webnovel

The Fleeing Chaos Demon

Asheel Doom, iblis yang lahir dari kekacauan, dan orang yang terlahir sebagai raja, kabur karena takut dengan mimpi yang dia alami. Dia pergi sambil mengajak rekan-rekannya yang ia temui di masa lalu, dan mereka tiba di sebuah dunia modern yang terdapat iblis, malaikat, malaikat jatuh, dan dewa. Ini hanyalah kehidupan sepasang Dewa yang dibuang ke Alam Fana.

Nobbu · Anime & Comics
Not enough ratings
289 Chs

Turun Gunung

"Jadi bagaimana? Apakah kamu akan mempertimbangkan saranku sebelumnya untuk keluar dan melihat dunia ini?"

Asheel berpikir sejenak sebelum mengangguk, "Yah, jika kamu berkata begitu."

"Kamu akan pergi, Asheel?" tanya Merlin.

"Ya, sepertinya aku harus keluar untuk memecahkan masalah tubuhku ini," kata Asheel.

"Bagaimana?"

"Entahlah, pasti keluar jalan keluarnya nanti." Asheel mengangkat bahu.

"Kalau begitu, aku akan bersiap-siap!" kata Merlin dan segera pergi.

"Eh, kau mau ikut?" teriak Asheel tapi sosok Merlin sudah semakin menjauh. "Hah, dia menjadi semakin seenaknya sendiri..."

"Kamu terlalu banyak menghela napas akhir-akhir ini. Sudah kubilang jangan khawatir karena aku tidak keberatan dengan sosokmu saat ini," kata Sera tersenyum sambil menggosok rambut Asheel.

"Hmph, kau hanya terus-menerus memperlakukanku seperti anak kecil." Asheel mendengus dan memalingkan muka.

"Karena sikapmu yang imut itu, mau tidak mau aku tidak bisa menahannya untuk memperlakukanmu seperti itu~" Sera tersenyum saat mengatakan itu.

"Kamu hanya main-main denganku!"

Sera mengabaikannya lalu berkata, "Ma, ma. Kalau begitu, aku akan mendandanimu dengan pakaian yang paling cocok denganmu."

"Sudah kuduga kau hanya bermain-main denganku!"

"Ufufu~"

...

"Bola apa itu?" tanya Asheel tanpa ekspresi.

Di atas telapak tangan Merlin, ada sebuah bola hitam yang mengambang-ambang. Bola hitam itu terlihat mengkilap dan berputar-putar.

"Ini adalah artefak sihir utamaku!" kata Merlin dengan bangga sambil mendorong dadanya ke depan. "Artefak ini tersusun atas sirkuit sihir yang sangat rumit dan di satukan menjadi benda sekecil ini. Hebat bukan?"

"...." Asheel terdiam sejenak sebelum berkata dengan datar, "Oh, hebat sekali, Merlin-chan, aku terkejut kamu sudah berhasil menciptakan artefak sihir sendiri."

Mendengar nada datar itu, Merlin berkata dengan kesal, "Apa kau mengejekku !?"

"Huhu~ Merlin-chan semakin kasar padaku akhir-akhir ini..."

Melihat mata berkaca-kaca pada Asheel, Merlin buru-buru berkata dengan panik, "Ha... Tunggu! Itu tidak seperti itu! Asheel, tenanglah!"

"Kalau begitu, kau harus membawaku di sepanjang jalan karena kamu sendiri sudah bisa terbang!" Asheel dengan cepat mengubah ekspresinya seolah-olah ekspresi menyedihkan sebelumnya tidak pernah ada.

"Kamu...!" Alis Merlin berkedut kesal, "Hei, itu curang menggunakan ekspresi seperti itu untuk meminta sesuatu..."

Asheel tertegun sejenak sebelum bergumam dengan tidak percaya, "Padahal aku hanya bercanda... Mental penyihir apa !? Kau hanya tsundere!"

"Ts-Tsundere !?" Merlin menaikkan nadanya sebelum meraih Asheel, "Aku tidak tahu apa kata itu, tapi aku tahu kamu mengejekku karena kata-katamu membuatku kesal!"

