webnovel

Chapter 8

DUK DUK DUK DUK!

DUK DUK DUK DUK!

SIAL!

Aku langsung bangun dari posisiku yang semula tidur di sofa jadi bangun menuju pintu. Siapa yang datang di jam sepagi ini? Dan lagi, kenapa para bodyguard yang kuminta pada asisten Nam belum juga datang?!

PERSETAN!

"APA?!" Teriakku kesal dengan mata yang setengah tertutup.

"BANGSAT!"

Mataku langsung terbuka lebar mendengar makian itu. Dohyun ternyata yang memakiku?

Aku berusaha mengatur emosiku, sialan. Jika bukan dia yang memakiku, sudah pasti akan aku maki balik.

"Ini masih pagi, ada masalah apa?" tanyaku padanya. Ia membulatkan matanya dan langsung menendang pintu apartmentku. Aku tersentak kaget dan menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Ia tiba-tiba juga berteriak.

"AAAAARGHH!"

Ia menunjukku, "Wanita sial! KENAPA KAU MEMBUAT HIDUPKU SULITTTTT?!"

Aku benar-benar kaget setengah mati, mendadak kakiku sendiri menjadi gemetaran. Mataku berkunang-kunang, ini mirip kejadianku dengan Kim Hangyeom. Napasku mendadak jadi sedikit sesak, dan tiba-tiba keringat muncul di dahiku. Hawa disekitarku juga menjadi lebih dingin.

"KENAPA KAU SAMPAI MELAKUKANNYA SEJAUH INIIIIII?! AAAAARGHH!" Teriaknya lagi. Setelah kakiku yang bergetar, tanganku tiba-tiba juga bergetar. Aku langsung menutupi tanganku dengan selimut yang aku kenakan. Dohyun mentapku dengan tatapan yang mirip seperti Hangyeom.

"KENAPA?!"

Aku menutup mataku, aku tidak mau melihat Dohyun yang begini.

Aku suka Dohyun yang baik seperti biasanya. Setelah tidak ada suara teriakan dari Dohyun, aku membuka mata. Pemandangan yang kulihat, Dohyun duduk disamping apartemenku. Wajahnya menunduk dan bahunya bergetar.

Apa ia menangis lagi?

Aku berusaha menyentuh, tapi tidak bisa. Tanganku benar-benar bergetar hebat, kakiku juga sudah lemas dan bergetar. Tanpa aku sadari, aku juga terduduk di depan pintu.

Bruk.

Aku menjatuhkan diriku tanpa merasakan sakit apapun. Dohyun menoleh menatapku, aku menatapnya dan berusaha tersenyum. Tapi, nyatanya tidak bisa. Bibirku tidak bisa tersenyum menatapnya, yang kurasakan itu adalah bibirku juga bergetar.

Apa aku sakit?

Tidak mungkin.

Beberapa menit yang lalu aku baik-baik saja.

BRAK.

Semuanya hitam dan yang bisa kudengar hanya suara teriakan Dohyun yang memanggil namaku. Sial, aku pingsan karena ketakutan melihat amarahnya Dohyun.

....

Pemandangan yang kulihat pertama kali adalah, langit-langit kamarku sendiri. Kutengok kearah pintu, seseorang masuk yang kutau adalah Dohyun dan juga adikku Leo.

"Nini!" teriak Leo. Aku memberikan aba-aba pada Leo agar mendekat. Anak itu menurut, ia berlari kearahku.

"Nini sakit?" tanya Leo khawatir. Aku mengangguk, ia langsung saja mengelus tanganku.

"Cepat sembuh, Leo kangen Nini."

Aku tersenyum dan berusaha mengelus kepala Leo. Tapi, nyatanya tidak sampai karena memang aku terkendala dengan infus yang ada di tangan kiriku.

"Kata dokter, kau kena serangan panik. Dia memintamu untuk datang kerumah sakit," ujar Dohyun memberitahuku. Aku hanya mengangguk tanpa berani menatapnya.

Sial.

Aku jadi takut dengan Dohyun.

"Maaf, aku tidak tau jika kau punya serangan panik."

Aku tanpa sadar menatap Dohyun, ia meminta maaf padaku?

"Aku tidak akan begitu lagi, maaf."

"Jam berapa sekarang?"

"12.00"

"Tidak pergi sekolah?"

Dohyun menggeleng.

"Kenapa?"

"Tidak ada yang menjagamu."

Blush.

Pipiku benar-benar memanas. Sialan, anak kurang ajar.

"Oh, oke. Terimakasih."

Ia mengangguk dan mengambil tempat duduk di sofaku yang terletak tepat didepan ranjangku. Ia hanya duduk tanpa melakukan apapun.

"Anggap saja rumah sendiri Dohyun-ah."

