webnovel

Berbalik Arah

Dalam sekejap, ruangan gelap yang merupakan rumah hangat milik keluarga Juliet telah berubah. Seolah lautan darah, dengan warna merah yang menghiasi setiap sudut. Mereka yang tak mampu mengelak, harus berakhir menjadi korban dari pelindung mereka sendiri. Pemilik kekuasaan terhebat pada klan mereka, sang Alfa!

Pertarungan sengit tak terelakkan. Arthur yang seharusnya tak mampu bergerak, tiba-tiba mampu menghindari serangan sang jenderal. Bergerak gesit, seperti seekor kijang. Ia melompat dengan bebas, bahkan Juliet yang ada di punggungnya tak menjadi masalah.

"Ini adalah kekuatan mate, jika salah satu dari kalian lemah, maka kekuatan akan berpindah!" bisik Juliet. Tangannya mencengkeram lengan Arthur, berusaha sebaik mungkin agar tidak terjatuh dan merepotkannya.

"Oh, jadi kalian mate? Bagus sekali!" suara Dean memecah konsentrasi Arthur. Lelaki itu melirik, dengan tangan yang terampil menangkis serangan sang jenderal. Bisa dilihatnya, Dean mendekat ke arah Eleanor yang tak bergerak.

Dean menyeringai, berjongkok dan menyentuh beberapa helai rambut Ele, sebelum menariknya ke udara.

"Bagaimana jika aku habisi saja dia? Maka Kau akan otomatis menjadi tidak berdaya kan?"

Jika Arthur ada di dekatnya, mungkin kini ia sudah meninju habis wajah mengesalkan milik Dean. Bahkan ia bisa saja menghunuskan pedang besarnya ke mulut besar sang Alfa. Yang bahkan tak layak disebut demikian karena mengorbankan nyawa prajuritnya untuk kepentingan diri sendiri.

Dengan tangan seringan bulu, dan kekuatan sebesar batu di atas gunung, Dean berusaha menghantamkan kepalan tangannya pada kepala Eleanor. Begitu cepat, bagai kedipan mata. Ia berniat menghabisi salah satu sumber kekuatan Arthur.

Krak!

Itu suara tulang yang patah. Terdengar jelas, hingga membuat bulu kuduk meremang. Kepalan tangan Dean mengucurkan darah segar, tapi itu bukan dari kepala Eleanor, melainkan kepala William.

William menggeram selayaknya hewan buas, matanya memicing, dengan hiasan merah yang mengalir di wajahnya. Ia terlihat seratus kali lipat lebih menyeramkan. Bahkan Alfa sekelas Dean pun, sampai melangkah mundur karenanya.

"Jangan Kau pikir, setelah membunuh prajurit yang tidak bersalah, Kau bisa membunuh adikku juga!" suaranya menggema dalam ruangan kecil tersebut. Jantung Dean berdegup tak nyaman. Tidak biasanya ia merasa gentar. Apa ini karena, William yang seharusnya berada pada hierarki tertinggi di klan mereka? Sial! Perasaan tunduk ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut.

"Hahaha!" Dean tertawa menggelegar. Mengalihkan perasaan tak wajar yang hinggap di hatinya. Ia memiringkan kepala, menyeringai.

"Kalau begitu, coba hentikan aku," desisnya. Dalam sekejap ia telah berubah menjadi seekor serigala berwarna hitam. Menggeram buas dan melompat pada William. Seketika, pertarungan sengit terjadi.

William yang siaga pun, langsung berubah. Mereka beradu kekuatan dan kecepatan. Juga akal dan kecerdasan. Seolah dejavu, William kembali bertarung melawan Dean. Yang bedanya, kali ini bukan untuk mempertahankan takhta, melainkan nyawa seseorang yang sudah ia anggap keluarga.

Sementara mereka bertarung sengit, tak berbeda pula dengan Arthur. Lelaki itu terus melawan, berusaha mencari celah untuk menjatuhkan sang jenderal.

Juliet berpegang erat, menatap sang jenderal yang baginya terlihat sedikit aneh. Ia pernah menemui orang ini sebelumnya. Walau itu sudah bertahun yang lalu. Yang bahkan masih segar dalam ingatannya, jika jenderal ini yang membantunya kabur bersama William. Lantas, mengapa sekarang ia berpihak pada Dean?

