webnovel

The Cruel Denzel

Denzel merupakan pewaris tunggal perusahaan Benjima. Di usianya yang terbilang masih muda yaitu 27 tahun ia sudah bisa dibilang sukses. Ia juga sudah dipercaya oleh keluarganya untuk menjadi seorang Presdir diusianya yang sekarang. Perusahaan Benjima merupakan perusahaan terkaya di Skotlandia. Denzel dikenal sebagai Presdir yang dingin.Ia bisa bersikap kejam pada siapapun. Karena itu ia dijuluki The Cruel Man saat berada dikantor. Namun siapa sangka sikapnya mulai berubah saat bertemu dengan gadis berusia 22 tahun. Gadis yang merupakan sepupu dari mantan kekasihnya semasa SMA.

Murni_Ningsih_8363 · LGBT+
Not enough ratings
10 Chs

Pertemuan Jane dan Julian

Saat Jane hendak pulang dari apotek membeli obat untuk sang ayah tiba-tiba saja motor matic yang ia kendarai mogok dijalan. Ia tidak tahu kenapa bisa seperti itu padahal bensin masih ada karena ia baru isi bahan bakar tadi siang. Entahlah mungkin karena ia tidak pernah menservis motornya secara rutin. Jangankan untuk perawatan motornya untuk makan dan membeli obat ayahnya saja ia masih pinjem sana-sini.

Julian sudah menyelesaikan pekerjaan yang ia miliki sejam yang lalu disaat bersamaan sahabatnya mengirimkan sebuah pesan untuk datang ke sebuah pup yang biasa mereka datangi. Menyambar jas yang terletak di kursi lelaki itu segera membalutkan pakaian resmi model Eropa berlengan panjang yang biasa dipakai diluar kemeja itu ke tubuhnya.

Julian membelah jalanan dengan mengendarai mobil kesayangannya berwarna hitam dengan model sport yang ia dapat dari hasil taruhan dengan Denzel. Sungguh beruntung dia saat itu.

Melihat jam mewah yang melingkar ditangan menunjukkan pukul 22.00 waktu setempat. Masih satu jam lagi pup akan dibuka. Karena jarak kantor Julian ke tempat pup hanya memakan waktu sekitar tiga puluh menit maka lelaki itu memutuskan untuk membeli segelas kopi disalah satu kedai di kota Edinburgh. Ia memilih take away dan memarkirkan mobil di tepi jalan untuk menikmati minuman berkafein itu di dalam mobil untuk menghangatkan tubuhnya.

Julian menyeruput kopi yang masih terlihat mengepul asapnya. Melihat pemandangan yang secara tidak sengaja ia lihat Julian pun meletakkan kopi yang tersisa separuh gelas diatas car drink holder. Membuka pintu mobil berjalan menuju seorang gadis yang terlihat kesulitan disana. Julian perlahan berjalan menghampiri Jane. Gadis itu duduk di tepi jalan dekat dengan motornya dengan sebuah kantong plastik berisikan obat yang ia beli tadi. Kini ia merasa bingung sudah berulang kali ia mencoba menyalakan motornya itu namun berkali-kali juga ia gagal.

Ayahnya sekarang pasti mengkhawatirkan dirinya.

"Lebih baik aku dorong saja motor ini." gumam Jane yang mulai menuntun motornya.

"Tunggu." teriak seseorang saat Jane baru akan melangkah.

Jane menoleh ke arah sumber suara. Ia memicingkan mata menatap orang itu. Siapa dia apa dia penjahat atau rampok. Jika penjahat kenapa berpenampilan rapi seperti seorang pemimpin sebuah perusahaan. Ah masa bodoh pikir Jane ia pun kembali mendorong motornya hendak menyusuri jalanan.

"Tunggu nona." Julian memegang belakang motor Jane untuk menghentikan langkah gadis itu.

"Iya Tuan." Jane pun menghentikan langkahnya kembali menatap lelaki itu. Tampan itulah kata yang terlintas di pikirannya saat melihat dengan jelas seperti apa lelaki yang memanggilnya tadi.

"Apa yang sedang nona lakukan malam-malam begini." tanya Julian.

"Hey apa dia buta apa dia tidak lihat aku sedang mendorong motor yang mogok ini." tentu saja kata itu Jane ucapkan hanya didalam hati.

Jane pura-pura tersenyum ke arah Julian dan berkata. "Saya sedang olah raga malam Tuan." Julian menyatukan kedua alisnya mendapati jawaban Jane yang terkesan nyeleneh itu.

"Olah raga?" ulangnya.

"Apa tuan tidak lihat apa yang sedang saya lakukan saat ini?" tanya Jane.

Dan dengan polosnya Julian menjawab. "Nona sedang mendorong sebuah motor."

