webnovel

The Cruel Denzel

Denzel merupakan pewaris tunggal perusahaan Benjima. Di usianya yang terbilang masih muda yaitu 27 tahun ia sudah bisa dibilang sukses. Ia juga sudah dipercaya oleh keluarganya untuk menjadi seorang Presdir diusianya yang sekarang. Perusahaan Benjima merupakan perusahaan terkaya di Skotlandia. Denzel dikenal sebagai Presdir yang dingin.Ia bisa bersikap kejam pada siapapun. Karena itu ia dijuluki The Cruel Man saat berada dikantor. Namun siapa sangka sikapnya mulai berubah saat bertemu dengan gadis berusia 22 tahun. Gadis yang merupakan sepupu dari mantan kekasihnya semasa SMA.

Murni_Ningsih_8363 · LGBT+
Not enough ratings
10 Chs

Meminta nomor telepon

Jane terus melihat jam dinding berbahan kayu dengan angka berwarna hitam tebal dan iconik yang terpajang di tengah cafe. Detik berwarna merah terus berputar memperdengarkan bunyi setiap gerakannya. Jane begitu khawatir dengan ayahnya. Lelaki tua itu pasti juga khawatir dengan dirinya yang tak kunjung pulang. Baterai ponsel pun juga sudah mati karena Jane lupa mengisi daya baterainya.

"Cepat habiskan makananmu jangan khawatir aku akan mengantarmu pulang setelah ini." ucap Julian yang seolah paham dengan apa yang ada di dalam pikiran wanita itu.

Tanpa menjawab Jane segera melahap menu yang sudah lama tersedia dihadapannya. Ia makan seolah sudah tiga hari tidak makan tanpa jeda ia terus memasukkan sesendok demi sesendok makanan ke dalam mulutnya hingga penuh. Julian yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya.

"Pelan-pelan nanti kau tersedak."

"Uhuk uhuk." tak lama setelah Julian berucap benar saja Jane tersedak karena ia hendak menjawab ucapan Julian namun tertahan karena banyaknya makanan yang masih memenuhi rongga mulutnya.

"Minumlah aku bilang kan pelan-pelan aku tidak akan minta makanan itu." Julian segera menyodorkan segelas minuman ke arah Jane.

Orange jus itu Jane tenggak hingga tersisa separuh. Dan kini perutnya sudah terasa kenyang. Tanpa bisa terkontrol sendawa pun keluar dari mulutnya.

"Ups sorry kelepasan." ucap Jane menampilkan deretan giginya.

"Wanita ini nggak ada jaim-jaimnya sungguh unik." batin Julian melihat Jane dengan mata yang begitu meneduhkan hati.

"Ayo, aku akan mengantarmu pulang." Julian memanggil pelayan untuk membawakan bill. Kemudian memberikan sebuah black card unlimited untuk membayar.

"Orang kaya." ucap Jane sambil manggut-manggut namun terdengar oleh Julian.

Dan malam itu sebelum ke pup bertemu dengan Denzel dan sahabatnya terlebih dulu Julian mengantar Jane pulang hingga di depan gang kontrakan yang Jane tempati karena gang nya terlalu sempit maka mobil tidak bisa masuk sampai ke depan rumah.

"Terima kasih." ucap Jane sebelum turun dari mobil Julian.

"Apa perlu aku antar sampai depan rumahmu?" tanya Julian menawarkan diri untuk menemani Jane hingga di rumah kontrakan nya

"Tidak, terima kasih sebaiknya kamu segera pergi sepertinya kau memiliki urusan yang tertunda karena sedari tadi ponselmu terus berdering." ucap Jane saat melihat layar ponsel Julian kembali menyala.

"Baiklah sampai jumpa." Julian pun melajukan mobilnya kembali menuju pup di Victoria street. Ia mengabaikan para sahabatnya yang sudah beberapa kali menghubungi dirinya.

"Astaga kenapa aku lupa minta nomer ponselnya. Ah besok aku akan mencari rumahnya dimana yang penting aku sudah tahu dimana gang rumahnya." Julian berbicara pada dirinya sendiri. Dan malam itu akhirnya empat sekawan itu membahas tentang Jessica yang akan menikah sebulan lagi hingga pagi menjelang tanpa adanya wanita j*lang yang biasa menemani para lelaki pengunjung pup.

***

Keesokan paginya Julian diminta oleh papanya untuk meminta tanda tangan Denzel. Karena perusahaan Benjima dan perusahaan milik papa Julian sudah bekerja sama cukup lama. Untung saja saat Julian menghubungi Engin bertanya apakah Denzel sudah pergi ke perusahaan atau belum. Dan beruntungnya dia Denzel belum pergi ke kantor. Karena jarak rumah Denzel tidak terlalu jauh hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit saja. Namun jika harus ke perusahaan Benjima maka ia harus menempuh jarak yang cukup jauh. Karena perusahaan Benjima dengan kantor Julian berlawanan arah.

