webnovel

Terjangan Sang Superhero

Indonesia kedatangan pesawat lintas galaksi dan dimensi. Pesawat tersebut rupanya membawa serta pasukan alien dalam jumlah besar. Untuk apa pesawat alien membawa pasukan segitu besar kalau bukan untuk menguasai bumi secara besar-besaran. Hal tersebut yang menjadi sumber keresahan para penduduk bumi. Keresahan para penduduk bumi pun dijawab oleh sekelompok pahlawan super yang tergabung dalam Serdadu Hansip. Kelompok ini akan menjadi tumpuan harapan para penduduk bumi dalam menghadapi serbuan makhluk ekstrateresterial itu.

Acep_Saep88 · War
Not enough ratings
10 Chs

Markas Serdadu Hansip

Pinggiran Jakarta,

Di depan gundukan besar tanah yang yang entah digunakan untuk menimbun apa, tampak Arsid sedang berdiri sambil menatap gundukan itu.

"Pesawat alien? Apa benar begitu?" gumamnya seraya menoleh ke belakang tepat ke arah sesosok aneh yang sedang berjalan dengan kedua kakinya dengan tertatih.

"Kelelawar alien ini sebenarnya asalnya dari mana?" Ia menatap waspada ke arah sosok kelelawar besar yang tampaknya sedang tidak dalam keadaan fit itu.

Sebelumnya Arsid sempat bertarung dengan kelelawar tersebut dengan kemenangan di tangannya. Sosok makhluk cryptid tersebut membuatnya merasa sangat penasaran. Makhluk itu tidak begitu kuat namun akan sangat menggemparkan jika berada di area yang banyak orang.

Perjumpaannya dengan makhluk tersebut tidak lain karena laporan dari Adi mengenai keberadaan makhluk tersebut yang mondar-mandir di sekitar gundukan besar yang sepertinya mengubur sesuatu yang besar di bawah sana.

Mendadak sosok kelelawar itu menderu hendak menerjang ke arahnya. Arsid segera menghindar kemudian melontarkan sebilah pisau kecil yang disebutnya sebagai Taring Singa. Namun pisau kecil itu tidak mengenai sasaran karena lawan cukup cepat dalam menghindar.

Makhluk tersebut menerjang Arsid hingga jatuh telentang. Selanjutnya makhluk itu hendak menghantam wajah Arsid dengan cakarnya yang tajam. Namun Arsid berhasil menghindar dengan cara menggelinding kemudian menghantam punggung makhluk itu hingga terdengar suara jeritan mengerikan dari si kelelawar.

"Kau sebaiknya katakan siapa yang membawamu ke planet ini!" Arsid dengan lantang berseru kepada makhluk tersebut.

"Grrrrraaaahhhh... Todeo sakrese dru Ordinen Kasalga!" Makhluk tersebut rupanya dapat berbicara meski dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh Arsid.

"Apa? Bicara apa kau ini? Aku tidak mengerti. Baiklah, aku anggap kau tidak bisa berbicara." Arsid mengikat makhluk tersebut dengan tali panjang yang selalu ia bawa sebagai perlengkapan untuk memburu para penjahat.

Malam hari tiba.

Arsid telah berada di markas rahasianya. Ia telah membawa makhluk tersebut ke markasnya dan mengurungnya di dalam ruang tahanan khusus.

Di markasnya tersebut telah hadir Nindy dan Adi yang keduanya terlihat seperti sedang berpikir keras setelah bos mereka mendapatkan tangkapan yang tidak terduga.

"Kau suka daging kelelawar, bos?" ujar Adi sambil mengetuk-ngetuk dagunya.

Arsid menoleh ke arah Adi.

"Aku bukan orang rakus. Lagipula kelelawar sebesar itu sudah pasti bukan berasal dari dunia kita. Orang rakus pemakan daging dari berbagai jenis binatang pun pasti akan berpikir dua kali untuk menyantap daging kelelawar raksasa ini," tukasnya.

"Itu mirip Man-Bat kalau aku ingat-ingat," kata Nindy.

"Tapi dia memiliki sepasang tanduk seperti tanduk banteng berukuran kecil. Ia juga dapat berbicara dengan bahasa yang sama sekali asing. Mungkin ia benar-benar alien," tukas Arsid.

"Alien kok seperti makhluk bumi? Mungkin lebih tepatnya itu adalah makhluk cryptid atau makhluk hasil rekayasa genetika. Siapa tahu saja ada para ilmuwan yang iseng melakukan eksperimen pada kelelawar dan manusia yang disatukan," kata Adi sambil menengadah melihat ke arah jendela yang terletak di atas ruangan di mana mereka berada. "Aku rasa kelelawar ini bukan satu-satunya karena aku melihat beberapa yang sepertinya sedang meluncur tepat ke arah kita!"