"Hentikan, Merlin! Kau benar-benar semakin kasar padaku akhir-akhir ini!" Asheel meronta di tangan Merlin.

"Ufufu~" Sera tertawa kecil sambil memegang kamera saat melihat interaksi mereka berdua. Dia lalu menoleh ke samping, "Kamu ikutlah juga, Ophis-chan. Tiga anak kecil yang bermain bersama, itu memang terlihat menyenangkan~"

Ophis hanya menatapnya sejenak sebelum mengangguk.

Sera tersenyum setelah melihat responnya, dia berpikir untuk menguntit mereka nanti kalau-kalau ada wanita tua yang menargetkan Asheel kecilnya yang lucu.

Ophis menggelengkan kepalanya saat melihat ekspresi Sera yang berubah-ubah dengan konyol.

"Sera!" Asheel berlari ke Sera dan bersembunyi di belakangnya dari kejaran Merlin. "Kau cepatlah, Merlin-chan sangat menyebalkan!"

"Ufufu~" Sera terkekeh sebelum terkejut, "Eh ?! Aku ikut juga?" tanyanya terkejut sambil menunjuk dirinya sendiri.

Asheel memiliki mulut terbuka saat menatap Sera dengan ekspresi kosong, "Kaulah yang mengajakku. Cepatlah, aku sudah bosan menunggu sesuatu yang tidak jelas ini!"

"Ara~ tapi aku belum mandi.."

"Kulitmu tidak akan kotor bahkan jika kamu tidak pernah mandi! Kau hanya perlu berganti pakaian!" Asheel mendesaknya.

Sera terdiam sejenak saat dia berpikir sebelum terkekeh, "Kalau Asheel begitu memaksa, maka tidak apa-apa~"

Asheel menghela napas saat melihat sosok Sera yang masuk kembali ke kuil. Dia khawatir tentang dirinya, jika saja Chaos Distraction-nya berulah lagi, tanpa Sera, maka itu dipastikan akan menjadi bencana.

Pengendalian energinya juga sangat buruk saat ini, dia sering terpeleset yang membuat beberapa jenis energi menumpuk menjadi satu yang pada akhirnya menimbulkan sebuah kekacauan.

Dia tidak ingin secara tidak sengaja menghancurkan sebuah desa atau pemukiman manusia saat dia sedang jalan-jalan. Walaupun biasanya dia tidak peduli dengan manusia, tapi demi meraih kemanusiaan itu sendiri, dia setidaknya harus menahan diri untuk tidak merusak barang-barang orang lain.

Pada akhirnya itu hanyalah sebuah alasan.

Sebenarnya dia masih percaya diri jika setidaknya dia bertemu musuh sekuat Ophis atau Yukane, atau bahkan jauh lebih kuat dari mereka seperti Outer God. Itu karena dia memiliki banyak artefak sihir yang sangat kuat di dalam gudang senjatanya.

Atau kalau tidak, dia hanya akan menghancurkan mereka dengan semburan energinya yang kacau. Mungkin itu bisa mengalahkan mereka, tapi dampaknya bisa memengaruhi Abyss itu sendiri.

Tapi dengan selalu bersama Sera disisinya, maka itu akan menjadi lebih aman. Terlebih lagi, dia merasa seperti sudah tidak bisa dipisahkan oleh Sera.

Dengan keadaan tubuh fisiknya saat ini, keberadaan Sera selalu membuatnya nyaman entah bagaimana. Padahal, seorang pria-lah yang seharusnya membuat nyaman wanitanya, tapi dengan memanfaatkan keadaannya saat ini, peran itu bisa menjadi terbalik.

"Sera..." Asheel menghela napas sambil menyebutkan nama itu.

"Ya, ada apa?"

Wajah Sera tiba-tiba muncul tepat di depan matanya, yang membuatnya sangat terkejut.

"Woah, Sera! Kamu mengagetkanku!" Asheel menggerutu pada Sera.

"Eh, bagaimana bisa? Aku selalu disampingmu dari tadi," kata Sera sambil memiringkan kepalanya.

"Eh?" Asheel tertegun.

