webnovel

The Fleeing Chaos Demon

Asheel Doom, iblis yang lahir dari kekacauan, dan orang yang terlahir sebagai raja, kabur karena takut dengan mimpi yang dia alami. Dia pergi sambil mengajak rekan-rekannya yang ia temui di masa lalu, dan mereka tiba di sebuah dunia modern yang terdapat iblis, malaikat, malaikat jatuh, dan dewa. Ini hanyalah kehidupan sepasang Dewa yang dibuang ke Alam Fana.

Nobbu · Anime & Comics
Not enough ratings
289 Chs

Ketulusan

"Ini dia," Sera dengan bersemangat menunjuk ke sebuah restoran didepannya.

Itu adalah sebuah restoran yang biasa terlihat di bumi, dengan dinding kaca, pintu otomatis, dan cat bangunan yang khas.

"Haa....." Asheel yang merasa tertekan karena kejadian sebelumnya lalu mengangkat kepalanya dengan tidak bersemangat. Dia mengerutkan kening saat melihat tanda nama restoran, "Junk Food? Bisakah kamu memilih tempat yang lebih baik? Aku tidak mood makan makanan seperti itu pada pagi hari."

"Pagi? Ini sudah siang," Sera membenarkan.

"Hah? Oh, benar juga, dengan kamu disekitar, kita menghabiskan banyak waktu, ya? Hehe..." Asheel tersenyum kecut saat mengingat kejadian sebelumnya. Setiap kali dia melangkah, seseorang pasti akan menyapa Sera, dan mengabaikan dirinya.

"Bukan itu! Ini adalah perbedaan waktu antar Alam!"

"Aku tahu! Aku hanya bercanda sebelumnya..."

"Hmph!" Sera mendengus lalu melangkahkan kakinya ke pintu masuk restoran.

Pintu otomatis terbuka saat mereka semua masuk. Setelah itu, mereka menempati sebuah meja yang kosong dan segera memesan sesuatu.

"Hei, Asheel. Kamu yang memesan! Aku ingin ayam goreng."

Asheel mengangguk dan menoleh ke samping.

"Ophis-chan, apa pesananmu?"

Ophis berpikir sejenak sebelum menunjuk ke poster.

"Burger, ya? Tunggu sebentar, aku akan memesannya."

Asheel berdiri dan mengantri untuk memesan makanan mereka.

Sementara dia memesan, Sera segera membuat isyarat untuk memanggil Ophis.

"Hmm?" Ophis segera menghampirinya.

"Ophis-chan, mau main game?" Sera bertanya sambil mengeluarkan dua gamepad entah dari mana.

Ophis mengangguk dan memegang gamepad itu.

"Lalu..."

Mereka berdua segera tenggelam dalam permainan mereka, dan seperti itu selama beberapa menit kemudian.

"Ophis-chan," Sera memanggil.

"???" Ophis yang sedang berada di dunianya sendiri, lalu tersadar dan menoleh ke arahnya.

"Apakah kamu membenci Asheel?"

"Tidak," Ophis menggelengkan kepalanya.

"Syukurlah..." Sera menghela nafas lega.

"Kenapa...?"

"Yah, kamu melihatnya sendiri, dia memukuli saudaramu, bahkan telah bertengkar denganmu pada awal bertemu." Sera berkata dengan kekhawatiran di matanya.

"Tidak masalah, sangat menyenangkan bersamanya. Lagipula, saat itu akulah yang terlebih dahulu memukulnya." kata Ophis langsung.

"....Terima kasih, Ophis-chan." Sera berkata sambil tersenyum. Dia lalu melanjutkan, "Kamu mungkin tidak tahu, dia mungkin sedikit kehilangan kepercayaan dirinya disini."

Tapi sebelum Ophis bisa menjawab, mereka mendengar suara pria yang akrab dari samping.

"Siapa yang kehilangan kepercayaan dirinya?" Asheel berkata saat dia tiba-tiba muncul.

"Oh, Asheel~! Kamu memesan dengan cepat," kata Sera sambil tersenyum.

"Apanya cepat?! Aku berdiri selama lima menit saat kamu asyik dengan game-mu!" Asheel mengeluh.

"Bukankah itu cepat?" Sera memiringkan kepalanya. "Dan juga, itu adalah tugasmu untuk melakukan semua hal untukku, kan?"

Mendengar itu, ekspresi Asheel melembut secara tiba-tiba. "Ya, aku akan melakukan semua hal yang kamu inginkan selama masih ada pada batasku."

Melihat reaksinya yang tidak dia harapkan, ekspresi Sera menjadi cemberut: "Moo~ Padahal aku ingin kamu menyangkalnya."

