webnovel

Like a Cat

Trang! Crash!

Darah segar membasahi tubuh Arthur. Lelaki itu mengerjap, juga terdiam tak berani membuka mulut. Darah monster itu menyelimuti dirinya yang berada tepat di bawahnya.

Bruk!

Arthur melemparkan tubuh yang lemas itu ke atas tanah. Mengusap wajahnya yang kuyup. Di seberang, Ele tampak melangkah mendekat. Pedangnya yang panjang diselimuti warna merah.

"Apa dia mati sungguhan?" tanyanya ketika sampai di dekat monster. Ia berjongkok, mengambil bagian tubuh yang terlempar. Yaitu tanduk, berwarna hitam pekat dengan ukuran yang sangat besar.

"Aku harap dia tidak bangun lagi!" hanya itu harapan Arthur. Hewan buas yang satu ini sangat merepotkan. Sulit sekali mati walau sudah ditebas berkali-kali. Regenerasinya sangat meresahkan. Tapi, bukan tidak mungkin kan ia tidak memiliki kelemahan.

Selama beberapa waktu mereka hanya diam. Mengamati tubuh lemah yang mereka harap tak lagi bernyawa. Akan sangat melelahkan jika harus melawan makhluk ini sekali lagi.

Tapi, hingga menit berlalu, tak ada tanda-tanda makhluk ini akan bangkit. Bahkan Will yang terluka parah juga mulai membaik. Lelaki itu juga datang untuk mendekati Ele.

"Aku harap makhluk ini mati, cakarannya sangat dalam!" umpat Will. Di belakang, Juliet memukul pundaknya dengan kasar. Gadis itu mengerling ke arah dua makhluk kecil yang hanya diam tak bereaksi. Menatap mereka dengan mata polos.

"Kalian tidak mendengarkan apa pun!" sugestinya sambil mengusap rambut anak-anak lembut. Juliet ingin berdecap, tapi ia hanya bisa memutar bola matanya. Kelakuan Will tak pernah berubah. Walau mereka sudah melakukan perjalanan bersama-sama.

"Kalian sangat kotor, sebaiknya kalian membersihkan diri," Juliet bicara pada Arthur juga Ele. Kedua makhluk itu saling menatap satu sama lain. Dan baru menyadari bahwa mereka sangat mengerikan. Dengan darah yang menghiasi pakaian, mereka seperti baru saja bertarung satu sama lain.

"Aku mendengar suara air tidak jauh dari sini, kalian bisa ke sana!" Will menunjuk arah barat, yang menurut pendengaran serigalanya ada suara air mengalir. Ya, telinga serigala memang peka sekali.

Tanpa sepatah kata, Ele berjalan lebih dulu. Ia menggeret bagian belakang pakaian Arthur. Menyeret manusia itu untuk mengikutinya. Tak peduli jika langkahnya masih terpincang-pincang.

Dan benar, ada sungai yang membentang jernih di sana. Dengan banyak batu besar yang mengisi sungai, Ele tak perlu mengkhawatirkan area untuk mandi. Dia bisa bersembunyi di mana saja.

Tanpa rasa kemanusiaan, ia mendorong Arthur. Yang untungnya berhasil menguasai keadaan. Hingga lelaki itu tak jadi jatuh ke dalam sungai. Dasar Ele, mana bisa ia bersikap baik pada manusia.

Arthur hanya bisa mengelus dada, untung Ele cantik. Jadi ia bisa maklum. Karena sebenarnya, Arthur lemah pada makhluk cantik.

Tanpa pikir panjang, Arthur melepaskan pakaian atasnya. Tak mau menoleh dan mencari tahu ke mana Ele pikir. Ya, walau sebenarnya ia ingin sekali. Tapi, bukannya mendapat di mana gadis itu mandi, yang ada kepalanya yang akan bocor menjadi sasaran tinjunya.

Ia melangkahkan kaki untuk memasuki sungai. Tapi, baru selangkah, ia merasa menginjak sesuatu yang aneh. Jadi ia mengangkat kembali kakinya.

Baru beberapa detik, ia kembali menurunkan kakinya. Teksturnya agak keras, licin yang mendominasi. Tidak terasa seperti tumpukan kerikil atau pasir, dan yang mengejutkan, tiba-tiba saja kakinya bergeser dari tempatnya.

Terlalu kaget, ia langsung menarik kakinya keluar. Gelombang air sungai berubah menjadi lebih liar. Buih-buih mulai bermunculan. Dan Arthur melangkah mundur waspada.

