari belakang Hak. Wanita itu tiba-tiba sudah berada di bawah perlindungan Hak, membuat wanita itu kebingungan. "Xixie ... dia berbahaya."

"Ada apa Hak-ge? Kenapa kau bertingkah aneh seperti ini. Iya, aku tahu dia berada jauh di atas level kita. Tetapi dia baik," ujar Xixie yang berusaha menenangkan Hak.

Hak menatap Xixie tidak percaya, "Ba-bagaimana?"

"Ah, apakah kau tidak bisa melihat level seseorang?" tanya Xixie.

"Aku bisa!" seru Gin yang langsung kuhujani tatapan tajam tidak setuju dengan tindakannya itu.

Gin menatapku balik setelah berdiri dan membersihkan tubuhnya. "Kenapa? Kak Xixie sudah memberitahukan kemampuannya duluan."

Aku menepuk keningku, "Kamu terlalu baik," ujarku yang tidak sengaja bersamaan dengan Hak.

Aku melongo menatap Hak, begitupun Hak yang sudah bersemu merah di kedua pipinya. Kubuang pandanganku dari laki-laki itu, berdecih kesal, diikuti suara tawa kecil yang berasal dari Xixie dan Gin seiras.

Gin menghampiriku, "Kak Shima, ayo keluarkan barang dari jendela penyimpanan mu!" bocah itu memelas kepadaku.

Aku menghela napas berat, lantas mengeluarkan sepotong roti dan susu dari jendela penyimpananku. "Yah ... meskipun aku tidak bisa melihat status level orang lain, aku bisa menyimpan banyak barang sepuasku."

"Huh, hanya itu? Aku bahkan bisa bebas menyebarkan poin skill setelah naik level!" ujar Hak dengan sombong.

"Okay, kamu tidak dapat makanan malam ini."

"Kejam!" pekik Hak saat mendengar kata-kata ku barusan. Sementara aku menjulurkan lidah tidak peduli.

Xixie terkekeh kecil, kemudian menyerahkan sebuah tas penuh tanaman kepadaku. "Astaga, keren sekali kemampuanmu! Kalau begitu, bolehkah aku menitipkan tas ini? Akan sangat merepotkan kalau harus membawa ini sepanjang jalan."

"Xixie!" pekik Hak panik.

"Tidak masalah," ujarku.

~***~