webnovel

Suaramu Mengalun Lewat Mimpiku

Adalyn Zada adalah gadis sederhana yang magang di sebuah kantor pemerintah. Suatu waktu dia menerima warisan sebuah alat musik petik yang membawanya ke zaman 1000 tahun sebelumnya melalui mimpi. Di tempat lain, seorang Tuan Muda anak sang wali kota juga mengalami mimpi yang sama. Hingga suatu hari mereka terlempar ke masa yang ada dalam mimpi mereka secara nyata. Keduanya melakukan petualangan bersama untuk memecahkan sebuah rahasia yang berhubungan dengan takdir mereka. Sebuah takdir cinta yang pahit. Apakah mereka bisa menemukan takdir rahasia tersebut?

AeRi_purplish · Fantasy
Not enough ratings
13 Chs

Teleportasi Mimpi (bag.1)

Jika mimpi ini akan mengantarkanku pada sebuah takdir masa depan, maka ku harap itu adalah sesuatu yang indah ...

🍁🍁🍁

Di sebuah toko kue sederhana yang berdiri di sudut sebuah persimpangan jalan. Sinar matahari pagi memantulkan cahaya menyilaukan dari papan nama toko yang bertuliskan "Zada Bread and Cakes".

Aroma lezat roti dan kue yang baru saja diangkat dari panggangan menguar memenuhi udara pagi, menggelitik hasrat pejalan kaki yang melintas di depan toko untuk membeli sepotong atau dua potong roti dan kue sebagai sarapan pagi.

Sepasang suami istri sedang sibuk menata berbagai macam roti dan kue dalam etalase kaca. Beberapa buah kursi dan meja diatur sedemikian rupa di dalam toko yang tidak begitu luas juga di depan toko.

Saat toko baru saja buka, beberapa pelanggan mulai menyapa untuk membeli kue dan kopi panas.

"Selamat pagi. Selamat datang Pak Hans," sapa Nyonya Liang sang pemilik toko.

"Selamat pagi, Nyonya Liang," balas sang pelanggan.

"Apa yang ingin Anda pesan hari ini?" tanya Nyonya Liang dengan ramah.

"Tolong segelas kopi tanpa gula, dan dua buah roti isi kacang hijau. Dan juga ... tiga potong cheesecake, putriku sangat menyukainya. Kue-kue buatan Tuan dan Nyonya Liang benar-benar lezat," jawab sang pelanggan yang dipanggil Pak Hans.

"Terima kasih, Pak. Sekali-kali ajak istri dan putri Anda ke sini. Kami akan memberikan diskon khusus untuk pelanggan tetap seperti Anda sekeluarga," tutur Nyonya Liang dengan senyum mengembang.

"Benarkah? Baiklah saya akan mengajak mereka di akhir pekan," cetus Pak Hans dengan wajah berseri. Pria itu menerima pesanannya lalu pamit pada Nyonya Liang.

Hari masih pagi, pelanggan belum ramai berdatangan. Nyonya Liang menyempatkan untuk membantu suaminya, ayah Adalyn, yang sedang sibuk di depan pemanggangan.

"Ada apa?" tanya Tuan Liang saat dia menoleh dan mendapati wajah cemas istrinya.

"Aku mencemaskan Adalyn," jawab Nyonya Liang sambil mengatur roti yang telah matang di atas nampan.

"Apa yang kamu cemaskan? Sebentar lagi dia akan menyelesaikan kuliahnya. Dan mungkin dia akan bekerja di tempat yang disukainya atau dia akan membantu di sini. Dia sudah dewasa dan bisa memutuskan hal yang ingin dia lakukan," tutur Tuan Liang yang masih sibuk dengan aktifitasnya.

"Aku tahu itu. Hanya saja, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu." Dahi Tuan Liang mengernyit mendengar penuturan istrinya.

"Semalam, aku mendengar suara alat musik dari kamarnya. Adalyn hampir tidak pernah menyentuh alat musik apapun. Dan pagi ini, wajahnya sangat suram dan lesu. Aku khawatir tentang itu ..." Nyonya Liang memandang wajah suaminya yang sepertinya telah paham dengan maksud istrinya. Namun dia masih diam tak menanggapi.

"Sayang, apakah Ibu serius tentang guzheng warisan itu?" tanya Nyonya Liang lagi.