Begitu sampai di rumah Denzel yang begitu megah Julian segera menekan bel yang terdapat disamping pintu masuk ke dalam rumah. Tidak ada orang yang keluar Julian pun memutuskan untuk masuk karena kebetulan pintu depan tidak terkunci dan terbuka. Sayup-sayup ia mendengar suara sahabatnya itu dari arah dapur. Julian begitu hafal dengan rumah yang ditempati Denzel karena sejak masih SMP Julian dan sahabat Denzel yang lain suka menginap di tempat Denzel saat liburan sekolah tiba.

"Astaga bibi mengagetkanku." Julian terkejut melihat Bibi tiba-tiba berdiri dihadapannya.

"Tuan mencari siapa?tuan denzel masih sarapan bersama nona Jane.

"Baiklah saya akan ke dapur menyusul mereka."

"Maaf tuan, saya tidak pernah membuat kopi sebelumnya." Baru Denzel akan menjawab ucapan Jane terdengar pintu bel berbunyi. Bibi segera membukakan pintu. Terlihat seorang lelaki dengan setelan baju kerja yang casual dan modis datang menghampiri Denzel yang berada di ruang makan.

Pandangan Jane bertemu dengan laki-laki itu. Keduanya pun berucap secara bersamaan.

"Kamu."

"Julian."

"Kalian saling kenal?" tanya Denzel saat melihat keduanya sama-sama terkejut.

"Ini gadis yang aku ceritakan sebelum aku tiba di pup malam itu." Denzel hanya menjawab dengan berOH ria saja.

"Nona, siapa namamu semalam kau belum menyebutkan nama." tanya Julian

"Jane, namaku Jane tuan." ucap Jane memperkenalkan diri. Mereka berdua seolah melupakan seseorang yang kini merasa tidak dianggap keberadaan nya oleh Doble J (Julian dan Jane)

"Oh ya Jane bolehkah aku meminta nomer ponselmu supaya montir yang memperbaiki motormu bisa menghubungi dirimu saat semua sudah selesai diperbaiki."

"Baiklah." Jane pun menyebut beberapa angka nomer ponselnya. Tanpa mereka sadari seseorang juga mencatat nomer ponsel Jane secara diam-diam.

"Ekhem." akhirnya Denzel berdehem menyadarkan mereka bahwa ada dirinya diruangan yang sama saat ini.

"Oh ya Denzel papa menitipkan ini agar kau tanda tangani." Julian memberikan map berisi lembaran kertas yang harus Julian bubuhkan tanda tangan disana.

Denzel membuka map tersebut dan membacanya dengan teliti agar tidak ada satu hal yang ia lewatkan sebelum akhirnya ia memberikan beberapa tanda tangan di pojok bawah kanan kertas itu.

"Sudah, dan pintu keluar ada disana."

"Haah." keduanya kompak mengucapkan kata itu.

"Kau mengusirku bro? Really?" ucap Julian yang tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Apa sekarang pendengaran mu bermasalah?" Denzel berucap tanpa memandang Julian membuat lelaki itu merasa aneh tidak biasanya sahabatnya itu mengusir dirinya. Julian mengambil map itu kembali sebelum pergi meninggalkan rumah Denzel.

"Jane nanti aku hubungi kau jika motormu sudah selesai diperbaiki." ucap Julian.

"Terima kasih Julian." tak lupa Jane memberi senyum pada Julian yang hendak pergi keluar.

"Apa Julian dia kata sejak kapan mereka menjadi seakrab itu." batin Denzel dalam hati

"Aku akan mengantarmu sampai depan." baru saja gadis itu mengangkat kaki untuk melangkah seseorang sudah berucap dengan suara yang dingin, tegas dan tajam."

"Mau kemana kau, ia tidak akan tersesat dirumah ini jadi lanjutkan pekerjaan mu sekarang." Julian semakin merasa aneh dengan sikap Denzel terhadap Jane. Namun lelaki itu tidak ingin mengambil kesimpulan secara cepat.

"Baiklah kita ketemu lagi di kantormu nanti Denzel. Sampai jumpa Jane." Gadis itu melambaikan tangan ke arah Julian. Hal itu tidak luput dari pandangan Denzel.

"Gadis ini harus diberi hukuman bisa-bisanya dia bersikap manis dengan laki-laki lain di hadapanku." Denzel menyeringai tipis saat ia memikirkan hukuman yang pantas untuk Jane.