webnovel

The Exciled Queen

"Sudah ku bilang, dia bukanlah seorang ratu!" "Tidak ada seorang yang pantas disebut ratu jika ia berani membunuh suaminya sendiri!" "Kau pantasnya disebut ratu kegelapan!" teriakan kesal para rakyat Andora untuk Ratu Alice. Ratu Alice yang mentalnya telah dihajar habis-habisan pun menyerah dan menuruti keputusan para rakyatnya. Ia dituntut pengasingan diri di sebuah hutan belantara oleh rakyatnya karena dituduh telah membunuh Raja Albert, suaminya sendiri. Bagaimana rasanya difitnah setelah kehilangan suami tercinta? Bagaimana bisa ia bertahan sendiri dalam fitnah sekejam itu? Sementara ia merasakan kesedihan mendalam karena kehilangan suaminya. "Aku ikuti kemauan kalian semua, meskipun ini semua bukan ulahku!" "Ini fitnah!" "Kini kalian mengasingkan seorang ratu yang tidak bersalah!"**** Pengasingan diri itu dijalani oleh Alice selama bertahun-tahun lamanya. Selama pengasingan, dia terus menuntut keadilan untuk dirinya sendiri sampai akhirnya ia pun memiliki dendam terhadap Kerajaan Andora. Hal itu menyebabkan perubahan drastis pada Alice, ia menjadi wanita penyihir yang penuh dendam serta menjadi pemuja kegelapan. Ia bersumpah suatu saat akan kembali ke Kerajaan Andora, yang dimana itu adalah tempat dibawah kekuasaannya dulu. Ia bersumpah akan membawa si pelaku pembunuh dari suaminya itu di hadapan rakyat Andora serta merebut kembali kekuasannya.

Yutaandra0 · Fantasy
Not enough ratings
9 Chs

Alice Sandara

Di setiap kejayaan yang kita dapat, pasti akan ada sebuah bencana yang berusaha menghancurkannya. Namun, itu semua tergantung keteguhan hati. Mental dihajar habis-habisan? Pasti. Perebutan tahta? Jelas! Kadang kita perlu sedikit dendam untuk bisa mencapai keinginan kita. Mungkin setelah membaca kisahku, kalian akan setuju akan semua kalimat yang aku ucapkan.

Alice Sandara, 1974.

"A-ayah! Ayah, bangun! Ayah!"

"Jangan pergi, Ayah! Alice tidak mau sendirian."

"Siapa yang tega membuatmu seperti ini, Ayah?"

"Ayaahhh!!!"

Detak jatungnya sudah tidak ada lagi, denyut nadinya terhenti dan napasnya pun sudah tak berhembus lagi.

Suara isak tangis Alice semakin keras ketika ia tidak lagi mendengar detak jantung sang ayah. Ia menyadari jika kini ayahnya telah pergi ke alam surga dan meninggalkannya sendirian di dalam hutan belantara untuk selamanya. Entah apa yang telah terjadi kepada ayahnya, Alice tidak mengetahuinya. Ia mendapati ayahnya yang sudah bersimbah darah di atas ranjangnya, saat Alice bangun dari tidurnya. Betapa terkejutnya ia saat itu, tubuhnya seakan terpaku di depan jasad sang ayah yang sudah lemas tak berdaya. Perlahan ia pun mencoba membawa jasad ayahnya dengan sekuat tenaga ke luar rumah dan nekat mengubur sang ayah dengan tangannya sendiri.

"Ayah ... aku harus berbuat apa setelah kepergianmu ini?"

****

Kini Alice yang malang hanya tinggal sendirian di sebuah rumah kecil peninggalan sang ayah, yang letaknya di tengah hutan belantara. Alice yang masih berduka itupun m belum bisa menyangka akan nasibnya yang seperti ini. Ayahnya adalah sosok malaikat untuk Alice, dari kecil ia hidup dan dirawat dengan penuh kasih sayang oleh sang ayah. Entah apa yang bisa ia lakukan setelah ini. Keseharian Alice hanya mengumpulkan dan mencari bahan makanan yang berasal dari hutan. Ia sudah pandai bertahan hidup di dalam hutan belantara semenjak bersama ayahnya, bedanya, kini ia harus berjuang sendirian.

"Hai, anak malang!"

Suara itu menyapa Alice yang tengah sibuk mencari bahan makanan di dalam hutan. Ia lalu menoleh dan mencari sumber suara itu. Saat ia menoleh, berdiri seorang wanita berjubah hitam yang sedang memandangi Alice.

"Si-siapa kau? Mau apa?" Alice gugup dan sedikit ketakutan saat melihat wanita itu.

"Tenang ... jangan takut, aku hanya ingin menolongmu." jawab si wanita misterius itu.

"Menolongku? Hmm ..."

"Namaku Valeria, aku kasihan melihatmu sendirian di tengah hutan ini, ikutlah denganku. Aku akan merawatmu dengan senang hati, kebetulan aku juga tinggal sendiri."

Alice pun mencoba untuk mempercayai wanita yang ingin menolongnya itu. Ia kemudian ikut bersama Valeria untuk pergi ke rumahnya.

Sesampainya di rumah Valeria.

"Kau bisa tinggal di sini selama yang kau mau, anak malang."