"Kamu sendiri tahu kalau Ibu keras kepala. Apa yang menjadi keinginannya harus terpenuhi. Namun itu adalah salah satu resiko yang harus ditanggung keturunan Klan Meygu. Jika bisa memilih, maka lebih baik aku yang memikul tanggung jawab itu. Aku tidak sanggup jika Adalyn harus menanggung beban itu. Adalyn harus menghadapi masalah perseteruan dua klan yang tak pernah selesai hampir satu milenium lamanya. Lihatlah kita telah menanggung akibatnya. Aku tidak ingin Adalyn menanggung masalah yang lebih berat lagi dari kita." Tuan Liang menatap perapian dengan wajah muram. Nyonya Liang terpekur mendengar ucapan suaminya.

Benar. Mereka telah menanggung akibat dari perseteruan dua keluarga yang tidak pernah akur selama berabad-abad lamanya. Seakan kebencian ini telah mengakar. Entah siapa yang memulai. Seolah pengorbanan Myria tidak ada artinya. Ataukah justru Myria-lah yang memicu pertikaian ini? Seakan mereka adalah generasi yang harus melanjutkan peperangan di masa lalu itu. Adalyn dan Yol sebagai generasi terakhir, haruskah mereka juga kena imbasnya?

Kriiiiiing...!!!

Lamunan mereka buyar saat suara bel di atas pintu berbunyi pertanda ada orang yang masuk ke toko.

Setelah menyusut airmatanya, Nyonya Liang keluar dari dapur untuk melayani pelanggannya. Sejenak mereka harus melupakan masalah yang mungkin sebentar lagi akan menghampiri.

🍁🍁🍁

Hingga waktu pulang kantor, Jun masih memikirkan pembahasan rapat pagi ini. Lebih tepatnya memikirkan ide yang dikemukakan oleh si gadis magang. Entah mengapa ide itu seperti mengganggu pikirannya.

Seraya bersandar di kursinya, Jun memejamkan matanya, menerawang ke wajah perempuan pemain guzheng dalam mimpinya. Suaranya yang lembut dan merdu mampu menghipnotis semesta untuk menikmati alunan lagu yang dimainkannya. Dan senyumnya.

'Tunggu. Mengapa senyum samar itu terasa tidak asing. Seperti senyum si gadis magang? Tidak mungkin.'

Suara dering telepon menarik Jun kembali ke alam sadarnya. Sejenak pria itu melirik nama yang tertera di layar sebelum menggeser ikon hijau untuk menerima panggilan.

"Hallo...!"

"Jun, Kakek harap kamu bisa datang makan malam bersama malam ini," suara pria di sambungan telepon dengan intonasi memerintah.

"Aku akan memikirkannya," jawab Jun masih dengan suara datarnya.

"Ini ide ayahmu. Jadi kamu harus datang." Suara pria yang menyebut dirinya kakek itu terdengar memaksa.

"Baiklah." Jun lalu mematikan sambungan telepon. Segera dia meraih jas hitam yang tersampir di atas sandaran kursi kemudian melangkah keluar kantor.

Senja mulai turun menyelimuti kota. Menyisakan bias-bias jingga di ufuk barat. Pohon bunga Tabebuya bergoyang lembut diterpa angin, menarikan tarian musim semi untuk menyambut gemerlapnya malam berhias lampu yang menerangi seluruh kota.

Jun tiba di sebuah rumah mewah yang merupakan kediaman sang kakek, Tuan Yelu Byram. Asisten rumah tangga yang menyambutnya langsung mengantarkan Jun ke ruang makan dimana kakek dan ayahnya, Tuan Ken Byram, telah menunggunya.

"Bagaimana persiapan ulang tahun kota? Apakah semua berjalan lancar?" tanya Tuan Ken Byram pada Jun saat putranya itu telah duduk di kursinya.

"Semua sudah dipersiapkan dengan baik," jawab Jun tanpa menoleh ke ayahnya.

"Bagus. Ayah harap ulang tahun kota kali ini akan lebih meriah dan glamour agar semua tamu-tamu terkesan dan rakyat bisa menikmatinya dengan gembira. Ayah tidak mau sia-sia mengeluarkan dana yang banyak," tutur Tuan Ken dengan antusias.

"Jun, kamu harus belajar banyak pada ayahmu agar kelak kamu dapat melanjutkan estafet pimpinan ini. Lihatlah ayahmu kini sedang bersiap untuk mencalonkan diri lagi sebagai Wali Kota untuk periode kedua. Ayahmu punya ambisi yang sama seperti Kakek saat masih muda. Kakek harap kamu juga mampu meraih apa yang sudah Kakek dan Ayahmu capai." Tuan Yelu menimpali ucapan anaknya. Jun hanya diam.

