webnovel

Nemu Majikan 3

Di taman depan komplek Panyawangan..

"Woi tunggu tas gua..", kata Irfandi yang mengejar kedua preman. 

"Duh cari kerja dimana lagi ya, nyari kerja sudah sekali ya", kata Paijo yang menyari pekerjaan. 

"Woi tunggu, woi tas gua..", kata Irfandi yang mengejar kedua preman. 

"Haduh..", keluh Paijo yang bertabrakan dengan preman. 

"Sini tas gua, akhirnya dapat juga tas gua", kata Irfandi yang berhasil mendapatkan tas nya kembali dari preman. 

"Hemm..", keluh Paijo. 

"Mas, mas, ini apa sih ih..", kata Irfandi yang mendorong preman, karena preman memegang kaki Irfandi dan Irfandi mengejar Paijo. 

"Haduh benar-benar sulit ya mencari pekerjaan", keluh Paijo lagi yang mencari pekerjaan. 

Di rumah Irfandi 

Di depan rumah Irfandi.. 

"Kangmas, akhirnya sampai juga ya kangmas di rumah cicit kita", kata mbah Jumirah. 

"Inggih diajeng" 

(Iya diajeng), sambung mbah Sakiman. 

"Yuk kita masuk ke dalam, loh kok di kunci ya kangmas, pada kemana ya Irfandi, Titah, dan cicit kita ?", tanya mbah Jumirah. 

"Mboten mengertos diajeng" 

(Tidak mengerti diajeng), jawab mbah Sakiman. 

"Apunten ndara ibu sepuh ugi ndara romo sepuh, menika senin ta, dinten dimana mbak Titah, jene Irfandi, ugi anak-anaknya bekerja ugi sekolah ta, dados pastinya mboten wonten teng dalem ugi teng dalem ugi kosong ta" 

(Maaf ndara ibu sepuh dan ndara romo sepuh, ini kan senin, hari dimana mbak Titah, mas Irfandi, dan anak-anaknya bekerja dan sekolah kan, jadi pastinya tidak ada di rumah dan di rumah juga kosong kan), kata Betta yang menjelaskannya pada mbah Sakiman dan mbah Jumirah. 

"Oh iya ya..", seru mbah Jumirah. 

"Eh tapi bukannya mereka masih sekolah online ya, apa sudah tatap muka ?", tanya mbah Sakiman. 

"Bokmenawi sampun ndara romo sepuh, ugi menawi mereka taksih sekolah online teng dalem, bokmenawi mereka mengerjakan jejibahan teng dalem temannya masing-masing, apunten nggih ndara romo sepuh, menika namung menurut kawula kemawon loh nggih" 

(Mungkin sudah ndara romo sepuh, dan kalau mereka masih sekolah online di rumah, mungkin mereka mengerjakan tugas di rumah temannya masing-masing, maaf ya ndara romo sepuh, ini hanya menurut saya saja loh ya), jawab Betta. 

"Emm kamu ada benarnya juga sih Betta", kata mbah Sakiman. 

"Aha..", seru mbah Jumirah lagi yang mengingat sesuatu. 

"Ada yang bilang aha tuh Betta", kata mbah Sakiman lagi. 

"Iya ndara romo sepuh", sambung Betta. 

"Itu saya, kangmas", kata mbah Jumirah lagi. 

"Oh..", seru mbah Sakiman dan Betta. 

"Iya, saya ingat saya masih simpan kunci cadangan rumah ini, tunggu sebentar biar saya cari di tas dulu ya kangmas..", kata mbah Jumirah lagi. 

"Iya diajeng..", seru mbah Sakiman. 

"Ini dia, ketemu, dan sekarang kita buka ya kangmas", kata mbah Jumirah lagi. 

"Iya diajeng", seru mbah Sakiman lagi. 

"Nah sudah kebuka, masuk yuk kangmas", kata mbah Jumirah lagi. 

"Yuk diajeng", sambung mbah Sakiman. 

"Yuk ndara ibu sepuh", sambung Betta juga. 

"Eeh.., mau kemana kamu ?", tanya mbah Jumirah. 

"Ke dalam ndara ibu sepuh", jawab Betta. 

"Gak boleh, kamu sekarang pulang lagi, bawakan barang-barang yang ada di rumah dan sekalian kamu juga bawa sama Cengek, Cengek nya, paham ?", tanya mbah Jumirah lagi. 

"Puaham ndara ibu sepuh..", jawab Betta. 

"Emm muncrat Betta, ya sudah gih sana", kata mbah Jumirah.

"Laksanakan ndara ibu sepuh", Betta melaksanakan perintah dari mbah Jumirah. 

"Assalamu'alaikum", Betta memberikan salam pada mbah Sakiman dan mbah Jumirah. 

"Wa'alaikumussalam", mbah Sakiman dan mbah Jumirah menjawab salam dari Betta. 

Di taman depan komplek Panyawangan lagi.. 

"Mas, mas..", kata Irfandi yang memanggil Paijo. 

"Iya ada apa pak ?", tanya Paijo. 