"Nah tuh tahu."

"Maksud saya kenapa nona mendorong motor dan bukan malah menaikinya."

Sejujurnya Jane malas berdebat karena dirinya merasa lapar. Kalo boleh mengeluh uang untuk makan malam ia belikan obat untuk ayahnya. Karena ia tidak tega melihat ayahnya menahan rasa sakit.

"Jika motor ini hidup maka saya dengan senang hati akan menaikinya tuan." ucap Jane kemudian melangkahkan kakinya kembali untuk mendorong motor matic yang mogok itu.

"Ikut aku." Julian menarik tangan Jane secara tiba-tiba membuat keseimbangan tubuhnya goyah hingga membuat motor yang tadi ia pegang terjatuh.

"Aaaaa motorku." teriak Jane melepaskan genggaman tangan Julian dipergelangan tangannya. Ia berjongkok memeriksa motor yang sudah bertahun menemani dirinya.

"Untung nggak lecet." batin Jane kemudian bangkit menatap Julian dengan ekspresi marah.

"Apa yang tuan lakukan tidak tahukah tuan jika motor saya rusak apa tuan mau ganti kerusakannya."

"Tentu." satu kata yang keluar dengan entengnya dari mulut Julian yang diiringi dengan seulas senyuman.

Jane memutar kedua bola matanya dengan malas."Dasar orang kaya sombong." gerutu Jane yang masih didengar oleh lelaki itu.

Kruyuk kruyuk perut Jane bernyanyi disaat waktu yang tidak tepat membuat Julian seketika tertawa mendengar hal itu.

"Apanya yang lucu." Jane berusaha mengangkat kembali motor yang sempat terjatuh tadi. Namun lagi-lagi Julian menarik paksa Jane hingga membuat motor itu terjatuh untuk kedua kalinya. Jane berusaha melepas kembali tangan Julian namun kali ini tidak berhasil sebab Julian mengeratkan genggamannya.

"Lepas." berontak Jane.

"Lepas atau aku akan teriak." ancam Jane.

"Masuk." ucap Julian saat membuka pintu mobilnya.

"Ha." ucap Jane otaknya masih belum mencerna dengan jelas perintah Julian agar dirinya masuk ke dalam mobil sport lelaki itu.

"Aku bilang masuk." Julian mendorong tubuh Jane supaya segera memasuki mobilnya.

"Motorku." Jane melihat ke arah dimana motor matic itu tergeletak.

"Nanti montirku yang akan urus, cepat masuk." Jane akhirnya duduk disamping Julian. Ia melihat lelaki itu mengitari mobil dan membuka pintu mobil disisi sebelahnya. Saat Julian mulai memutar stop kontak untuk menjalankan mobilnya Jane pun memberanikan diri untuk bertanya. "Apa kau penjahat?"

Julian tersenyum mendengar pertanyaan konyol yang gadis itu ucapkan. "Apa ada penjahat setampan diriku ?"

"Narsis sekali tuan."

"Julian."

"Apa?" ucap Jane.

"Panggil aku Julian saja tidak usah pakai tuan aku bukan tuanmu." ucap Julian memperkenalkan dirinya.

"Baiklah, kau akan membawaku kemana? bisakah kau antar aku pulang saja ayah pasti sudah menunggu dan mengkhawatirkan aku." pinta Jane.

"Baiklah tapi sebelum itu kita mampir dulu ke suatu tempat." Jane hanya mengangguk menanggapi perkataan Julian.

Mobil Julian berhenti disalah satu cafe yang tidak jauh dari tempat dimana ia bertemu dengan Jane. Merasakan mobil berhenti Jane pun mengedarkan pandangan ke sekeliling tempat. Ia ternganga bukankah ini cafe elit yang ada disini. Untuk apa ia kesini mana ada Jane uang untuk makan disini sedangkan untuk beli air mineral disini saja pasti Jane tidak mampu.

"Ayo turun." entah sejak kapan lelaki itu turun dan membukakan pintu mobil untuk dirinya.

"Untuk apa kita kemari?" tanya Jane yang masih belum beranjak dari duduknya.

"Untuk berenang, tentu saja untuk makan mang untuk apalagi?" kesal Julian yang mendapati Jane masih enggan untuk keluar.

"Apa kau tahu ini cafe bintang lima." sekarang Julian paham apa yang ada di pikiran gadis ini.

"Sudah tidak usah dipikirkan ayo turun sebelum cafe ini tutup." akhirnya Jane pun keluar dari dalam mobil.

"Ayo." Jane mengangguk sebagai jawaban kemudian ia mengikuti langkah Julian. Mendaratkan tubuhnya disalah satu kursi di cafe itu.