Mendadak sebuah ledakan besar menghancurkan atap bangunan yang menjadi markas bagi Arsid dan kawan-kawan. Ledakan tersebut rupanya diakibatkan oleh suatu serangan dari salah satu penyerang berwujud kelelawar raksasa yang menggendong meriam berdiameter 20 sentimeter.

Tak lama serangan kedua dari meriam yang dibawa makhluk yang disebut sebagai Bat-devil itu meluncur kemudian meluluhlantakkan bangunan markas milik Arsid dan kawan-kawan tersebut.

Setelah bangunan tersebut hancur dan rata dengan tanah tampak para Bat-devil beterjunan mendarat ke atas reruntuhan markas Arsid. Mereka kemudian melepaskan Bat-devil yang sebelumnya sempat dikurung oleh Arsid. Selanjutnya mereka terbang meninggalkan reruntuhan tersebut.

Api tampak berkobar di beberapa titik bangunan itu. Api muncul dari beberapa fasilitas milik Arsid yang terkena serangan meriam para Bat-devil itu.

Tak lama dari salah satu titik reruntuhan, Arsid keluar dengan susah payah. Ia merangkak seraya menyingkirkan puing-puing yang menimbunnya. Ia tampak gosong akibat serangan mendadak tersebut.

"Salah besar bagiku membawa makhluk itu kemari!" Arsid mengumpat seraya bernafas megap-megap.

Dua hari kemudian, sebuah kejadian yang melibatkan para Bat-devil kembali terjadi. Kali ini sebuah fasilitas penyimpanan Axelon Tube milik sebuah perusahaan yang menjadi target. Para Bat-devil tersebut meledakkan fasilitas itu dan mengambil semua Axelon Tube yang dipasang di sana.

Dua kasus itu kini menjadi perhatian serius Arsid. Ia merasa ada aktor intelektual di balik kemunculan para Bat-devil itu.

Ia pun berencana menyelidikinya sendiri. Ia tidak melibatkan rekan-rekannya karena khawatir dengan keselamatan mereka. Apalagi mereka berdua sedang terluka serius pasca serangan yang menghancurkan markasnya.

Di samping itu, perasaan bersalahnya karena telah membawa salah satu Bat-devil ke markas, menjadi alasan baginya untuk melakukan penyelidikan seorang diri tanpa melibatkan siapapun.

Ia memulai penyelidikan dengan mendatangi gundukan tanah di mana sebelumnya ia menemukan Bat-devil tersebut. Ia pun menggali gundukan itu dan menemukan semacam periskop besar.

Namun, belum sempat ia memeriksa periskop dari suatu benda yang ia kira adalah sebuah pesawat alien, mendadak sesosok makhluk besar muncul sambil menenteng sepucuk senapan besar berwarna biru mengkilat.

"Kau menemukan salah satu BENIH milikku!" Sosok yang adalah Doros Tabrul itu menembak Arsid menggunakan senapan lasernya hingga lenyap tak bersisa. "Matilah kau manusia penguntit!"

Berpindah tempat dengan cepat, seseorang yang sedang duduk dengan secangkir kopi di atas meja di hadapannya mendadak terlonjak hingga mendorong kursi yang didudukinya hingga menyenggol bokong seorang perempuan berpakaian seksi di belakangnya.

"Hei! Kira-kira dong!" bentak perempuan itu.

Laki-laki berusia sekitar empat puluh tahunan berpakaian putih berkelir hitam serta berkepala plontos itu bangkit dari duduknya kemudian merunduk di hadapan perempuan itu.

"Maafkan saya, nona. Saya tadi sedang tertidur kemudian tiba-tiba terbangun karena mimpi. Mimpi itu mengagetkan saya hingga kursi ini hampir menyenggolmu," ucapnya dengan nada penuh penyesalan.

"Kau sudah menyenggolku dengan kursi itu, dasar bodoh! Laki-laki botak tidak punya otak!" maki perempuan itu kemudian berlalu dengan hentakannya yang kasar.

Laki-laki itu mengangkat muka kemudian menggelengkan kepalanya.

"Dasar wanita. Untungnya dia tidak memperpanjang masalah," gumamnya seraya duduk kemudian menatap ke arah cangkir kopinya.

"Tuan Ansa, apa yang terjadi barusan? Kenapa dia memaki-maki anda?" ujar seorang laki-laki berpakaian necis berupa tuksedo berwarna biru dan celana bahan berwarna hitam serta sepatu pantofel. Rambutnya disisir klimis dan begitu rapi.

"Tuan Daeng Yusuf. Tadi itu saya tidak sengaja menyenggol body gadis itu. Saya sudah meminta maaf tapi ia malah memaki saya kemudian pergi begitu saja. Entah ia melupakan masalah tadi atau ia akan mencari bala tentara untuk melabrak saya," tukas pria bernama Ansa itu.