Kemudian acara makan malam yang kaku yang hanya dihadiri tiga pria Byram itu dimulai. Tak ada canda atau tawa yang menghiasi. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Berbeda dengan sisi lain kota Metro Raya. Keluarga kecil Liang Zada sedang menikmati makan malam sederhana mereka dalam suasana ceria dan rasa syukur. Suara tawa menghiasi meja makan karena candaan yang dilakukan oleh si bungsu Yol. Adalyn yang usil pun tidak berhenti menjaili adiknya itu.

Ketika malam kian beranjak larut, semua anggota keluarga masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.

Adalyn mengusap lembut guzheng pemberian neneknya. Gadis itu masih bingung apa yang harus dilakukan pada benda antik itu.

Tiba-tiba terbesit sebuah ide untuk menyanyikan beberapa buah lagu dengan menggunakan guzheng itu. Dipilihnya salah satu lagu milik No*h, salah satu band papan atas yang sangat digandrungi anak muda.

Setelah menyetem suara, Adalyn mulai menyanyi dengan penuh penghayatan seraya jarinya sesekali memetik senar guzheng. Suara seraknya disahuti oleh sekumpulan kodok yang ikut bersuara karena mendengar suara nyanyian yang mirip dengan suara mereka. Bahkan ketika tiba di nada tinggi, terdengar suara tikus yang melengking terkejut sebelum melarikan diri untuk menyelamatkan gendang telinganya.

Setelah menyelesaikan satu lagu, Adalyn mulai mengantuk. Dengan sempoyongan dia menggendong guzheng lalu beranjak hendak ke tempat tidur. Tiba-tiba kepalanya terasa berputar. Oh, bukan. Tapi bumi yang berputar, berotasi ke arah sebaliknya lalu pandangan Adalyn menggelap.

Sesaat setelah matanya terbuka, tampaklah sebuah ruangan yang asing. Ruangan ini memiliki sentuhan ornamen klasik zaman dulu dengan helaian horden sutra putih menggantung di langit-langit. Sebuah rak besar menyimpan banyak gulungan-gulungan dari kulit binatang dan pelepah daun. Ada meja pendek lengkap dengan set minum teh di atasnya.

'Ini dimana ya?' bathin Adalyn.

Tiba-tiba terdengar suara riuh orang berlari-lari. Suara derap sepatu ramai mendekat ke arahnya. Dengan sigap Adalyn bersembunyi di belakang sebuah guci besar hampir setinggi tubuhnya yang kira-kira 160 centimeter.

"Cepat-cepat berpencar dan cari penyusup itu," teriak salah satu dari orang-orang yang sedang berlari-lari itu.

Dengan rasa penasaran Adalyn mencoba mengintip ke celah dinding. Ada banyak orang di luar ruangan ini, tapi pakaian mereka tampak aneh. Mereka memakai pakaian berwarna merah berlapis-lapis dan tebal serta topi hitam dengan pinggiran lebar. Mereka membawa tombak di tangan dan pedang terselip di pinggang.

'Apa-apaan ini? Apakah aku tersesat di lokasi syuting drama *saeguk?' Pikir Adalyn.

Salah satu dari pasukan itu berhenti di depan ruangan tempat Adalyn bersembunyi. Dia memanggil salah satu temannya untuk memeriksa ke dalam.

'Gawat. Kalau aku ketahuan menyusup di lokasi syuting, aku bisa kena masalah,' pikir Adalyn.

Dengan perlahan Adalyn mundur seraya merapatkan tubuh ke dinding. Kedua orang aneh itu sudah masuk ke ruangan besar itu. Sepertinya ini perpustakaan. Karena ada begitu banyak rak buku.

Karena suasana ruangan yang remang-remang tanpa lampu, Adalyn tidak memperhatikan langkahnya hingga dia tersandung sesuatu dan hilang keseimbangan.

Saat tubuhnya terhuyun hampir menyentuh lantai, sebuah tangan yang lebar meraih pinggangnya dan sebuah tangan lainnya membekap mulutnya yang hampir menjerit keras. Tangan itu menariknya ke sebuah sudut gelap.

Detak jantung Adalyn seolah berhenti. Dia berdiri kaku dalam bekapan orang tak dikenalnya. Siapa dia??

Bersambung ...

🍁🍁🍁

*Saeguk : istilah untuk drama Korea bertemakan kolosal seperti drama tema sejarah.