"Itu terlalu berlebihan."

Sera mengabaikannya dan tersenyum, "Tapi, aku juga senang dengan perkataanmu."

Asheel juga tersenyum setelah mendengarnya, tapi dia dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Ayo makan ini dengan cepat, kita harus menemui Ayah setelah ini." Asheel mendesak karena dia ingin mengubah topik pembicaraan.

"Kenapa terburu-buru? Kita baru saja sampai disini," Sera mengeluh kali ini.

"Sudahlah...."

"Tapi, Asheel. Aku tahu kamu sangat mencintaiku, bahkan kamu selalu memprioritaskanku. Karena itu setidaknya, jangan hanya aku saja, Albedo, Yasaka, Shalltear, bahkan Narberal dan semua wanita yang telah kamu kencani. Mereka juga berhak untuk menerima ketulusanmu," Sera berkata dengan prihatin dan penuh emosi.

"Apa yang kamu katakan? Aku tulus mencintai kalian semua..."

"Ya, aku tahu. Aku juga merasakannya jika kamu mencintai mereka, tapi bisakah kamu juga adil terhadap mereka semua?"

Asheel terdiam sesaat dan dia bergumam, "Adil, ya?"

Dia lalu berkata, "Sejak aku memiliki wanita lain selain dirimu, itu sudah tidak adil untukmu. Bagaimana aku harus membuat mereka berpikir jika keputusanku adil?"

Sera lalu menghela nafas, "Ya, aku juga merasa jika itu tidak adil pada awalnya. Tapi aku sudah menerimanya, setidaknya bisakah kamu membuat mereka nyaman dan puas denganmu dan juga diriku?"

"Jika hanya itu, aku akan memastikan jika aku bisa melakukannya. Aku janji!" kata Asheel dengan percaya diri. "Tapi, kau tahu, Sera... Kamu adalah nomor satu dihatiku."

"Hahh, aku senang mendengarnya." Sera tersenyum dan menghela nafas sebelum ekspresinya berubah menjadi serius, "Tapi jika kamu terus keras kepala, aku sendiri yang akan merubahmu."

"Baik, baik." Asheel melambaikan tangannya. "Untuk sekarang, aku tidak ingin membicarakannya lagi. Masih ada Ophis-chan disini."

"Hmm?" Ophis yang sedang asyik bermain game tiba-tiba menoleh saat namanya dipanggil.

"....."

"Kamu ternyata tidak mendengarkan, ya?"

Ophis menatapnya sejenak sebelum mengabaikannya dan melanjutkan permainannya.

"Ophis-chan, letakkan itu dan makan burgermu," kata Sera.

"Um!" Ophis mengangguk dan langsung meletakkan gamepadnya.

Pada akhirnya, Asheel dan Sera masih memperlakukan Ophis seperti gadis kecil.

...

"Hei, apakah kamu menemukan tempat yang salah?"

Asheel memandang Sera dengan ragu, yang terakhir hanya membuka Dimensional System untuk mengecek lokasinya.

"Ini sudah benar, kok." Sera mengonfirmasi.

"Apakah orang tua itu mengubah seleranya atau apa? Aku masih ingat jika tempat yang sebelumnya kita kunjungi adalah sebuah bangunan mewah dengan halaman yang sangat luas, kenapa menjadi bangunan lawas !?"

Mereka bisa melihat gedung kantor yang biasa mereka temukan di bumi, tapi bangunan ini terlihat lawas. Walaupun begitu, kesan modern-nya masih terasa, halaman depan juga terurus dengan baik. Jika dilihat lebih dekat, dinding lawas itu hanyalah dekorasi yang unik.

"Kenapa kamu terkejut ?! Bukankah ini sudah pernah terjadi sebelumnya?" Sera menatapnya dengan tanpa ekspresi.

"Benarkah?! Aku sudah lupa," Asheel tanpa ragu-ragu membuka pintu dan masuk.

Dia disambut dengan suasana perusahaan pada umumnya. Banyak karyawan mondar-mandir, resepsionis berada tepat di ruangan depan, banyak furnitur yang tergeletak seperti meja, kursi, sofa, buku, vas, dll.

Meski tampak seperti perusahaan pada umumnya, teknologi disini sangatlah maju dibandingkan dengan teknologi dari Alam yang berada dibawahnya.

"Di dalamnya tidak berubah..." Asheel bergumam dengan tatapan mengenang.

"Ayo langsung menemui Ayah, dia pasti ada di lantai paling atas."

Setelah Sera mengatakan itu, seorang wanita dengan pakaian rapi menghampirinya.

