webnovel

The Fleeing Chaos Demon

Asheel Doom, iblis yang lahir dari kekacauan, dan orang yang terlahir sebagai raja, kabur karena takut dengan mimpi yang dia alami. Dia pergi sambil mengajak rekan-rekannya yang ia temui di masa lalu, dan mereka tiba di sebuah dunia modern yang terdapat iblis, malaikat, malaikat jatuh, dan dewa. Ini hanyalah kehidupan sepasang Dewa yang dibuang ke Alam Fana.

Nobbu · Anime & Comics
Not enough ratings
289 Chs

Kesempurnaan Manusia

"Kurasa ... aku ... telah menemukan tujuanku yang baru. Mendaratkan pukulan di wajahmu!"

"Asheel-kun, kamu menakutiku!" Supreme One mendobrak meja dengan keringat di lehernya.

Zerdite bahkan sedikit melebarkan matanya saat mendengar pernyataan Asheel dan melihat reaksi Supreme One. Yang terakhir mungkin hanya membuat lelucon yang berlebihan, tapi sebenarnya Supreme One sendiri sangat enggan jika Asheel terus-terusan menyerangnya.

'Hm, kurasa aku harus mengupgrade Meido lebih cepat dari rencana.' Supreme One memajukan jadwalnya.

"Perubahan penampilanmu lah yang akan membuatmu menjadi sasaran. Meski sulit, tapi aku akan berjuang sekuat tenaga!" Asheel mengepalkan tangannya saat dia merasa bersemangat.

Sementara itu, Supreme One ingin menangis. "Tolong jangan katakan itu dengan wajah penuh tekad!"

Omong-omong, ini adalah pertama kalinya Zertide melihat Supreme One yang membuat lelucon. Ini sedikit mengejutkannya ketika mengetahui hubungan aneh antara Supreme One dan Penguasa Kekacauan.

'Penguasa Kekacauan ... orang yang harus aku singkirkan....'

Menatap Ayahnya lagi, matanya menjadi tampak bertekad. Dia percaya jika suatu hari nanti, posisi Ayahnya akan menjadi miliknya.

Lagipula, dia sudah mengetahui rahasia kekuatan Ayahnya.

Asheel tanpa sadar memperhatikan Zertide. 'Heh, orang yang bertekad sama sepertiku.'

Asheel tersenyum saat dia memikirkan ide yang menarik. Dia mengeluarkan sesuatu dari balik pakaiannya dan melemparkannya ke Supreme One.

Supreme One dengan reflek anehnya dengan mudah menangkapnya. Saat itu, matanya membelalak karena melihat benda di tangannya.

"Ini adalah ... Inti Kekacauan?! Bukankah--"

Asheel langsung memotongnya, "Itu adalah oleh-oleh dariku. Aku mempercayakannya padamu intiku yang berhaga. Dengan ini, kau seharusnya bisa memanfaatkan Alam Kekacauan dengan mudah, kan? Benda itu bisa membuatmu terhubung dengan Alam Kekacauan. Itu adalah rahasia kekuatanku, aku percaya pada kalian."

Supreme One merasa sedikit heran dengan penjelasan itu, tapi dengan cepat dia menganggukkan kepalanya dengan mengerti. Dia menangkap apa yang direncanakan Asheel. 'Yah, ini bisa menjadi hiburan yang menarik. Jika itu benar-benar terjadi ... maka aku hanya harus menyingkirkanmu meskipun kau adalah anakku. Lagipula, aku pernah melakukannya berkali-kali.'

Supreme One mulai memperhatikan orb seukuran bola ping pong itu dengan seksama. Dia memutuskan untuk melebih-lebihkannya, "Ini benar-benar nyata! Akhirnya kamu mau meminjamkanku benda ini. Sebelumnya, kau sangat pelit, apa yang membuatmu berubah pikiran dan meminjamkanku benda berbahaya ini, Asheel-kun?"

"Balas budi." Asheel mengatakannya acuh tak acuh.

Supreme One mengangguk, "Terima kasih, dengan benda ini, aku bisa menekan invasi dari Alam Kekacauan. Tidak, aku bahkan bisa memulihkan Omniverse yang sudah dimakan oleh Alam Kekacauan. Lagipula, mengendalikam Alam Kekacauan dengan benda ini akan menjadi lebih mudah!"

Mata Zertide bergetar untuk beberapa saat, dia seperti tidak bisa lagi mengendalikan ekspresi wajahnya. Setelah berusaha menekannya, akhirnya alisnya kembali ke posisi semula saat dari awal hingga akhir, dia terus memasang ekspresi tabah.

'Aku harus mengatur ulang rencanaku. Tidak kusangka hari dimana aku mengambil alih akan terjadi lebih cepat. Asheel Doom, kau benar-benar kejutan bagiku.'

Sudah tidak bisa menahan kegembiraannya, Zertide memutuskan untuk keluar dari ruangan ini. Dia pamit sebelum Supreme One mengijinkannya.

Melihat Zertide keluar, Asheel dan Supreme One tidak mempermasalahkannya saat fokus mereka sepertinya berada pada Inti Kekacauan.

Hanya setelah pintu itu ditutup, Zertide tidak bisa menahan seringai sinisnya. Senyuman bengkok membelah wajahnya menjadi dua.

"Perasaan kegembiraan yang luar biasa. Hari ini aku akan merayakannya."

Setelah merencanakannya, dia berjalan keluar dari gedung ini.