"Turunkan aku!" perintah Juliet mutlak. Arthur ingin protes, tapi cengkeraman di pundaknya membuatnya menurunkan Juliet dengan terpaksa. Ia tak yakin apa yang akan dilakukan oleh penyihir itu. Bukankah ia masih belum pulih?

Tanpa sempat menoleh lagi, sang jenderal kembali menyerangnya dengan membabi buta. Merasa lebih leluasa, Arthur tak lagi hanya menangkis serangan. Ia kini mampu membalas bahkan memukul mundur. Menciptakan jarak yang cukup untuk seseorang telentang di antaranya.

Napas mereka memburu, dengan keadaan yang kini seimbang, Arthur pikir ia bisa mengalahkan lelaki ini. Jika saja sang jenderal tidak tiba-tiba berubah menjadi seekor serigala. Yang sayangnya, berukuran jauh lebih besar dari ukuran perubahan William. Yang bahkan, kini berhasil menghancurkan bagian atap rumah Juliet karena desakkan ukuran tubuhnya.

Arthur membelalakkan mata, sangat terkejut. Tanpa sadar ia menelan ludah, cukup tak yakin dengan apa yang akan di hadapannya kini. Seekor serigala besar dengan bulu berwarna seputih salju. Meraung ganas, hingga tanah di sekitar mereka bergetar.

Serigala itu menggeram, menampakkan giginya yang tajam, dengan liur yang menetes ke tanah. Seperti siap melahap Arthur bulat-bulat, ia melangkah mendekat. Begitu perlahan, tapi tiap entakkannya mengirimkan ribuan rasa ngeri pada siapa pun yang melihatnya.

Tiba-tiba saja, kaki depannya terangkat ke udara. Menghempas ke tanah, di depan Arthur berpijak. Menerbangkan sang warior, hingga tubuhnya terpelanting ke tembok. Memuntahkan darah dari mulutnya, ia terseret jatuh ke lantai. Perlahan, kesadarannya menghilang, berganti dengan petang yang hinggap di matanya.

Seperti hukum alam, ketika mate kehilangan kesadaran, maka kekuatan akan berpindah. Kini Eleanor mampu membuka matanya. Walau rasa ngilu berdenyut di dadanya yang berlubang. Ia berusaha untuk duduk dan melihat sekitar.

Matanya masih berkunang-kunang, hingga gambaran dua ekor serigala yang tengah berduel berhasil ia lihat dengan jelas. Sebelum mengarah ke arah lain, di mana Juliet tengah duduk bersila dengan kabut putih tipis menyelubunginya. Dan ketika ia menatap ke arah lain, ia spontan berjungkit.

Seekor serigala putih dengan ukuran yang sangat tak wajar tengah menatapnya lamat-lamat. Mereka begitu dekat, bahkan Ele bisa merasakan embusan napasnya yang panas.

Jantung Ele berdebar kencang, jika sampai makhluk besar ini menyerangnya, maka tamatlah riwayatnya. Ia tak mungkin menang, apalagi dalam keadaan terluka separah ini.

Serigala itu semakin mendekat, membuka mulutnya dan menggeram. Ele menyiapkan belati di tangannya, menggenggamnya kuat. Melakukan antisipasi jika serigala ini tiba-tiba menerkamnya. Ia memejamkan mata, antara takut dan menahan diri agar tidak pingsan.

Hingga hewan buas itu meraung kembali, berlari kencang dan membuat Ele tersentak. Ia membuka mata, dengan rasa panik dan khawatir. Bagaimana jika hewan itu menyerang Arthur? Atau parahnya, menelan Juliet?

Jadi, dengan kaki gemetaran ia memaksakan berdiri. Kemudian menoleh ke arah ke mana hewan itu berlari. Hanya untuk terpana atas apa yang tengah ia saksikan.

Bukan Arthur atau Juliet, melainkan ia melihat, hewan buas itu berlari menerjang Dean. Sang Alfa kejam, dengan bulu berwarna segelap malam. Meraung ganas, ia mencabik tubuh Dean yang tak siap dengan serangan yang tiba-tiba. Tanpa ampun menyudutkannya hingga berkali-kali, bahkan abai pada keberadaan William yang sebelumnya ia serang. Seolah semua berbalik arah, ia seperti berusaha menghabisi Dean hingga tanpa sisa.

Dari kejauhan ia bisa mendengar Alfa itu mengumpat, dalam hati Ele berpikir, "sebenarnya apa yang terjadi?"