"Anda tidak sengaja melakukannya? Saya rasa memang begitu karena setahu saya anda bukan laki-laki hidung belang," tukas Daeng seraya tersenyum.

Namun senyumannya mendadak berubah menjadi datar setelah melihat perempuan itu datang bersama selusinan laki-laki yang membawa senjata tajam maupun pentungan.

"Oh, tidak. Ternyata perkiraanmu yang kedua yang benar, tuan Ansa," katanya dengan panik.

"Tidak heran, tuan Daeng. Dia kan puterinya Erion Sulhan. Kau pasti tahu siapa itu Erion Sulhan. Bos mafia pentolan Naga Sembilan. Ia adalah penguasa de facto di kota Kakao ini," tukas Ansa dengan tenang. Ia kemudian menyeruput kopinya yang hampir dingin. "Masih enak meski sudah hampir dingin. Inilah yang saya suka dari African Kick."

"Tapi saya masih lebih merekomendasikan Golden Arabica, tuan Ansa," kata Daeng sambil mundur perlahan. Ia merasa jika keributan tidak akan terhindarkan.

Perempuan yang tadi memaki-maki Ansa mengacungkan telunjuknya ke arah Ansa.

"Itu orangnya! Kalian pastikan dia kehilangan kepalanya beberapa detik dari sekarang!" ucapnya sengit.

"Dimengerti, nona Eris." Salah seorang bodyguard-nya mengiyakan kemudian beranjak ke arah Ansa diikuti anak-anak buahnya.

Para bodyguard-nya Eris mendatangi Ansa dan salah seorang dari mereka menyambar kerah baju laki-laki itu kemudian menariknya dengan kasar.

"Kau berani menyentuh nyonya Sulhan! Maka hukumannya adalah mati!" Bodyguard tersebut menghantamkan pentungannya ke leher Ansa hingga laki-laki itu jatuh telungkup ke lantai.

Di saat itu Ansa merasa melihat seseorang yang tubuhnya baru saja hancur dilumat sinar laser yang memancar dari laras senapan laser yang digunakan sesosok makhluk berbadan tinggi besar serta seperti bersisik.

"Kembalikan hidupku. Kumohon. Aku belum selesai dengan tugasku." Terdengar suara seseorang di telinga Ansa dengan bunyi seperti dengungan yang memekakkan telinga.

"Siapa di sana?" Ansa berucap melalui kemampuan magisnya.

"Aku Arsid. Kau pasti Doctor Apostate. Aku membutuhkan bantuanmu. Kembalikan aku ke kehidupanku. Aku tidak ingin mati sebelum bisa melawan makhluk pembawa bencana itu," sahut Arsid di balik wujud astralnya.

"Aku benci dipanggil dengan julukan itu! Panggil saja aku Ansa. Ansa! La Bela Ansa adalah nama lengkapku!"

"Baiklah, tuan Ansa. Tolong bantu saya kembali ke kehidupan dunia saya."

"Aku bantu kau tapi tolong setelah ini temui saya di Kota Kakao."

"Tidak masalah. Saya akan ke sana. Kebetulan saya punya teman orang sana."

Sementara di luar percakapan astral antara Ansa dan Arsid, dua orang bodyguard Eris tengah bersiap memenggal leher Ansa dengan sebilah katana yang sangat tajam.

Daeng tidak berkutik saat menyaksikan orang-orang tersebut hendak mengeksekusi Ansa. Ia hanya bisa berpaling, tidak mau melihat adegan yang akan sangat mengerikan itu.

Ketika mata katana hampir mencapai punggung leher Ansa, mendadak terdengar teriakan para bodyguard yang lain.

"Hentikan itu Jaden! Kau akan membunuh Nyonya Sulhan!"

Bodyguard bernama Jaden itu dengan sigap menghentikan aksinya. Ia pun terbelalak sekaligus terhenyak saat melihat sosok pria yang akan dipenggalnya telah berganti menjadi sosok majikannya.

Keadaan pun menjadi kalang kabut. Tempat tersebut menjadi sangat heboh. Terlebih Eris yang kini menangis meraung-raung. Ia merasa marah kepada para bodyguard-nya yang hampir saja menghabisinya. Ia juga merasa sangat trauma setelah mengalami peristiwa yang hampir saja merenggut nyawanya.

Daeng yang menyaksikan peristiwa tersebut merasa sangat terkejut sekaligus ketakutan. Ia benar-benar merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja disaksikannya itu.

"Tuan Ansa benar-benar Doctor Apostate itu. Aku pikir itu hanya rumor. Ternyata dia benar-benar Doctor Apostate," gumamnya sambil bergidik ngeri.

