webnovel

The Max Level Hunter: Rahasia Dibalik Kabut

Hunter. Belakangan ini hal itu menjadi topik pembicaraan hangat. Sebuah pekerjaan yang sangat berbahaya, namun sangat menguntungkan. Di mata publik mereka adalah seorang pahlawan, seorang idol. Yama Kalana, seorang hunter dengan kondisi khusus yang membuatnya tidak bisa menaikkan levelnya membuatnya menjadi hunter terlemah. Tidak sedikit yang memintanya untuk berhenti saja, Tapi dia tetap melangkah dijalan itu. Tidak banyak yang dia harapkan, ia hanya ingin mendapatkan uang dan kembali dengan selamat tapi bahkan untuk memperoleh keinginan kecilnua itu dia harus berhadapan dengan maut. Dia bukan tidak ingin berhenti, tapi hanya ini satu-satunya cara dia mendapatkan uang dalam jumlah besar untuk melunasi hutang keluarganya. bukan sekali-dua kali dia harus menghadapi situasi hidup dan mati. Namun kali ini berbeda. ia tidak melihat adanya harapan ketika monster itu dengan mudah membantai sebagian besar hunter yang berburu bersamanya. Memancarkan teror ditiap langkahnya. Yama bisa saja kabur seperti biasanya, tapi dia tidak melakukannya kali ini. Ia memilih mengorbankan dirinya, melompat diantara seorang gadis dan monster itu. Berpikir kalau dia harus membalas budinya setidaknya sekali. "YAMA!" Suara melengking dari gadis itu memecah keheningan disana. Air matanya tak berhenti menetes ketika melihat lengan monster itu menembus tubuh Yama. 'Jadi inilah akhirnya?' Begitulah pikirnya, namun sesaat sebelum ia kehilangan kesadarannya ia mendengar suara asing yang mengatakan kalau semua persyaratan untuk membuka skill unique yang selama ini terkunci sudah terpenuhi. Apa maksud dari semua ini?

Nana_4ja · Fantasy
Not enough ratings
4 Chs

Yama Kalana

"Akhirnya kamu bangun juga." Sapa Mei ketika Yama mulai mendapatkan kesadarannya. "Sudah berapa kali minggu ini? Tiga? Oh ayolah, kamu udah lebih dari empat tahun jadi hunter. Apa wajar kamu terluka separah ini di menara pelatihan?" Gumam gadis itu selagi menilik catatan pengunjung miliknya.

"Maaf..."

Mei hanya bisa mendengus. "Jujur padaku, kamu ini kenapa sih?"

Yama sempat terdiam sesaat. "Aku... Itu... emm... cuma mau melepas stress?"

"Wah, kamu tau ngga? caramu bunuh diri itu cukup unik." Jawab Mei dengan kesal.

"Begini... tapi, apa aku sudah boleh pulang?"

"Wah. Benar-benar, ya? Kamu bahkan engga berniat istirahat dulu sebentar dan langsung mau pergi begitu siuman?" Ia terlihat sangat kesal. Sepertinya emosi gadis itu sudah mencapai ubun-ubun sampai-sampai bicara begitu pada pasien yang baru saja siuman.

"Jadi, nggak boleh ya?" Tanya Yama ragu.

Mei menghela napasnya. Jika saja dia melupakan posisi Yama sebagai pasien, mungkin Mei akan menghajarnya tepat setelah ia bertanya. "Baiklah-baiklah, lakukan sesukamu. Awas kalau sampai kamu datang lagi bulan ini, aku pastikan untuk menghajarmu."

Yama bergegas untuk keluar dari ruang rawat itu, namun belum jauh pergi dia kembali lagi ke ruang itu. "Emm... Ngomong-ngomong, jangan beritahu adikku soal aku dirawat hari ini. Kumohon."

Mei menghela napasnya. "Baiklah-baiklah, tapi kamu harus mentraktikku makan nanti."