...

Sementara itu, di dalam ruangan, Supreme One meletakkan Inti Kekacauan di meja dan menghela napas.

"Jadi kau juga menyadarinya, Asheel-kun."

"Bahkan manusia di alam bawah lebih bisa menyembunyikan ambisinya. Meskipun berusaha menyembunyikkannya di balik topeng ketenangan, gerakan kecil di wajah bisa menunjukkan perubahan yang begitu besar. Dalam hal kelicikan, manusia lebih unggul daripada kami. Kau pun juga begitu, kan? Lagipula, manusia adalah ciptaan terhebatmu." Asheel menyeringai saat menatap Supreme One.

"Kau benar semua, manusia adalah makhluk yang lebih sempurna daripada Dewa jika kita melihatnya dari kehidupan mereka." Supreme One setuju dengannya.

Meski manusia lebih lemah, dan kerap kali memandang Dewa sebagai makhluk sempurna, tapi di mata Supreme One sendiri, manusia adalah makhluk yang lebih sempurna.

Pandangannya hampir mirip seperti Chaos yang menciptakan Britannia, yang menganggap manusia sebagai puncak kesempurnaan.

Lagipula, kecuali kekuatan, manusia memiliki apa yang tidak dimiliki Dewa.

Manusia memiliki siklus kehidupan yang abadi, terus hidup dan mati. Dengan emosi, mereka bisa menampilkan kebaikan dibalik kejahatan, dan sebaliknya. Keragaman jenis manusia dan karakterisasi mereka juga merupakan sebuah kesempurnaan.

Memang, jika kita hanya memandang manusia sebagai sebuah individu, kesempurnaan itu tidak akan terlihat, bahkan sulit untuk seseorang menyadarinya. Saat manusia bersatu, baru saat itulah kesempurnaan mereka bisa dilihat dan dirasakan.

Hanya dengan melihat manusia yang bisa menampilkan berbagai emosi, itu sudah menunjukkan seberapa sempurnanya manusia, meski di mata manusia itu sendiri, kekuatan dan kekuasaan adalah hal yang paling sempurna bagi mereka.

Manusia memiliki impian tak terbatas. Dulu, manusia ingin mencapai bulan, dan setelah impian itu tercapai, ambisi manusia berkembang hingga mereka ingin menyentuh matahari.

Masih ada banyak hal hebat lagi yang bisa dicapai oleh umat manusia, tapi dengan kesempurnaan yang sama, mereka bisa menghancurkan diri mereka sendiri.

Asheel pernah melihatnya sendiri, saat umat manusia semena-mena menghancurkan dunia yang mereka tinggali demi diri mereka sendiri.

Itu terdapat di sebuah planet bumi yang sudah rusak, abad ke-22. Karena tidak tahan dengan kebodohan umat manusia, Asheel memutuskan untuk menghancurkan dunia itu.

Itu masih dunia yang sama dengan dunia asal Momonga, Ainz Ooal Gown II.

Belum ada dua dekade Asheel dan Sera berada di sana, tapi yang pertama sudah menghancurkannya.

Terkadang, apa yang dilakukan manusia malah bisa merugikan diri mereka sendiri. Seperti seiring dengan perkembangan zaman, bahaya baru muncul dari majunya teknologi yang semakin unggul.

"Tapi, diatas manusia, ada eksistensi yang lebih sempurna, yaitu aku!" Supreme One menunjuk dirinya sendiri dengan bangga.

Asheel memutar matanya, "Kau masih suka bicara besar."

"Hehe, Asheel-kun. Aku mengira kau kesini karena ingin mengetahui kabar anakmu yang akan lahir. Aku tahu kau khawatir, tapi janin di dalam rahim putriku seharusnya baik-baik saja."

"Seharusnya baik-baik saja? Dari caramu mengatakannya, aku malah semakin tidak yakin."

"Yah, ada banyak faktor tidak menentu karena itu berasal darimu yang seorang Chaos. Tapi sejak putri sulungmu baik-baik saja, Sera seharusnya juga begitu."

"Chaos sulit untuk melahirkan Chaos lain, jika tidak, populasi Chaos pasti sudah membentuk klan mereka sendiri. Sejak awal, kekhawatiranku berasal dari diriku sendiri." Asheel menutup matanya dan menghela napas.

Sejak Supreme One menyebutkannya, Asheel menjadi mengingat anak pertamanya, Robin. Bahkan sekarang, dia masih menganggap kelahirannya sebagai kecelakaan.

Itu tidak terduga sama sekali, tapi tidak terlalu mengejutkan saat anak pertamanya terlahir sebagai seorang manusia, bukan Chaos.

Manusia yang bisa menggunakan kekuatan Chaos, lebih tepatnya.

Saat pertama kali mengetahui jika dia mempunyai bayi di perut wanita bernama Olivia itu, Asheel sangat bersemangat. Tapi setelah melihat kesedihan dan kecemburuan di mata Sera, dia segera menekan kegembiraannya.

Meski Asheel memperlakulan Robin lebih seperti keponakan atau anak asing yang dia asuh, hubungan mereka masih baik-baik saja karena setiap minggu mereka selalu bertemu.

Ya, seharusnya baik-baik saja.

Robin juga hidup seperti anak-anak pada umumnya, tapi Asheel tidak tahu apakah dia puas karena sosok yang seharusnya menjadi sang Ayah sering tidak ada di sisinya.