"Tapi aku tidak mau meninggalkan rumah peninggalan ayahku, Nyonya." jawab Alice.

"Nak, biarkan rumah itu menjadi rumah ayahmu seutuhnya. Dia memang sudah pergi, tetapi ia tetap tinggal dan menjaga rumah itu. Kau bisa sesekali datang ke sana jika kau mau." Valeria mencoba meyakinkan Alice yang masih kebingungan.

Alice semakin kebingungan, bagaimana ia bisa tahu jika ayahnya telah meninggal?

"Baiklah, aku akan mengikutimu di sini. Tapi, aku minta untuk jangan pernah melarangku jika aku ingin kembali pulang, Nyonya."

"Hmm ... baiklah." jawab Valeria.

****

Singkat waktu, Alice pun hidup bersama Valeria di dalam rumah sederhana yang letaknya masih di dalam hutan. Namun, hal aneh mulai terjadi pada sikap Valeria terhadapnya. Si wanita tua itu kini semakin semena-mena memperlakukan Alice. Alice merasa diperbudak olehnya dan semua kata-kata manis Valeria pun kini semakin lama semakin sirna. Alice kerap kali dijadikan seperti budak yang tak kenal lelah, selalu dibentak bahkan sering mengancamnya.

"Aku ingin pulang, aku tidak mau lagi hidup denganmu, Nyonya. Aku bisa hidup sendiri." ucap Alice.

"Silahkan saja jika kau bisa." jawab Valeria.

Alice pun memamlingkan wajahnya dan segera beranjak keluar dari rumah Valeria. Namun, saat ia melangkahkan kakinya, tiba-tiba ia terhempas dan terjatuh di samping Valeria. Alice pun kebingungan dengan apa yang terjadi.

"A-apaan ini? Kenapa aku terhempas? Aku tidak bisa keluar." ujar Alice panik.

"Sudah ku bilang, keluar saja jika kau bisa."

"Apa maksudmu? Aku tidak betah diperbudak olehmu! Kau hany bersantai di rumah ini lalu menyuruhku untuk melayanimu!" Alice kesal dan membentak Valeria.

"Ah!"

Tiba-tiba Alice kembali terpental ke arah tembok rumah Valeria. Ia lalu memperhatikan gerak tangan Valeria yang seakan sedang mengontrol gerak tubuh Alice saat itu.

"Siapa kau sebenarnya? Lepaskan aku!" teriak Alice.

"Kau tidak boleh pergi, Alice yang malang. Kau akan tetap di sini menjadi budakku, hanya tinggal menunggu sedikit lagi sampai usiamu dewasa. Aku akan menurunkan seluruh ilmu sihirku padamu, dengan begitu aku akan hidup abadi."

"Jika kau masih berani pergi dari sini, maka aku dengan mudah akan membunuhmu." jelas Valeria.

Mendengar perkataan Valeria, Alice pun tercengang. Ternyata orang yang selama ini berniat menolongnya itu adalah seorang wanita penyihir jahat. Valeria ternyata hanya membohongi Alice, ia tidak benar-benar menolong Alice, justru Valeria akan menjadikan gadis malang itu sebagai budak dari ilmu sihirnya.

"Sial! Bodohnya aku! Bisa-bisanya aku termakan janji manis wanita jahat ini!" Alice yang kesakitan itu pun tak berdaya lagi setelah diancam oleh Valeria, si penyihir jahat itu.

****

Setelah menerima kenyataan pahit itu, kini Alice mulai beranjak dewasa dan tumbuh menjadi wanita cantik dan auranya begitu memikat. Ia masih dalam asuhan Valeria dan belum berhenti menjadi budaknya. Alice kini tengah berusaha mencari cara agar bisa keluar dari rumah itu dengan selamat. Mengingat ia akan menjadi pewaris ilmu sihir jahat dari Valeria, Alice pun semakin membulatkan tekad untuk bisa kabur dan menjauh dari Valeria.

Valeria pergi untuk mengambil air di sebuah sungai yang tidak jauh dari rumah Valeria. Selama ia pergi ke luar rumah, Alice selalu memakai gelang yang sudah terkena sihir Valeria. Gelang itu akan menjadi perantara Valeria jika Alice mencoba untuk kabur. Namun, gelang sihir tersebut bisa berada di luar jangkauan Valeria jika bisa tersentuh oleh pedang sakti milik seorang raja dari kerajaan manapun. Hal itulah yang membuat Valeria berencana dan berharap agar ada salah satu raja yang datang menyelamatkan masa depannya. Saat ia tengah mengambil air jernih dari sungai, tiba-tiba ia mendengar suara jeritan seorang laki-laki yang meminta tolong dari kejauhan. Alice panik dan kemudian mencari sumber suara itu. Suara itu semakin terdengar jelas di telinga Alice. Suara itu rupanya berasal dari arah sumur air yang sudah lama tidak diurus. Alice pelan-pelan melihat ke dalam sumur, dengan sangat hati-hati ia menoleh dan mencari jeritan suara itu.

"Siapapun di sana, tolong aku!" Tolong!" Jeritan itu terus bergema dari dalam sumur.

"Siapa di sana? Ada orang? Halo?" Alice mencoba untuk memanggil orang yang ada di dalam sumur itu.

Saat ia melihat ke dalam sumur, tiba-tiba ...