webnovel

Chapter 7

Pertengkaran ini semakin memanas. Jia sedang beradu argumen, sedangkan aku sedang membujuk Dohyun agar ia berbicara. Hal apa yang sampai membuat kakak iparnya—Woosik itu memukulinya bahkan meneriaki dirinya.

"Jinny," panggil ibu padaku. Aku menoleh, "kenapa Bu?"

"Ayahmu ingin pulang," ujarnya dan ayahku berjalan kearahku. Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah Dohyun yang benar-benar sangat kacau.

"Jinny," panggil ayah. Aku tidak menoleh, tapi aku menyahuti panggilannya.

"Iya. Pulang saja, untuk apa berpamitan denganku segala?" tanyaku sarkas. Aku terkekeh sendiri.

"Ayah pulang," ucapnya. Aku hanya mengangguk.

Aku masih terfokuskan pada Dohyun yang masih berusaha menyembunyikan luka dipipinya.

"Dohyun-ah," panggilku. Ia tidak menyahut dan masih pada posisinya yang sama; yaitu menunduk.

"Ayo kerumahku jika tidak memungkinkan pulang kerumah," tawarku padanya dan ia tertawa.

Apanya yang lucu?

"Kau gila," ujarnya.

"Kau butuh istirahat Dohyun."

Ia menatapku, pipinya benar-benar lebab.

"Kau wanita gila."

"Aku akui itu."

Ia tersenyum remeh sambil menatapku.

"Kau memberiku pertolongan, padahal kau yang membuat masalah rumit di keluargaku. Wanita tua gila," sarkasnya dan mencoba untuk bangun. Aku berusaha menahannya karena memang ia sedikit oleng, tapi aku tau. Ia menolaknya.

"Jangan sentuh aku," ucapnya dan berjalan kearah Jia dan Woosik bertengkar.

"ADIKMU ITU MEMBUAT ORANG DISANA ITU MARAH!" Teriak Woosik kesetanan. Aku melipat tanganku sambil memperhatikan Woosik yang sudah kesetanan menunjuk-nunjuk diriku dari jauh. Aku menoleh kearah pintu apartemenku yang terbuka, ibu sudah pulang sepertinya.

"SIAPA MAKSDUMU?! JANGAN MENGALIHKAN PEMBICARAAN SONG WOOSIK!" Teriak Jia. Dohyun langsung memeluk sang kakak, suasana yang tegang; mendadak jadi hangat.

Perasaanku jadi tidak enak.

Apa ini perasaan bersalah?

Dapat aku lihat, Dohyun berbicara sambil menangis. Aku tanpa sadar terkekeh, laki-laki lemah. Baru kucoba begitu saja sudah menangis. Bagaimana kalau aku buat lebih sengsara?

Aku rasa, ia akan bunuh diri.

Jia menatapku dan akupun balik menatapnya.

"Apa?" tanyaku pada Jia. Ia terlihat melepaskan pelukan sang adik dan berjalan kearahku.

"Anda?"

BRAK!

Pintu apartemen milik Woosik dan Jia terbanting dengan keras karena memang Dohyun yang membantingnya ketika masuk kedalam, sedangkan Woosik ia mulai menghampiriku.

"Coba kau tanya saja pada wanita ini Jia, aku benar-benar dibuat sengsara oleh wanita ini. Kau ingat dia kan? Dia ini Jinny!"

Jia mengangguk membenarkan ucapan sang suami, aku mengulurkan tangan kearah Jia. Ia mengabaikan uluran tanganku, aku tersenyum dan menarik kembali tanganku.

"Aku tidak mau menyentuh tangan kotormu, apa yang coba kau lakukan pada Dohyun?" sarkasnya. Aku hanya diam mendengarkan dirinya, yang sepertinya benar-benar pusing. "Kau gila?"

Pertanyaan kesekian kalinya.

Apa kau gila?

"Aku gila, kenapa? Ada masalah denganmu?" tanyaku dengan nada menantang. Alisnya mulai tertekuk menahan kesal.

"Jika gila, seharusnya kau sadar. Kau tidak pantas untuk memiliki adikku, bukan hanya tidak pantas. Menyukainya saja, sudah benar-benar tidak pantas!" tukasnya dengan nada yang menurutku sangat menyebalkan.

"Kim Jia? Kau ingat 'kan?" tanyaku pada Jia dengan nada yang sangat rendah. Ia mengangguk.

"Kau bos di tempatku bekerja," jawabnya.

Aku mengangguk.

"Harusnya kau sadar, aku ini bos di tempatmu bekerja. Memangnya tanpa aku, kalian bisa makan apa?" tanyaku dengan nada yang benar-benar rendah.

Ia terkekeh tidak percaya mendengar ucapanku.

"Kau pikir kau bisa dengan mudahnya bicara seperti itu?!" teriaknya.

Aku langsung berpura-pura mengorek telinga akibat mendengar teriakannya barusan.