"Baiklah. Aku pergi dulu!" Yama bergegas pergi dari sana, sementara Mei masih tak habis pikir dengan lelaki itu. meski sudah mengenalnya cukup lama dia masih tidak mengerti jalan pikiran orang itu. Tapi meski tampak kasar, namun Mei sebenarnya cukup peduli dengan orang orang yang ia kenal. Salah satu alasan kenapa Mei memarahi Yama karena lelaki itu selalu saja ke rumah sakit rujukan hunter dengan luka disekujur tubuhnya. Dia melakukan itu semua agar laki-laki itu lebih memperhatikan keselamatannya.

Meskipun seorang hunter, tapi Yama Kalana jauh lebih mirip buruan dari pada pemburu. Dia bahkan kesulitan membunuh monster tingkat rendah, karena itu dia sering dijuluki "Si Lemah." Fakta bahwa dia masih pingsan di menara pelatihan setelah empat tahun lebih menjadi hunter sudah cukup menjelaskan kenapa dia di beri julukan itu.

Pingsan di dalam menara pelatihan memang bukanlah hal yang baru. Bahkan sebenarnya banyak hunter yang mengalaminya, namun itu hanya terjadi pada mereka yang baru mengalami awakend. Sedangkan bagi mereka yang setidaknya sudah menjadi hunter selama enam bulan, monster-monster di menara latihan hanyalah lelucon bagi mereka. Itu karena setiap hunter diberkati dengan kemampuan untuk menjadi lebih kuat. Tidak jarang seorang awakener yang dulunya hanyalah hunter ranking F seperti Yama setelah mengalami banyak pengalaman ataupun berlatih bisa menjadi hunter ranking B atau lebih tinggi.

Namun Yama berbeda. Yama dikategorikan sebagai keganjilan, karena hal yang tidak diketahui dia tidak dapat meningkatkan stats maupun level miliknya membuatnya selalu berada di titik dimana dia pertama kali awakend. Beruntungnya dia masih bisa mendapatkan serta meningkatkan skill miliknya. Banyak orang beranggapan bahwa itu semua karena skill unique Yama yang terkunci, namun meski sudah melakukan banyak cara tidak ada satupun yang berhasil. Banyak diantara mereka yang jadi meragukan Yama benar-benar memiliki skill unique atau tidak. Banyak pula yang menyarankan Yama untuk menyerah menjadi seorang hunter dan memulai hidup baru. Namun Yama tidak menggubrisnya dan terus menjadi melangkah maju sampai sekarang.

Orang-orang pasti menganggapnya gila, maniak atau hal semacamnya. Biarlah seperti itu, dia tidak peduli sama sekali. Bagi Yama ini adalah satu-satunya pilihan yang ia miliki. Dengan semakin ketatnya persaingan dalam mencari pekerjaan, bagi Yama yang hanya lulusan SMA sangat sulit baginya mendapatkan pekerjaan yang layak. Karena itu dia beranggapan menjadi hunter adalah pilihan terbaik untuknya.

Yama tidaklah bodoh. Dia tahu betul betapa berbahayanya menjadi seorang hunter. Dia tahu jika nyawanya bisa hilang kapan pun di dalam dungeon, karena itu ia selalu berlatih dengan keras. Meski dengan semua keterbatasan miliknya.

"Cuma dapat 350 ribu, ya?" Yama menghembuskan napasnya saat membuka amplop yang ia bawa selagi bersandar di kursi taman. "Setelah dikurangi biaya rumah sakit, sepertinya cukup untuk beberapa hari." Meskipun kecewa, namun dia tidak bisa menyalahkan siapapun. Satu-satunya yang bisa ia salahkan adalah kemampuannya yang buruk.

"Profile window." Gumam Yama selagi menggerakkan pergelangan tangannya dengan pelan. Bersamaan dengan gesture itu sebuah layar informasi selayaknya dalam game muncul.

[PROFILE]

<Nama: Yama Kalana>

<Umur: 24 Tahun>

<Level: 1>

<Class: ???>

[STATS]

<HP: 250/250>

<Mana: 100/100>

<STR: 10>

<AGI: 10>

<VIT: 10>

<INT: 10>

<SENSE: 5>

[SKILL]

<Pasif Skills>

(Mana Manipulation) Lv.Max

(Regeneration) Lv.5

(Weaponary) Lv.5

<Active Skills>

-

<Unique Skills>

(Tidak dapat diakses) Lv.Max

(???)

