webnovel

05. Farrel Zahair Bachtiar

"Kau yakin akan kembali sayang?" wanita itu mengelus surai putrinya dengan lembut.

"Iya mom."

"Kau harus berhati-hati, dia bukan orang yang mudah, kau juga tahu itu." ada nada khawatir di sana. tentu saja, siapa yang tidak khawatir saat putrinya sendiri memiliki rencana untuk mengusik kehidupan iblis berwajah malaikat itu.

"Aku tidak akan berbuat macam-macam padanya, menyingkirkan gadis itu dari hidupnya kurasa bukan hal yang besar." gadis berambut orange itu berucap santai, mencoba menghilangkan rasa khawatir yang ada di hati ibunya.

"Aku hanya akan merebut apa yang menang harus menjadi miliku mom." gadis itu membatin seraya tersenyum, tidak, seringai lebih tepatnya.

☘☘

"Kau baru pulang?"

Gerald membalikan badannya saat mendengar suara halus itu menyapanya.

"Mama belum tidur?" pria itu bertanya seraya mendekat, meraih badan mungil sang mama ke dalam pelukan hangatnya.

"Mama belum ngantuk, sekalian nunggu kamu pulang."

"Maaf, Gerald kumpul bareng teman-teman sampai lupa waktu."

Wanita yang bernama Agatha itu tersenyum, "Mama ngerti, oh iya, papa nunggu kamu, katanya ada yang mau di sampai kan."

"Papa dimana sekarang?"

"Di ruang kerja."

"Mama tidur duluan, Gerard mau ke tempat papa dulu."

☘☘

Tok tok

"Pa... "

"Masuk"

Gerald masuk saat ada sahutan dari papanya. "Papa nyari Gerald?"

"Iya, ada yang mau papa bicarakan."

Gerald duduk di sofa yang sudah di sediakan di ruang kerja papa nya itu.

"Ada apa?"

Raka, yang tak lain adalah papanya itu menatap putranya, kemudian menghela napas berat sampai akhirnya berucap. "Dia kembali."

"Maksud papa?"

"Wanita gila itu kembali ke Indonesia."

"Papa yakin?"

Raka mengangguk, "Kita tau bagaimana sifatnya, dia tidak akan melukaimu, tapi dia akan menyingkirkan orang-orang yang kau sayangi, lindungi gadis itu, karena dia target utamanya."

Gerald terdiam, "Gerald nggak akan biarkan wanita itu melukai bahkan menyentuh milik Gerald, Gerald akan lindungi Disya, apapun resikonya."

☘☘

Matahari masuk ke celah gorden kamar milik Disya, membuat sang empu terusik dari tidurnya, perlahan matanya terbuka, mengerjap beberapa kali menyesuaikan matanya dari sinar matahari.

Gadis itu bangkit, berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi, cukup lima menit gadis itu menyelesaikannya, kemudian keluar dan berjalan menuju dapur, Disya akan membuat makanan untuk sarapan paginya.

Disya membuka kulkas, namun matanya tak menangkap bahan masakan apapun, hanya ada beberapa minuman yoghurt dan beberapa cemilan lainnya, gadis itu lupa membeli persediaan makanannya kemarin, tangannya mengelus perutnya yang keroncongan. "Haaah, padahal gue laper banget."

Gadis itu kembali ke kamarnya, kemudian mengganti gaun piyama nya dengan hoodie abu dan celana yang senada, ia memutuskan pergi ke supermarket untuk belanja.

☘☘

Sesampainya di supermarket gadis itu berkeliling, mencari bahan-bahan yang ia butuhkan, kemudian menghampiri kasir untuk membayar belanjanya.

Disya menghampiri mobilnya, memasukkan dua kantong kresek belanjaannya ke dalam bagasi, namun saat hendak memasuki mobil, matanya menangkap seorang wanita paruh baya yang sepertinya akan menyeberang, namun bukan itu yang menarik perhatiannya, sebuah motor melaju dengan kecepatan tinggi.

Disya membelalakan matanya saat melihat motor yang sepertinya tidak akan berhenti bahkan saat melihat seorang wanita akan menyebrang, gadis itu dengan cepat berlari, meraih lengan wanita paruh baya itu, kemudian menariknya, membuat keduanya terjatuh di aspal.

Disya bernapas lega, motor tadi hampir saja menabrak wanita itu jika Disya tidak dengan cepat menolongnya, kemudian gadis itu bangkit, dibantu oleh wanita yang tadi ia tolong.

"Kau baik-baik saja? terima kasih sudah menolongku."

"Aku baik-baik saja, tante... baik-baik saja?"

"Sikut mu terluka, bagaimana ini, tante antar ke rumah sakit ya?"

"Tidak perlu, aku baik-baik saja, ini hanya luka kecil."

"Tapi tante harus bertanggung jawab."

"Ini akan sembuh dalam waktu singkat, tante tidak perlu khawatir." Disya tersenyum meyakinkan.

"Siapa namamu?"

"Disya tante."

"Nama tante Mira, terima kasih Disya, sekali lagi terima kasih."