Blaar!

Seekor ular besar seukuran Arthur muncul tiba-tiba. Mata Arthur terbelalak, melihat ular besar yang berdesis di hadapannya. Rupanya, ia menginjak makhluk berbisa ini tadi, astaga!

Bukannya berlari dari sana, atau setidaknya mengambil pedangnya yang tergeletak tak jauh, ia justru terdiam terpaku. Padahal jelas, jika makhluk itu semakin mendekatinya. Matanya yang sewarna jelaga mengikatnya di sana.

Ketika mereka ada pada jarak yang sangat dekat, makhluk berekor itu berubah bentuk. Menjadi seorang wanita cantik tanpa busana. Gila! Arthur tidak bisa memikirkan apa pun sekarang. Kakinya menyuruhnya untuk lari, tapi ia tak bisa!

Jadi, saat wanita itu sudah ada di depan matanya, bahkan menyentuh pipinya dengan sensual, ia hanya bisa menahan napas. Ketika wanita siluman itu menurunkan tangannya, menyentuh perutnya yang tidak terhalang apa pun, sesuatu terasa berdesir di bawah tubuhnya.

"Kau bukan manusia ternyata, tapi kenapa tidak menyadari keberadaanku?" bisiknya dengan lidah yang bercabang. Arthur ingin membuka mulut, tapi entah mengapa itu terasa begitu berat.

Lama mereka saling berpandangan, hingga wanita ular itu mengendus udara. Mengerling ke arah Arthur, lalu berdecap. Taringnya menyembul keluar dari sela bibirnya yang tipis.

"Kau tidak sendirian ternyata, kenapa tidak bilang jika sudah berpasangan?" dan satu sapuan lidah Arthur terima di sudut bibirnya.

Arthur ingin pingsan. Meski wanita ini sangat cantik dan bertubuh molek, tetap saja dia ular! Ia bahkan tidak bisa bergerak entah karena apa!

Dan sesuatu terjadi. Wanita itu melangkah mundur, perlahan berubah menjadi ular dari ujung kaki hingga dadanya.

"Aku maafkan Kau yang sudah menginjakku tanpa permisi, karena Kau punya perut yang indah. Tapi, Kau bisa datang kemari jika Kau berubah pikiran!" dan hap! Byur!

Wanita itu sudah masuk ke dalam sungai. Kembali menciptakan riak dan gelembung mistis.

Bruk!

Arthur jatuh terduduk. Wanita jelmaan ular itu sudah pergi. Dan kakinya langsung bisa digerakkan. Bahkan napasnya yang tersendat, kembali mendapatkan udara. Sial! Apa yang terjadi padanya tadi?!

"Senang dengan apa yang Kau lihat manusia cabul?" suara Ele tiba-tiba muncul dari balik batu-batu besar. Peri itu muncul dengan pakaian yang tidak tertutup jubah, dengan rambutnya yang basah digerai begitu indahnya.

"Ele? Apa-apa yang baru saja terjadi? Astaga! Kakiku!" dengan panik Arthur memeriksa kakinya. Dan itu terlihat baik-baik saja. Seolah kelumpuhan tadi hannyalah mimpi atau bahkan ilusi.

"Alasan, tidak usah berpura-pura! Otak manusia memang tidak ada yang benar!" setelahnya, Ele berjalan mendahului Arthur. Membiarkan lelaki itu mengemasi barangnya dengan terburu-buru. Dan ketika menyentuh pakaiannya yang penuh darah, Arthur dengan cepat mencelupkannya ke dalam sungai.

Tapi sebuah ingatan muncul dalam otaknya. Tentang tawaran wanita ular yang menyuruhnya datang jika berubah pikiran. Sontak bulu kuduknya meremang! Maka secepatnya ia memerasnya, lalu berlari setengah panik mengekori Eleanor.

"Dasar kucing! Ada berapa nyawanya?! Kenapa susah sekali mati?!" umpat Ele dalam hati. Ia bisa mendengar suara lelaki yang baru saja hampir ditelan penunggu sungai sampai di sebelahnya. Ele pikir, ia sungguh seperti seekor kucing. Yang punya 9 nyawa dan selalu selamat dalam segala hal yang mengancam nyawanya.

Sekarang, apa lagi yang harus ia lakukan untuk mengusir lelaki ini? Ia tidak bisa membunuhnya dengan tangannya sendiri! Ah, sial!