webnovel

Prolog

Jika dia nyata,

Dia pasti kembali.

Aku berjalan di atas rerumputan yang mulai mencair karena sebentar lagi musim semi akan datang menggantikan musim salju. Mrs. Nelson belum kembali dari kota, anak-anak di panti mulai mengeluh karena dinginnya salju merasuk ke dalam bilik-bilik kamar.

Kami tidak punya banyak pilihan, terlahir tanpa orang tua membuat kami harus sabar. Karena dunia tidak selamanya berjalan untuk anak-anak yang tidak punya keluarga. Tahun ini agak sedikit lebih baik daripada tahun lalu, tahun lalu kami hampir tidak bisa menggerakkan kaki kami akibat cuaca yang buruk terjadi di kota ini.

Aku menyadari segalanya sudah berubah, usiaku yang akan menginjak lima belas tahun akan membawaku untuk jauh lebih dewasa lagi. Aku mengerti bahwa dunia tidak berpaku pada satu orang saja dan oleh karena itu, aku menyukai menjadi diriku sendiri.

Carlisle murung beberapa hari terakhir, dia benci harus hidup dengan kenyataan bahwa kami bisa makan adalah suatu anugerah. Aku tidak menyalahkannya. Anak laki-laki yang lebih tua dua tahun dariku itu sebentar lagi akan segera pergi dari panti.

Kami sudah tahu itu, jika kau menginjak usia tujuh belas maka kau akan pergi dari panti. Kau bisa hidup sesuai dengan apa yang kau inginkan. Dan sayangnya, pergi dari panti berarti menghadapi dunia ini sendirian.

Aku tidak begitu menyukai Mrs. Nelson, dia memiliki wajah paling menyebalkan yang pernah ku tahu. Hidung mancung bak tongkat sihir, mata biru yang mengganggu dan rambut putihnya yang selalu digambarkan oleh anak-anak panti sebagai rambut nenek-nenek jahat.

Sebenarnya jika boleh jujur, Mrs. Nelson tidak seburuk itu. Dia memang agak sedikit menyebalkan tapi untuk kepeduliannya pada anak-anak yang tidak memiliki rumah, dia adalah malaikat.

Hal itu yang membuatku berpikir bahwa terkadang, tidak ada hal di dunia ini yang benar-benar buruk.

Aku menyadari bahwa langkah kakiku sudah membawaku ke garis belakang panti ini, itu adalah hutan yang jarang sekali dikunjungi. Ada beberapa peraturan yang tidak boleh dilanggar, salah satunya adalah masuk ke dalam hutan itu.

Aku tidak tahu mengapa, mungkin para biarawati tidak ingin ada kejadian buruk menimpa para anak-anak disini tapi peraturan itu sedikit membuatku mengangkat alisku.

Aku bukanlah anak yang diinginkan oleh siapapun di dunia ini, aku sedikit terlalu keras kepala dan tidak sabaran. Aku juga sering memimpikan banyak hal aneh yang terkadang membuat kepala para biarawati itu pusing tujuh kepalang.

Langkahku yang berat membuatku memilih duduk menyender di bawah pohon paling luar di hutan itu, aku selalu menyadari ada yang tidak beres denganku dan aku tidak tahu mengapa. Aku sudah berusaha menjelaskan pada mereka yang merupakan orang dewasa tapi tidak pernah ada yang peduli, tidak ketika mereka menganggap bahwa semua itu adalah imajinasi kekanak-kanakan yang mulai menerpa diriku di usiaku saat ini.

Aku benci ketika tiap malam, aku harus terbangun karena suara-suara dan mimpi-mimpi aneh mengenai diriku yang duduk di antara dunia dunia fana. Aku benci ketika sedang menghapal kitab suci yang mereka miliki malah membuatku merasa ada dorongan untuk pergi dari itu semua.

Mereka tidak tahu apa yang aku rasakan dan aku tidak pernah bisa menyalahkan mereka karena bagiku semuanya hanyalah imajinasi, sama seperti yang mereka katakan.