Beberapa jam kemudian di tempat yang tidak jauh dari lokasi peristiwa horor yang menimpa Eris Sulhan, puteri bos mafia Erion Sulhan.

Tampak Arsid dengan penampilan lusuh, duduk berhadapan dengan Ansa. Ia sesekali memijit keningnya untuk meringankan sakit kepalanya.

"Bagaimana rasanya hidup setelah mati?" ujar Ansa.

"Doctor Apostate. Maaf, tuan Ansa. Saya merasakan hal yang sangat buruk daripada kematian yaitu apa yang baru saja saya alami," kata Arsid sambil merintih seperti sedang ketakutan.

"Itu adalah karena keteledoranmu. Seandainya kamu lebih sigap, maka ini tidak akan terjadi. Asal kau tahu seharusnya dirimu tetap berada di dimensi astral. Gara-gara kamu kembali ke dunia ini, keadaan menjadi lebih buruk. Tapi aku bersedia mengembalikanmu karena aku berharap kau adalah orang yang bertanggung jawab, tuan presiden," kata Ansa sambil menyipitkan kedua matanya menatap ke arah Arsid.

"Saya akan membereskan apa yang telah saya rusak, tuan Ansa. Terimakasih sudah membangkitkan saya," ucap Arsid. "Saya akan mencari para pahlawan super untuk menghadapi ancaman yang kini sedang merongrong tempat tinggal kita ini. Saya harap anda menjadi salah satu yang bersedia bergabung."

Ansa tersenyum sinis.

"Saya bukan pilihan sama sekali, tuan Arsid. Silahkan cari orang lain. Saya sekarang sibuk. Saya harus pergi."

Arsid terkesiap saat menyaksikan Ansa menghilang begitu saja dari hadapannya. Ansa menghilang bersama kepulan debu yang tertiup angin.

Arsid sekarang menyadari jika dirinya kini tengah berada di antara para pengunjung restoran fast food yang sedang menikmati santapannya.

"Oh, sial! Aku harus segera keluar dari sini!" umpatnya seraya beranjak pergi.

Empat hari kemudian di emperan sebuah toko peralatan elektronik di Kota Bogor.

"Apa kau gila? Saya ini sudah bangkrut. Perusahaan bangkrut. Mana bisa saya menciptakan lencana sakti itu lagi," kata seorang pria beruban yang mengenakan kemeja garis-garis putih.

"Ayolah Adam. Jangan membuatku merasa bersalah begini," tukas Arsid sambil menatap miris ke arah pria yang adalah Adam Quinn itu.

"Toko elektronik ini adalah satu-satunya hartaku yang tersisa, tuan Arsid. Apa aku bisa menciptakan kostum manusia baja di dalam toko ini?" Adam menepuk etalase di tokonya tersebut.

"Saya tidak bisa menjawabnya, Adam. Tapi kau bisa menjawabnya," tukas Arsid.

Keesokan harinya di pantai selatan tidak jauh dari kota Kayara.

"Alien? Mungkin yang anda maksud adalah Doros Tabrul. Seharusnya anda menghubungi orang yang bernama Johannes Barry atau seorang gadis cantik yang suka telanjang bernama Dewi Kayara. Mereka banyak mengetahui soal alien dari Planet Darb itu," ujar seorang laki-laki berpakaian aneh berupa zirah ketat bertatahkan ribuan sisik berwarna perak serta celana bertatahkan ribuan sisik berwarna biru laut. Laki-laki ini juga berambut gondrong serta berjenggot tanpa kumis.

Arsid menghela nafas. "Mereka itu seperti hantu bagiku. Sangat sulit menemukan mereka, baginda."

"Hahaha, tidak sulit. Mereka berada di Antah-berantah. Anda bisa menemukan mereka di sana. Ngomong-ngomong jangan panggil saya baginda. Panggil saja Sahra. Itu adalah nama saya," tukas pria pemimpin dunia bawah laut bernama Sahra itu.

"Kata Antah-berantah justru malah membuat saya semakin bingung, baginda. Maksud saya Sahra," kata Arsid.

"Itu adalah nama suatu tempat di sebuah pulau yang bernama Pulau Antah-berantah."

Arsid menepuk kening dengan jengkel.

"Lupakan mereka. Saya akan segera pergi ke Pandeglang. Saya pikir di sana saya akan menemukan kawan lama yang akan membantu kita," ucapnya.

"Okelah. Semoga beruntung, tuan Arsid. Saya akan siap kapan pun juga. Ngomong-ngomong di mana kita akan berkumpul?"

Saat itu Arsid hendak beranjak meninggalkan Sahra. Ia menahan langkahnya kemudian menoleh ke arah pria lautan itu.

"Markas Serdadu Hansip," ucapnya mantap.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Creation is hard, cheer me up!

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Acep_Saep88creators' thoughts