webnovel

Turnamen

Paman mengantarku ke stadion Serviteur yang dibuat oleh perusahaan terkutuk itu, Pusaka Mandala.

Sudah banyak pemain terkenal dan jutaan penonton yang tampak antusias dan membawa icon player kesukaan mereka.

Stadion memang amat besar. Berbentuk melingkar dengan pusatnya berupa panggung lebar dengan layar 3D, para penonton akan diberi kacamata 3D ketika masuk. Atap stadion ini akan menutup jika terjadi hujan. Benar-benar berkualitas.

"Hati-hati, Nak," ucap paman. "Paman dan Bibi akan menontonmu."

"Jika kamu merasa akan lepas kendali, tolong segera menyerah," sahut Bibi. "Jangan sampai seperti seperti Serviteur National Tournament terakhirmu."

Aku mengangguk mengerti.

Benar. Serviteur National Tournament terakhir yang kujalani adalah tepat sebelum aku keluar dari dunia permainan ini. Aku lepas kendali, aku memang menang tapi aku membuat kerusakan yang amat parah.

"Aku akan hati-hati, kok," ujarku menenangkan mereka. "Tapi, aku juga akan berusaha sekuat tenaga agar mama bangga di atas sana."

Aku turun dan berjalan mantap menuju pintu bertuliskan 'Player&Staff only'.

"Kakak, udah lama enggak ketemu, ya?" Suara yang mengingatkanku akan kesalahan di masa lalu itu menyapaku.

Aku menoleh.

Seorang lelaki berambut hitam dengan ujung biru mint dan bola mata biru mint. Ia seusia Bayu. Pakaiannya serba hitam dan biru mint, ia menenteng topeng kain black jackal.

"Kakak sudah meniruku ketika kakak menjadi V, loh," ujarnya. "Kakak tidak mau minta maaf."

"Maaf, ya," gumamku.

"Tak apa," jawabnya. "Aku tidak keberatan kalau yang meniruku Kakak. Di tempat itu, kita juga dikenal sebagai 'Deathly Twin', kan?"

Aku terdiam.

Anak itu memandangku dengan wajah polosnya, lalu ia menyeringai.

"Aku menantikannya, Kak," ujarnya. "Kakak harus ingat. Sejauh apapun kakak kabur, kami akan mendatangi kakak."

"Kalau kamu di sini..." ucapku.

"Iya, Kak," Dia mengangguk mantap. "Projek itu akan dimulai kembali dengan persiapan yang nyaris sempurna."

Aku menghela nafas pasrah. Tidak ada yang bisa aku lakukan.

"Sampai jumpa, Kak Vera," ujar anak itu. "Ah... salah, Kak Curse."

Anak itu berlalu sambil memakai topengnya.

________________________________

Ruang karantina

"Kamu ada di sini, Vera?!" seru Mella. "Kukira kamu enggak ikut."

"Syukurlah," ucap Linda.

"Kami tidak melihatmu," sambung Linka.

"Aku melihat kalian," ujarku. "Tapi, kalian lagi sibuk dengan fans."

"Kita juga enggak liat Vera, ya kan, Bay?" sahut Adnan.

"Iya, Kak," Bayu mengangguk.

"Aku melihat kalian lagi bersama keluarga kalian tadi," sahutku.

Kami melihat sang Mc turnamen nasional ini. Kami menyebutnya 'Bathir'.

"Selamat siang, Para penonton!" seru Bathir semangat. "Pasti kalian tidak sabar menonton jagoan kalian duel, kan? Tapi sebelum itu, mari kita sambut asisten pemilik Pusaka Mandala, Azrael!"

Sosok yang aku kenal itu melangkah maju ke tengah panggung.

Rambut hitamnya tampak rapi dan mengkilap dibawah terpaan sinar mentari. Bola mata hitamnya seolah dapat menghipnotis kaum hawa. Hidung mancungnya, pipi tirusnya membuat wajahnya semakin sempurna. Bibirnya tertarik membentuk senyum tipis yang nyaris tidak terlihat. Dan kulit pucatnya seolah terbuat dari porselen.