"Kami menunggumu selama ini karena kamu tampak begitu tenggelam pada pikiranmu," Sera memberitahu.

"Kewaspadaanku..." Asheel menangisi instingnya.

"Jadi bagaimana, sudah selesai merenung?"

"Ya," Asheel lalu menghela napas dan berpikir sejenak sebelum mengangkat bahu, "Terserah, ayo kita berangkat."

"Ya!"

...

"Bagaimana jika kita mengunjungi Kuil Langit? Aku ingin melihat Chaos," kata Asheel menyarankan.

"Bukankah kamu Chaos?" tanya Merlin dengan bingung.

Asheel sering menyebut dirinya Chaos atau Penguasa Kekacauan di depannya, dan mengira jika nama itu adalah dia seperti yang telah di tunjukkan pada altar di bawah tanah. Sebagai penyihir yang haus akan ilmu pengetahuan, dia menjadi sangat penasaran sekarang.

"Apakah kamu percaya jika dunia ini tercipta karena ketidaksengajaan?" Asheel malah balik bertanya.

"Ketidaksengajaan?" Merlin linglung sejenak saat pikirannya berpacu dan berputar-putar di otaknya, banyak spekulasi muncul di benaknya hanya karena perkataan itu.

"Jangan terlalu banyak berpikir, kamu hanya perlu menganggap jika alam semesta ini sangat tidak terduga." Asheel menenangkannya.

"Jadi perkataanmu itu benar? Jika memang seperti itu, keberadaan apa kita ini?" Merlin berada dalam kontemplasi hanya karena memikirkannya.

"Ketidaksengajaan, kebodohan, ketidakstabilan, atau apapun itu juga bisa menciptakan sesuatu. Jika bukan karena Newton tertimpa sebuah apel di kepalanya, pengenalan mengenai adanya gravitasi akan tertunda selama beberapa tahun." Asheel menyebutkan perumpamaan.

Tapi karena itu, Merlin menjadi semakin bingung, "Siapa Newton? Kenapa aku tidak tahu?"

Asheel hanya menepuk bahunya, "Sudah kubilang jangan terlalu banyak berpikir."

Bentuk penghiburan itu membuat Merlin semakin kesal, "Hei, perkataanmu sendirilah yang membingungkanku, yang pada akhirnya terus berputar di otakku."

"Serius?" Asheel dengan linglung berkata sebelum menggelengkan kepalanya, "Kamu itu masih kecil, jangan memikirkan apa yang ada di luar pemahamanmu."

"Kau hanya meremehkanku!" Merlin menyentak padanya. "Dan juga, tolong sadar dirilah, siapa yang paling kecil disini!"

Asheel mengangkat alisnya dengan kesal, "Apa kau ingin aku menunjukkan kehebatan dan kebesaran sejatiku?"

Mendengar itu, wajah Merlin memerah saat mengingat benda besar yang menggantung di selangkangannya saat mereka mandi bersama.

"B-Bodoh, jangan membicarakan hal itu!"

"Lihat, kamu menjadi malu sendiri. Jadi benar, ya? Jika seorang wanita pasti akan tunduk pada kebesaran harta mulia seorang pria?" Asheel berkata dengan bangga.

"Asheel, jaga mulutmu!" Sera tidak tahan lagi dan menegur Asheel. Tentu saja dia tidak akan membiarkan keimutan Asheel meredup hanya karena kata-kata kotornya, kan?

"Apa apaan, Sera? Apa kau memihak Merlin sekarang? Tidak biasanya kau menegurku karena berkata kotor..."

"Itu dulu, sekarang berbeda. Kamu harus menjaga sopan santunmu mulai sekarang!" kata Sera dengan nada menekan.

Asheel menggerutu, "Huh, apa kau Ibuku?"

"Asheel! Jangan berbicara lagi, lihat kita sudah sampai!" Sera berkata sambil menunjuk ke depan.

"Eh, selama ini kita berjalan, ya?"

Akhir-akhir ini, saya merasa seperti sedang menulis naskah.

Seharusnya saya menggabungkan ch ini dengan ch sebelumnya.

Thx

Nobbucreators' thoughts