"Sama-sama tante, Disya bawa mobil, tante mau kemana?, biar Disya antar." Disya menawari sembari tersenyum.

"Tidak perlu, tante di jemput."

"Yasudah, kalau begitu Disya duluan, permisi."

"Silahkan, sekali lagi terima kasih."

Disya menundukkan sedikit kepalanya, seolah mengatakan 'sama-sama', kemudian berbalik menuju mobilnya, meninggalkan Mira yang menatapnya, Mira mengeluarkan air mata, tangannya mengusap cairan bening itu dari pipinya.

Mira tersenyum, "Dia sangat mirip dengan ibunya."

Tanpa mereka ketahui, seorang pria berpakaian serba hitam tengah tersenyum sinis dibalik maskernya, pria itu meraih ponselnya menghubungi seseorang.

"Gagal, seorang gadis menolongnya." pria itu berucap.

"Gadis? siapa?"

"Hanya gadis yang tidak sengaja lewat, dia bukan sebuah ancama."

"Baik lah, biarkan saja gadis itu, sekarang kembali lah."

"Baik."

Sedangkan di sebelah lainnya, seorang pria berjaket kulit menghela nafas lega, "Gadis bodoh, bagaimana jika kau terluka."

Pria itu menggerutu kesal, kemudian getaran di saku celananya mengalihkan perhatiannya, nama 'Kakek' tertera di layar ponselnya, ia menggeser tombol hijau lalu mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Dia hampir saja tertabrak motor."

"Apa! bagaimana bisa?" pria di seberang sana menyahut dengan suara panik.

"Hanya hampir, tidak sampai tertabrak, dia baik-baik saja."

Pria di seberang sana terdiam sebentar,"Kau harus selalu menjaganya." katanya lirih.

Pria berjaket kulit itu tersenyum, "Sean akan selalu jaga Disya."

☘☘

Gerald menatap pria dihadapannya, tangannya mengepal dan ada sedikit noda darah di sana, itu bukan dari miliknya, menaikkan darah milik pria yang ada di hadapannya.

"Berani-beraninya lo pertemukan Disya sama tante mira."

Pria yang ada dihadapannya terkekeh kecil, seraya mengusap darah yang ada di sudut bibirnya, "Apa lo harus semarah itu? mama gue cuma pengen ketemu Disya, bukan bunuh Disya."

"Bukan bunuh Disya? lo pikir dengan sewa orang buat kebut-kebutan di jalan itu bukan buat bunuh disya? dia hampir aja luka, bodoh!" Arsa yang sedari tadi diam kini ikut berbicara.

"Sewa orang buat kebut-kebutan? lo pikir itu rencana gue? orang yang bawa motor tadi nggak ada hubungannya sama gue, gue cuma antar mama ke supermarket buat ketemu Disya, karena gue tau dia datang ke sana, gue nggak sebodoh itu pertemukan mama sama Disya dengan cara kayak gitu, karna bukan cuma Disya yang bisa luka, tapi juga mama gue." pria itu menjelaskan dengan nada yang di tekankan.

"Rencana lo atau bukan, gue nggak peduli. tapi dengerin gue baik-baik, jangan pernah ketemu Disya atau pertemukan tante Mira dengan Disya tanpa seijin gue." Gerald memperingati dengan suara rendahnya.

"Lo siapanya Disya? suaminya? orang tuanya? ck, bahkan Disya aja enggak kenal sama lo, lo nggak punya hak akan Disya, Gerald. lo nggak bisa batasin orang-orang buat ketemu Disya, karena Disya juga punya dunianya sendiri." pria itu berucap dengan lirih, berusaha membuat Gerald mengerti akan keadaan.

Rahang Gerald mengeras, "Disya milik gue, lo harus ingat itu Farrel." pria itu berujar, lalu berbalik badan diikuti teman-temannya yang lain.

Farrel Zahair Bachtiar, pria itu menatap sayu punggung Gerard yang menjauh, kemudian mengambil ponsel di saku celananya saat ada getaran di benda tipis itu, nama 'My mom' tertera di layar, Farrel tersenyum lalu mengangkat panggilan dari mamanya itu.

"Halo ma."

"Halo sayang, tadi mama ketemu Disya, dia nolongin mama yang hampir tertabrak motor, dia gadis yang baik, dia juga sangat cantik."  Mira bercerita dengan antusias, membuat Farrel ikut tersenyum mendengarnya, walaupun sebenarnya ia sudah tahu.

"Seseneng itu mama ketemu dia?"

"iya, mama seneng banget, makasih sayang udah bantu mama supaya bisa ketemu sama dia."

"Farrel ikut seneng dengarnya."

"Kamu dimana? cepet pulang ya, mama masakin makanan kesukaan kamu."

"Farrel bentar lagi pulang ma, Farrel tutup dulu ya."

"Iya, kalau udah mau pulang hati-hati di jalan."

"Iya ma." Farrel memutuskan sambungan nya, kemudian menghela nafas, pria itu terkekeh prustasi, kebahagiaan mamanya sangatlah sederhana, namun sangat sulit dipenuhi.

"Farrel akan berjuang ma, demi kebahagiaan mama."