Dia memperhatikan tiap layar informasi itu dengan seksama berharap ada perubahan pada stats ataupun profilenya, namun nihil sebagian besar informasi itu adalah informasi yang sama dengan empat setengah tahun lalu. Hal yang berubah dari semua status itu hanyalah level skill pasif miliknya.

Memang benar Yama memiliki skill unique. Namun jika statusnya tidak bisa diakses bukankah itu sama saja dengan tidak memilikinya? Meski begitu, fakta bahwa Yama memilikinya tidak berubah terlepas dari bisa ataupun tidak dia menggunakannya.

"Kakak udah pulang?" Sapa seorang gadis ketika ia mendapati Yama masuk ke ruang keluarga. "Bukannya kakak harusnya istirahat di rumah sakit? Kakak kenapa sih selalu saja merepotkan Kak Melinda?"

"Mei menelponmu?" Yama menepuk keningnya, menyesal mempercayai gadis itu.

"Tentu saja. Kakak kenapa sih, apa sesulit itu untuk beristirahat sehari di rumah sakit?"

"Tenang saja. Aku disini kan? jadi semuanya baik baik saja. Kamu tau 'kan? Ada pepatah yang bilang, 'Sesuatu yang tidak membunuhmu membuatmu jadi lebih kuat.' persis seperti kakakmu sekarang. Aku merasa jauh lebih kuat dari sebelumnya." Jawab Yama dengan bangga selagi berusaha menghibur adiknya yang sedang mengkhawatirkannya. Meski sepertinya itu tidak berhasil karena adiknya langsung mendecak kesal ketika mendengarnya.

"Apa kakak ngga bisa berhenti aja? Masalah uang-"

"Nggak usah pedulikan itu. Fokus saja pada sekolahmu."

"Tapi-" Yama memegangi adik perempuannya memintanya untuk percaya pada dirinya. Meski tidak menyukainya, pada akhirnya dia hanya bisa mempercayai kakaknya. Mau bagaimanapun Yama adalah satu-satu keluarganya yang tersisa.

*TING

Sebuah notifikasi terdengar dari ponsel khusus hunter yang Yama miliki.

Dari: [Asosiasi Hunter Indonesia]

Dua hari dari pemberitahuan ini disampaikan akan diadakan raid untuk gate biru rank E di daerah xxx...

.

.

'Itu di dekat sini 'kan?'

***

Hari masih pagi tapi sudah banyak orang berkumpul di area pembangunan yang sudah ditinggalkan itu. Beberapa tenda darurat juga didirikan.

"Cukup ramai, ya? Padahal ini cuma gate rank E." Guman Mei ketika melihat orang orang yang menggenakan perlengkapan hunter berlalu lalang di sekitar area itu.

"Wah, bahkan hunter melinda pun datang? Betapa beruntungnya aku." Sapa seorang hunter laki-laki berkuncir dengan kemeja putih dan jas hitam yang tidak terkancing. Pakaian yang ia kenakan dengan gaya berpakaiannya benar benar tidak cocok terutama ketika melihat dua buah pedang pendek menggantung di balik punggungnya yang tertutup jas miliknya.

"Kau?! Bukannya aku sudah bilang untuk memanggilku Mei?! Dasar." Sementara pria tersebut tertawa ringan. "Ngomong-ngomong kenapa kamu disini?"

"Aku? Aku penanggung jawab raid kali ini. Kau tau kan, ini raid yang diadakan asosiasi? Jangan bilang kau datang tanpa tau itu?"

"Aku hampir lupa, kalau kamu pengawas lapangan asosiasi hunter."

Beberapa saat setelah kedua hunter itu mengobrol, mereka menyadari kalau semakin lama suasana menjadi lebih berisik seolah ada sesuatu yang memicu topik pembicaraan semua orang. Baik Mei maupun hunter berkuncir itu menjadi penasaran. Membuat mereka untuk ikut berbaur dengan kerumunan.