Ia mengangguk tanpa menatapku. Leo beranjak naik ke ranjang, ia tidur tepat disebelahku sambil memainkan tanganku yang tidak terinfus.

"Nini, semalam Leo di malahi ibu," ujar Leo tiba-tiba. Aku langsung menatapnya, "leo nakal?"

Ia menggeleng tidak tau.

"Leo tidak nakal, Leo Cuma tidak sengaja jatuh."

Alisku mengerut, "jatuh di?"

Ia mengusap matanya dan menatapku.

Astaga!

Ia menangis.

"Hei, jangan menangis," ucapku padanya.

"Leo jatuh di gaun ibu hiks...." ia menangis pada akhirnya. Dohyun entah kapan ia jalan keranjangku, langsung saja menggendong Leo untuk menjauh dariku.

"Tidak apa-apa Leo, jangan nangis. Cuma gaun saja kan?" tanya Dohyun masih mengelap air mata Leo. Leo sendiri mengangguk sambil tetap saja menangis.

Airin sial.

Lihat.

Aku akan balas perbuatanmu pada adikku ini.

"Noona," panggil Dohyun. Aku langsung menyahut, "iya."

"Apa yang harus aku lakukan agar rumor yang kau buat disekolahku mereda?" tanyanya. Aku bingung, rumor apa?

"Rumor?"

Ia mengangguk

"Iya, rumor yang mengatakan aku ini simpananmu."

"What the—" ucapanku terputus. Aku tidak habis pikir, siapa yang mengatakan hal itu?

"Siapa yang menyebarkan? Aku tidak!" bantahku tidak terima.

"Aku yakin, ini salah satu caramu agar aku bisa kau miliki, benar?"

"Miliki apa?!" tanyaku dengan nada lumayan tinggi. Aku kesal, jika aku dituduh melakukan sesuatu yang tidakku lakukan.

"Sebentar," ujarnya dan meminta Leo untuk mau diluar dulu. Leo menurut sambil mengusap matanya yang membengkak akibat menangis barusan.

"Apa maunya sebenarnya? Kau mau aku menjadi gigolo seperti yang kau mau?"

Aku langsung duduk tanpa merasakan lemas lagi dibadanku. Aku tarik selang infus dan berjalan kearahnya.

"Gigolo? Apa maksudmu?!"

"Kau jangan pura-pura tidak tau, aku tau semuanya," jawabnya dengan nada yang masih tenang.

"Gila! Kau menuduhku?! Aku tidak melakukannya Dohyun!"

Ia menghembuskan napas dan menunjuk tanganku.

"Lihat, kau membuatnya semakin rumit," ujarnya dan pergi meninggalkanku. Aku mengikutinya dari belakang, mengabaikan rasa sakit di tanganku yang mulai mengeluarkan darah karena aku mencabut infus tanpa hati-hati.

"Dimana handuk kecil atau sapu tangan?" tanyanya sambil.

Aku tidak hiraukan.

"Dohyun, kau harus mendengarkan penjelasanku dulu! Aku tidak melakukan hal itu, kau salah paham!"

Ia berhenti dari aktivitasnya mencari handuk kecil atau sapu tangan, ia menatapku.

"Iya-iya, tapi mana saputangan atau handuk yang aku mau?" tanya sambil berkaca pinggang menatapku. Aku langsung saja berjalan kekamar mandi yang terletak di kamarku, ku tarik pintu laci atas. Aku sendiri tidak menyadari jika Dohyun ternyata mengikutiku dari tadi ruang tengah. Aku langsung saja memberikan saputangan serta handuk yang ia minta.

"Sungguh, bukan aku yang melakukan hal itu. Percayalah pada—"

Aku tidak bisa melanjutkan ucapanku barusan, karena aku sendiri kaget dengan sikapnya. Ia langsung melilitkan saputangan ditanganku yang bekas kena infusan.

"Jika bukan kau, siapa lagi yang harus aku curigai?" tanyanya sambil menatapku.

Butuh seperkian detik untuk bisa menjawab pertanyaan dari Dohyun, karena memang,...

Tiba-tiba, ia terlihat sangat menawan dimataku.

Ia menghela napas, disaat itu aku baru tersadar. Aku memang sudah terhipnotis oleh wajah Dohyun.

"Ah, aku tidak tau kalau soal itu Dohyun-ah!"

Ia berjalan meninggalkanku menuju ruang tengah, tempat dimana Leo bermain sendiri. Ia duduk di samping Leo, "leo mau main sama Rowon tidak?"

Leo sendiri langsung menoleh, "boleh?"

Dohyun tersenyum kaku sambil menggaruk tengkuknya, "emmm, aku juga tidak tau hehehe."

Dasar Kim Dohyun.

Kau tetap saja seperti bocah di mataku, dan anehnya,

Aku tetap menyukaimu.

Wanita tidak taudiri.

Itulah aku.