Aku tahu bahwa hidup terkadang memang seperti itu, mereka membuatmu tersadar bahwa kau adalah pemenangnya sebelum pada akhirnya memakan mu hidup-hidup dan membiarkanmu kembali menjadi monster yang terus menerus mengganggu.

Sulit rasanya tidak memandang ke arah kegelapan yang saat ini dimiliki oleh hutan yang berada di belakang panti, kegelapan itu begitu menggoda dan aku sebenarnya ingin masuk ke dalamnya.

Tapi aku ingat kata para perawat di ruangan yang mengatakan para penunggu kegelapan adalah anak-anak yang tergoda untuk masuk kedalamnya.

Kegelapan selalu menggoda anak-anak seperti kami yang tidak memiliki keinginan untuk hidup tapi memiliki keinginan yang kuat untuk balas dendam. Mereka menyukai anak-anak yang tidak percaya akan kebahagiaan tapi percaya akan rasa sakit yang ditimbulkan oleh iri hati dan dengki.

Dan kegelapan selalu menjadi tempat tersulit yang menggoda setiap orang-orang lemah yang tidak punya rumah untuk tinggal.

Aku tidak ingin seperti mereka yang tergoda dan masuk menjadi salah satu pengikutnya. Aku bukan orang yang tamak atau iri hati walau kadang aku benci dengan anak-anak yang memiliki keluarga sempurna.

Aku juga masih punya tempat tinggal dan oleh karena itu kegelapan tidak akan bisa memakan ku.

Tidak ketika aku masih memiliki cahaya untuk pulang.

Tetesan air tiba-tiba mengalir dari atas kepalaku dan aku bisa melihat dia sedang tersenyum padaku.

Walaupun aku tahu hanya aku yang bisa melihatnya di sini, itu sudah cukup. Aku tidak kehilangan siapapun bahkan harapan sekecil apapun.

Yang aku ketahui saat ini, diriku masih belum bisa pulang. Tidak bisa kembali ke tempatku yang asli dan aku tidak bisa membuka gerbangnya sama sekali.

Dan untuk itulah aku berharap untuk bisa menua bersama orang-orang yang menganggap ku sebagai tokoh penting di hidup mereka.

Bukan pecundang.

"Elrys!" Suara Carlisle mengagetkanku dan dia mulai berjalan kepadaku.

Aku tahu bahwa pada akhirnya dia akan berbeda denganku di masa depan dan aku baik-baik saja dengan itu.

Aku tahu bahwa di dimensi yang lainnya dia dan aku berada di sisi yang berlawanan tapi aku bisa memahaminya.

Aku juga tahu bahwa pada akhirnya kami harus beranjak tua bersama dan itulah hal yang paling menakutkan dalam hidupku.

Aku pernah mati satu kali dan Carlisle adalah kematian ku yang selanjutnya.

"Aku mencari mu sejak tadi, apa yang kau lakukan?"

Aku mencoba untuk membiasakan diri dengan perubahan yang terjadi tapi sepertinya itu membuatnya hanya merasa gelisah.

"Hanya duduk dan mencoba mengingat-ingat sesuatu."

Carlisle memberikanku pandangan yang semakin membuatku merasa tidak nyaman.

"Apakah kepalamu sakit lagi? Jika iya, aku bisa mengatakan kepada Mrs. Nelson."

"Tidak! Tolong tidak!"

Dia mengangguk dan kemudian mulai mengatakan hal-hal aneh lagi.

Sebenarnya agak canggung menatapnya saat ini disaat aku tahu bahwa di masa depan dia akan menjadi orang yang paling berpengaruh kepadaku.

Tapi di dimensi lainnya dia hanya akan menjadi orang yang menggangguku.

Aku mungkin menderita gangguan jiwa karena aku tidak bisa membedakan realitas ku saat ini dengan apa yang terjadi di dunia khayalanku.

Atau mungkin itu bukanlah dunia khayalanku.

Jadi ketika Carlisle mengulurkan tangannya padaku, aku tersenyum padanya.

Mungkin benar bahwa aku harus menerima semuanya secara lapang dada.