"HEI! BUKANNYA KAMU SEHARUSNYA ISTIRAHAT?!" Mei langsung menghampiri dan membentak saat menemukan sosok Yama di sana. Namun reaksi Yama justru sangat bertolak belakang dengan seharusnya. Dibanding merasa ketakutan ia justru terkejut. Dia benar benar tidak pernah menduga kalau Hunter setingkat Mei akan ikut serta dalam raid kali ini.

"MEI?! kenapa kamu ada disini?" Tanya Yama kebingungan. Dia masih sulit percaya dengan apa yang dia lihat. Namun Mei hanya membalasnya dengan tatapan tajam. Seolah dia akan memakan Yama jika tidak puas dengan jawaban darinya.

"Ah itu... Emm aku tidak me-ah, tidak-tidak. Itu... Aku-aku sudah jauh lebih baik. Lihatlah." Jawab Yama dengan gugup, sembari melakukan peregangan ringan untuk menyakinkan Mei kalau dia sudah sepenuhnya pulih. Mei yang tidak percaya mulai mendekat dan dengan cepat menerkam bahu Yama, seketika pria itu menjerit kesakitan.

Mei menghela napasnya. "Ikut aku dan pergi dari sini." Perintahnya sembari menyeret Yama.

"Karena sudah ada di sini, bukankah sebaiknya kalian ikut saja dalam raid ini? Lagipula tingkat kesulitan gate ini tidak terlalu tinggi." Ajak hunter berkuncir sebelumnya pada Mei yang hendak pergi dari sana.

Melihat Yama yang juga membujuknya, Mei menghela napasnya dan mengiyakan ajakan itu.

Raid kali ini diikuti setidaknya oleh tiga belas hunter lepas dan empat orang pengawas lapangan dari asosiasi. Jumlahnya lebih sedikit dari penaklukam gate biasanya, namun bisa dimaklumi mengingat sedikit hunter yang berminat pada gate ranking rendah seperti ini. Selain Mei dan para staff pengawas lapangan asosiasi, hunter yang ikut serta adalah para hunter pemula, hunter dengan ranking D ataupun mereka yang baru naik rank C.

Sebelum melakukan raid, ada beberapa protokol keselamatan yang harus dilakukan. Karena para hunter merupakan asset yang sangat berharga bagi negara. Bukan hanya karena tidak banyak orang yang mengalami awakend, namun meski awakend tidak semua orang mau menjadi hunter terutama jika itu adalah hunter ranking rendah.

"Yagya, apa ada masalah?" Tanya Mei saat menyadari pria berkuncir itu mengernyitkan dahinya saat mengukur energi sihir lubang dimensi-gate biru yang ada di depan mereka.

"Bukan apa-apa. Untuk sesaat alat ukurnya menunjukkan jumlah energi sihir abnormal, tapi segera kembali ke angka seharusnya."

"Apa itu rusak?"

"Ini? Aku dapat info dari team yang menggunakan kemarin, mereka juga mengalaminya tapi hasil ukurnya masih cukup akurat walau memang butuh sedikit waktu. Mungkin aku akan mengajukan kalibrasi ulang setelah raid kali ini. Tidak usah cemas. Ini cuma formalitas untuk memastikan kalau tidak ada perubahan signifikan dari terakhir kali diukur dengan alat yang lebih presisi."

"Begitukah? Biarpun belakangan ini aku tidak mengikuti raid, tapi kudengar

sering ada perubahan instant dalam gate." Tanyanya penasaran.

"Tentang itu? Seharusnya bukan masalah besar. Sekalipun ada, seharusnya tingkat kesulitannya cuma naik sampai tingkat D."

Kelompok itupun memasuki gate biru yang merupakan sebuah lubang dimensi dengan aura biru berguna sebagai penghubung antara dunia mereka dengan dungeon-sarang para monster.

Sebuah area cukup luas dan gelap menyambut mereka dibalik gate itu, suasananya seperti berada di dalam goa. Meski tidak terlalu luas, itu cukup besar untuk menampung semua hunter yang ada tanpa berdesakkan. Setelah menyusuri goa itu lebih dalam, mereka menemukan sekumpulan Goblin goa dan laba laba raksasa menerjang dengan agresif.