"Apakah Anda Sera-sama? Kalian sudah ditunggu oleh pemimpin di lantai atas. Jika tidak keberatan, saya akan memimpin Anda."

Sera melambaikan tangannya, "Tidak usah repot-repot, aku sudah tahu letaknya."

Mengatakan demikian, Sera memimpin Asheel dan Ophis berjalan diantara lorong.

Mereka menaiki lift dan tiba di lantai paling atas. Setelah keluar, mereka segera berjalan menuju suatu ruangan.

Setelah masuk, Asheel dan Sera disambut oleh beberapa wajah yang sangat akrab.

"....Siapa?"

Saat suara pintu terbuka dan mereka bertiga masuk, salah satu dari orang yang bekerja disana bertanya.

"Oh, itu Sera-chan!"

Suaranya sangat keras dan segera, seluruh ruangan mendengarnya. Itu menjadi keributan saat meja dan kursi banyak bergeser karena mereka semua berbondong-bondong menghampirinya.

"Dimana, dimana Sera-chan ?!"

"Benar-benar Sera-chan!"

"Lama tidak bertemu, Sera-chan? Apakah kamu merindukanku?"

"Jangan bermimpi! Dia kembali pasti karena Sera-chan ingin menemuiku!"

"Apa kau bilang, ha...?!

"....."

"Begini lagi," Asheel tidak bisa berkata-kata.

"Asheel-san ?!"

Terdengar suara dengan nada terkejut di telinga Asheel dan dia menoleh ke arahnya. Setelah itu, dia bisa melihat wanita yang tampak akrab baginya.

"Alyssa-san?"

Wanita itu tersenyum, "Ya, itu aku."

Asheel menatapnya sejenak dengan tatapan mengenang sebelum menghela nafas lega.

Alyssa yang melihat itu, tidak bisa tidak bertanya, "Ada apa?"

"..... masih ada yang mengingatku.."

"Tenang saja, Asheel-san. Aku tidak akan melupakanmu," kata Alyssa sambil tersenyum.

Asheel juga tersenyum ke arahnya. Dia ingat jika wanita ini adalah seorang permaisuri atau apapun itu di High Abyss, dan dia juga tahu jika Alyssa bukanlah nama aslinya. Yah, itu hanya kode namanya saat dikantor.

Saat Asheel masih bekerja di tempat ini, Alyssa adalah teman kerjanya sekaligus duduk di meja sebelahnya. Hubungan mereka cukup baik, tapi sekarang menjadi canggung setelah Asheel sudah lama tidak berkunjung ke tempat ini.

Melihat Alyssa sekali lagi, dia menyapanya: "Lama tidak bertemu, Alyssa-san."

"Ya, sudah lama. Apakah kamu akan menemui pemimpin, ataukah...?" Alyssa bertanya dengan ragu-ragu.

"Ya, sudah waktunya." Asheel tidak menyembunyikannya jika dia berada dalam proses Chaos Distraction.

Mendengar itu, Alyssa tersenyum dan membungkuk: "Aku mendoakan kesejahteraanmu."

"Terima kasih, Alyssa-san."

Setelah mengatakan itu, dia kemudian mendengar suara Sera dari benaknya.

"Asheel, kamu menemui Ayah terlebih dahulu, aku akan menyapa orang-orang ini sebentar."

"Tapi...." Asheel ragu-ragu.

"Aku berjanji tidak akan lama. Bahkan kamu tidak akan merasakannya jika aku akan berada di sisimu segera."

"Baiklah," Asheel mengangguk.

Menghela nafas dalam benaknya, dia merasa gelisah seperti seorang anak yang terpisah dari orang tuanya. Chaos Distraction adalah saat paling dia membutuhkan Sera di sisinya.

Dia lalu pamit dengan Alyssa dan berjalan lebih jauh, kemudian dia tiba di sebuah pintu ruangan.

Membukanya, dia bisa melihat jika dinding latar belakangnya adalah sebuah kaca tembus pandang yang memungkinkannya melihat pemandangan kota dari luar.

Di depan latar, seorang pemuda dengan rambut biru muda keputihan dengan helai-helai emas duduk di kursi besar lengkap dengan meja luas didepannya.

Pemuda itu menangkupkan tangannya dengan ekspresi serius sebelum membuka matanya saat pintu ruangan terbuka.

"Akhirnya kamu datang-"

Sebelum dia bisa menyelesaikan kata-katanya, pintu sudah ditutup kembali dan dia mendengar suara gumaman dari luar:

"Aku tidak melihat orang tua itu, apakah aku salah memasuki ruangan?"

"..."

Alis pemuda itu berkedut saat mendengarnya.

Maaf, penamaan saya sangat buruk.

Thx

Nobbucreators' thoughts