"Pekerjaan diluar sana itu banyak yang menantiku! Jangan terlalu berpikir pekerjaan itu hanya ada padamu??!"

Aku tertawa sambil menatapnya yang sudah emosi.

"Kau tidak butuh kerjaan di tempatku?" tanyaku masih dengan nada yang rendah.

Ia meludah tepat di depanku kemudian ia injak-injak.

"TIDAK! AKU BERHENTI DETIK INI JUGA!" Teriaknya kesetanan dan langsung pergi meninggalkan aku yang masih mematung mendengar pernyataannya barusan.

Aku mengendikan bahu dan beralih menatap Woosik yang masih sedikit kaget dengan sikap istrinya yang berbeda dari biasanya. Aku tau, karena kami teman satu tongkrongan di kampus—dulu.

"Ingat, aku tunggu pembayaran hutangmu. Jika tidak? Aku tidak segan mengambil anakmu atau Dohyun," jelasku pada Woosik dan pergi masuk kedalam apartemen.

Baiklah Kim Dohyun.

Selamat datang di neraka buatanku.

....

"Dohyun-ah," panggil Jia pada Dohyun yang sedang tiduran di ranjang yang ada di kamarnya. Dohyun langsung membalikkan badan, membelakangi sang kakak.

"Tenang saja. Noona pasti akan dapatkan pekerjaan baru lebih cepat," jelas Jia dan berjalan kearah sang adik. Ia duduk di pinggir ranjang sambil mengelus tangan sang adik.

"Jangan khawatir, masalah ini biar Noona dan Woosik yang mencari solusi. Pekerjaan Dohyun saat ini belajar, Noona hanya minta itu. Setidaknya, Dohyun harus mempunyai kehidupan yang lebih baik, jangan seperti Noona ataupan Woosik."

Dohyun yang mendengar ucapan sang kakak bangkit dari posisinya dan terduduk di ranjang menatap sang kakak yang sedang duduk disamping ranjang kamar Dohyun.

"Tapi, Noona tidak tau.... Wanita itu gila...." ucapnya sedikit dengan nada yang lumayan tidak percaya diri.

Jia mengusak rambut Dohyun, "tenang. Dohyun belajar intinya agar bisa bantu Noona dan Woosik, arasseo?" tanya Jia dengan senyum yang selalu saja membuat mood Dohyun balik lagi.

*arasseo = mengerti.

Dohyun mengangguk, ia langsung memeluk Jia.

"Terimakasih untuk semuanya Jia-noona, aku sedikit lega sekarang...."

Jia tertawa bahagia, "tidak usah berterimakasih. Ini sudah tugasku mendukungmu secara finansial dan mental."

Dohyun tersenyum bahagia mendengar ucapan sang kakak, diluar kamar Dohyun, Woosik sudah menunggu untuk menghabisi adik iparnya tersebut. Karena apa?

Karena memang Dohyun itu hanya beban bagi Woosik dan Dohyun itu tau, jika Woosik tidak akan membuatnya tenang sampai ia keluar dari rumah kakaknya .

....

Pagi yang ditunggu oleh Dohyun pun datang. Ia langsung membersihkan diri dan langsung memasak sarapan pagi untuk keluarga besar sang kakak yang sudah bersedia menampungnya. Ketika didapur, Dohyun tidak sengaja berpapasan dengan kakak iparnya—Woosik—yang sedang sibuk mengambil beer di kulkas.

Tanpa menoleh, sang kakak ipar mulai berbicara.

"Jangan terlalu baik, ingat itu!" saran Woosik sambil menggenggam beernya.

"Baik!" jawab Dohyun sambil memperhatikan sang kakak ipar yang sudah menghilang dari dapur.

Drrttt....

Ponselnya bergetar. Ia langsung merogoh kantung celana, matanya membelalak dengan apa yang ia barusan lihat. Ia membaca pesan dari kekasihnya—Nam Minkyung.

Dohyun-ah, aku mendapatkan info dari temanku. Katanya berita soal kau jadi simpanan itu benar? Temanku melihat perkelahian kalian di kafe. Kau gila? Apa ini semua karena uang?—baby bunny.

Napas Dohyun sudah tidak beraturan, belum kelar masalah ini. Sebuah panggilan telepon masuk dari nomor sang walikelas. Ia langsung menjawab panggilan tersebut.

["Dohyun, nanti ketika sampai sekolah langsung ke ruang guru."]

"Ada masalah apa seongsangnim?"

["Ini menyangkut gosip tentangmu."]

Dohyun memijat pelipis matanya, mendadak ia menjadi pusing.

"Baiklah."

Panggilan terputus dengan Dohyun yang memutuskannya, niat untuk membuat sarapan menjadi hilang. Ia duduk di meja makan sambil berpikir siapa yang menyebarkan rumor tidak berdasar seperti itu?

"Sial!" makinya pelan. Ia langsung bangun dari duduknya, tujuan utamanya adalah kamar. Ia mengambil hoodie dan kemudian keluar. Ia berniat ke rumah Jinny.

To be continued....