Yama menghalangi goblin yang menerjang kearahnya. Menggunakan seluruh kemampuannya untuk bertahan melawan monster hijau nan kerdil itu. Beberapa tebasan ia layangkan, namun berhasil ditepis oleh goblin. Begitu pula sebaliknya.

Tertekan, Yama mulai menambahkan mana secara bertahap dalam tiap serangannya membuat serangannya semakin kuat ditiap ayunannya. Itu terus dilakukanya hingga akhirnya Yama berhasil menghancurkan pertahanan goblin itu. Memanfaatkan tempo yang ia ciptakan, Yama membanjiri goblin tersebut dengan serangan selagi terus mengalirkan mananya hingga akhirnya berhasil membunuh goblin tadi.

Meski membutuhkan usaha ekstra dan menerima luka di sana-sini, namun ia akhirnya berhasil melakukannya. pencapaian itu membuatnya terhanyut dalam kegembiraan, sampai sampai dia tidak nenyadari goblin yang hendak menyerangnya dari belakang. Beruntung tepat sebelum serangan itu berhasil mengenai Yama, sebuah sulur berduri lebih dulu mengoyak tubuh goblin itu membuatnya mati seketika.

"Perhatikan sekelilingmu! Dasar." Gerutu Mei yang sejak tadi memperhatikannya. Mendengarnya, Yama langsung mengalihkan pandangannya kesekitar. Ia merasa terkejut dengan fakta kalau gelombang monster masih berdatangan, meski sudah banyak yang dikalahkan kelompok itu. Itu membuat Yama semakin bersemangat, karena sepertinya dia bisa membunuh satu-dua monster lagi.

"Akhirnya selesai juga." Yagya meyenkah keringatnya.

Ia cukup terkejut dengan banyaknya monster yang berhasil dikalahkan. Jumlah itu sedikit diluar perkiraannya. Meski begitu, selain Yama dan beberapa hunter pemula tidak banyak dari kelompok itu yang mengalami luka berarti namun stamina mereka tentunya banyak terkuras.

"Bukankah ini aneh? Tidak biasanya goblin gua dan laba laba raksasa seagresif ini." Tanya Mei.

"Kau benar, mereka tidak seharusnya bertindak seagresif ini. Pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam sana."

"Lalu? Apa kita mundur atau tetap jelajahi dungeon ini?"

"Aku takut kita tidak punya waktu untuk mundur." Mei kebingungan mendengar jawaban dari Yagya.

"Kau mungkin tidak tahu, tapi dalam satu jam dungeon ini akan break out. Jadi tidak ada pilihan selain menutup dungeon ini sebelum itu terjadi."

"Satu jam lagi?! Apa kamu gila?"

"Begitulah kenyataannya. Tidak banyak guild yang mau menyelesaikan gate tingkat rendah. Begitu pula mengumpulkan hunter untuk menyelesaikan gate tingkat rendah begini. Seperti inilah asosiasi bekerja, kita tidak bisa menyalahkan siapapun."

Yagya mulai mengumpulkan hunter yang terlibat dalam raid itu dan menjelaskan situasinya. "Begitulah situasinya. Satu-satunya hal yang kupikirkan sekarang adalah salah satu dari kami para pengawas akan keluar untuk menyampaikan situasi disini dan menyiapkan team bantuan. Sementara sisanya akan terus mengeksplorasi dungeon ini."

Setelah mengadakan pemungutan suara, sebagian besar dari mereka setuju dengan usulan dari Yagya. Salah seorang dari team pengawas lapangan pun ditunjuk untuk kembali dan sisanya melanjutkan eksplorasi mereka.

Lima belas menit berlalu, mereka menemukan banyak jaring laba-laba berukuran raksasa di sudut sudut goa itu lengkap dengan telur telur mereka. Setelah berjalan jauh, mereka baru menyadari area di dalam sana semakin luas.

Yagya segera berlari ketika melihat mayat sebuah monster yang tergeletak di tanah. Itu adalah monster yang berbeda dengan yang mereka lawan sebelumnya. Ia juga yakin kalau itu bukan hal yang dilakukan hunter di kelompoknya.