"Selamat siang. Saya atas nama pemilik Pusaka Mandala mengucapkan terima kasih atas kalian semua yang membuat permainan ini semakin spektakuler," Azrael tersenyum dan kembali serius. "Seperti yang anda tau, pimpinan sama sekali tidak keluar untuk publik sehingga saya yang mewakilinya. Dengan izin dari pimpinan, secara resmi Serviteur National Tournament dimulai!"

Confetti menghambur dan mengotori panggung itu.

Sorak sorai terdengar membahana walaupun kami hanya mendengar dari speaker. Para Player langsung heboh, mereka tampak amat antusias.

"Terima kasih sambutannya, Tuan Azrael," ucap Bathir takzim. "Saya tau kalian semakin tidak sabar. Tapi, sudah menjadi kebiasaan bahwa saya akan mengenalkan para player terlebih dahulu."

Aku mendesah. Aku tau ini akan terjadi. Tapi, aku belum siap untuk kembali muncul di publik sebagai "Vera" bukan "V".

Aku celingukkan mencari anak tadi. Aku pun melihatnya.

Ia menyeringai di balik topengnya. Aku tau itu. Ia berbalik dan pergi.

"Kamu melihat apa, Vera?" tanya Mella.

Pertanyaan itu membuat Linda, Linka, Adnan, dan Bayu menoleh. Jelas mereka mulai kepo.

"Bukan apa-apa," Aku menggeleng.

Bathir mulai mengenalkan player satu persatu. Ini akan jadi amat lama.

"Adnan Abimanyu Prasetyo," panggil Bathir. "Serviteur miliknya adalah Archer."

Adnan menoleh kepada kami sebelum naik ke panggung.

Ia tampak seperti malaikat di bawah sinar mentari. Ia melambai dan berdiri di dekat peserta lainnya.

"Aduh," desah Bayu gelisah. "Sebentar lagi namaku bakalan dipanggil, nih."

"Tenang aja, Bayu!" ucap Mella. "Kamu pasti bisa, kok."

"Dhierendra Bayu Adinata," ucap Bathir. "Dengan Serviteur miliknya adalah Cochlea."

Bayu melangkah. Jelas ia tampak canggung karena ia player termuda.

Para penonton menyerukan "lucunya", "pingin kupeluk", "gemes", dan sebagainya.

Beberapa player dipanggil, hingga kesempatan bagi si kembar.

"Lalu, si kembar kerajaan Linda dan Linka," ucap Bathir. "Dengan Serviteur milik mereka adalah Regina dan Coronam."

Si kembar maju dan dipenuhi sorakkan dari para lelaki yang merupakan fans mereka.

"Mella Ariana Felycyana," baca Bathir. "Dengan Serviteur miliknya adalah Anchor."

Mella melangkah dengan canggung. Ia tersenyum manis dan disertai tepukan bergemuruh dari para penonton dan fansnya.

Lalu, aku mendapat giliran terakhir.

"Vera Andromeda Sirius Pandora," baca Bathir. "Dengan Serviteur miliknya adalah Aequor."

Stadion senyap. Para player juga sibuk berbisik membicarakanku.

Aku melangkah. Saking sepinya, aku dapat mendengar ketukan langkahku di panggung logam.

"Vera! Itu Vera yang waktu itu!" seruan reporter membuat para penonton bersorak namaku.

"Wah, wah, rupanya penyambutan yang luar biasa bagi player yang telah break," ucap Bathir. "Para player silahkan ke ruang karantina dan pilihlah pintu masing-masing. Tenang saja, takkan terjadi apa-apa."

Para player berjalan beriringan kembali dan memilih pintunya masing-masing.

Tinggal aku sendiri. Lampu berkedip redup dan anak itu menghampiriku.

Ia memberikan deck kartu yang telah lama kutitipkan kepadanya.

"Aku kembalikan lagi, Kak," Anak itu tersenyum tulus. "Selamat datang lagi di Serviteur System, Kak Curse!"