"Yagya, disini!" Panggil seorang hunter, ketika menemukan lebih banyak mayat monster yang bergeletak.

"Sebenarnya apa yang terjadi di sini?" Gumam Yagya.

"Apa kau merasakan ada sesuatu yang mengawasi kita?" Tanya Mei pada Yama karena mereka berada di barisan paling belakang kelompok itu.

Kelompok itu berhenti sekali lagi ketika melihat bekas pertarungan yang terjadi di goa itu. Bukan hanya itu, tempat itu juga setidaknya sepuluh kali lebih luas dari sebelumnya. Stalagmit maupun stalaktit disana juga berukuran amat besar. Yagya mencoba menggores batuan itu dengan senjatanya, namun batuan itu bahkan tidak tergores.

Saat memperhatikan sekelilingnya, ia mendapati beberapa batuan itu terbelah dengan sempurna. Tanpa diberitahu pun ia cukup yakin kalau yang melakukannya pastilah sangat kuat. Jika itu monster itu pastilah bos monster dari dungeon ini.

Baik yagya maupun hunter lain dengan spontan meningkatkan kewaspadaan mereka. Beberapa dari mereka bahkan mengeluarkan senjatanya.

"Oh tidak. Ini bercanda bukan?" Hunter itu terkejut dan jatuh diatas bokongnya. Spontan hunter lain menghampirinya, hunter itu menunjuk ke jauh ke dalam goa itu dengan tangan gemetaran.

Mereka segera berlari ke sana, tidak hanya yagya tapi sebagian dari mereka mengaga melihat hal itu. Seekor laba-laba sebesar gedung berlantai empat-Orchid tarantula. Bukan hanya besar, monster itu juga memiliki kulitnyang keras dan juga racun yang mematikan. Itu setidaknya adalah monster dengan tingkat bahaya rank-D.

Saat mereka menyadarinya, beberapa hunter mundur secara perlahan. Dilahap oleh teror.

"Yang benar saja?" Suara hunter itu bergemetar. Kalimat itu keluar bukan karena Orchid tarantula yang berdiri di depannya. Itu karena fakta monster itu ditemukan tergeletak tak berdaya.

Perut laba-laba itu terbelah oleh satu sayatan besar. Kaki-kakinya sudah tidak lengkap lagi.

Detik berikutnya, puluhan monster sebesar orang dewasa keluar dari perut laba-laba itu. Sosok monster berkaki empat dengan tangan layaknya pedang, dan ekor yang tajam. Scorpion mantis.

"Scorpion mantis?! Bagaimana bisa mereka muncul disini?" Semangat para hunter itu perlahan menghilang ketika monster monster itu perlahan mendekat.

BAM

Ledakan yang besar tercipta dengan satu sihir yang dilancarkan hunter bertipe mage itu, menciptakan api yang menghalangi pergerakan para scorpion mantis.

"Bertahanlah!" Semangat Yagya pada para hunter, ia menarik senjatanya. Menjatuhkan monster itu satu persatu.

Namun ia terlambat menyadari satu hal. Ketika scorpion mantis itu terbunuh mereka melepaskan sejenis gas yang mengundang kelompok mereka untuk mendekat. Dalam waktu singkat tempat itu dipenuhi oleh para scorpion mantis.

"Oh tidak..."

"Semuanya menunduk!"

Terlambat satu detik saja, sebagian besar dari mereka sudah pasti terbelah menjadi dua sekarang, seperti halnya stalktit itu. Ukurannya puluhan kali lebih besar dari scorpion mantis lain.

Beberapa hunter tertawa dengan putus asa menertawai nasib malang mereka. Memancarkan teror yang mencekik jiwa mereka. Tak berdaya di depan ajal yang menanti mereka. Sesuatu yang tidak pernah mereka bayangkan muncul di hadapannya. Sosok yang seharusnya tidak pernah mereka hadapi.

Great Scorpion mantis, boss monster dengan tingkat bahaya rank-B berdiri di depan mereka.

"SCRRRRRRRRREEEEEEEEEEECCCHHH!"