"Saya ingin mengucapkan terimakasih pada mas nya karena mas nya sudah membantu saya untuk mendapatkan tas saya kembali yang di rampok oleh dua preman tadi", jawab Irfandi menjelaskannya pada Paijo. 

"Oh iya pak, sama-sama", kata Paijo. 

"Emm, mas tunggu, tunggu..", kata Irfandi lagi. 

"Iya, ada apa lagi sih pak ?", tanya Paijo lagi. 

"Maaf sebelumnya tadi saya dengar kamu sedang mencari pekerjaan benar ?", tanya Irfandi juga. 

"Benar pak..", jawab Paijo. 

"Kalau begitu ikut saya yuk, ke rumah", kata Irfandi lagi. 

"Untuk apa ?", tanya Paijo lagi. 

"Loh katanya lagi cari kerja, hayuk ikut saya, mau kerja kan ?", tanya Irfandi lagi. 

"Ya sudah pak..", jawab Paijo. 

Di rumah Irfandi 

Di garasi mobil.. 

"Sampai rumah, mas, mas, mas, mas, emm ih ngiler lagi, ih..", kata Irfandi. 

"Emm iya, eh maaf pak, sudah sampai ya ?", tanya Paijo. 

"Iya..", jawab Irfandi. 

"Kok rumahnya kecil pak ?", tanya Paijo lagi. 

"Ini garasi mobil jo, ya sudah yuk keluar", jawab Irfandi lagi. 

"Oh iya pak..", seru Paijo. 

"Eh lewat sana, bukan lewat sini", keluh Irfandi. 

"Eh iya pak..", seru Paijo lagi. 

Di kamar Irfandi dan Titah.. 

"Akhirnya, loh mbah putri..", kata Irfandi yang kaget melihat mbah Jumirah berada di kamarnya. 

"Loh Arfan, kamu..", sambung mbah Jumirah. 

"Bukan Arfan, saya Irfandi, mbah putri", kata Irfandi lagi. 

"Kamu ngapain disini ?", tanya mbah Jumirah. 

"Loh yang seharusnya tanya itu saya mbah, mbah putri ngapain disini, ini kan kamar saya dan Titah, mbah ?", tanya Irfandi juga. 

"Ini kan kamar saya dan suami saya, Fandi, kok kamu malah bertanya lagi", jawab mbah Jumirah. 

"Iya saya tau, itu kan dulu mbah, tapi..", kata Irfandi lagi yang terpotong perkataannya oleh mbah Jumirah. 

"Apa, apa, apa, apa..?", tanya mbah Jumirah yang memotong perkataan dari Irfandi. 

"Berani kamu dengan saya, Fandi ?", tanya mbah Jumirah lagi. 

"Mboten, dados kados menika loh mbah putri, rumiyen memang kasinggihan menika kamarnya mbah putri ugi mbah kakung, sakmenika kan menika kamar kawula ugi Titah, kamar mbah Jumirah ugi mbah Sakiman dereng kawula ugi Titah siapkan" 

(Tidak, jadi seperti ini loh mbah putri, dulu memang benar ini kamarnya mbah putri dan mbah kakung, sekarang kan ini kamar saya dan Titah, kamar mbah Jumirah dan mbah Sakiman belum saya dan Titah siapkan), jawab Irfandi yang menjelaskannya pada mbah Jumirah. 

"Kawula mboten kresa kamar ingkang benten" 

(Saya tidak mau kamar yang lain), kata mbah Jumirah. 

"Haa.., maksudnya mbah Jumirah gimana ?" 

(Haa.., maksudnya mbah Jumirah bagaimana ?), tanya Irfandi lagi. 

"Maksudnya kawula kresa kamar ingkang menika, panjenengan ugi Titah ucal kemawon kamar ingkang benten, saged ta ?" 

(Maksudnya saya mau kamar yang ini, kamu dan Titah cari saja kamar yang lain, bisa kan ?), tanya mbah Jumirah. 

"Bisa sih mbah, tapi..", jawab Irfandi lagi yang terpotong kembali oleh mbah Jumirah. 

"Apa, apa, apa, apa..?, Oh ya satu lagi itu kamar dua yang di belakang kosongkan dan kamu juga belum punya abdi dalem kan ?", tanya mbah Jumirah lagi. 

"Baru calon sih mbah", jawab Irfandi lagi. 

"Oh baru calon, haa.., baru calon maksudnya ?", tanya mbah Jumirah lagi. 

"Maksud saya baru calon abdi dalem", jawab Irfandi lagi. 

"Oh, laki-laki atau perempuan ?", tanya mbah Jumirah lagi. 

"Laki-laki, mbah..", jawab Irfandi lagi. 

"Bagus, itu kamar dua di belakang untuk Cengek, Betta, dan calon abdi dalem mu ya, oh ya kalau Betta dan Cengek kan bisa kamu manfaatkan benar kan Fandi ?", tanya mbah Jumirah lagi. 

"Iya benar mbah..", jawab Irfandi. 

"Dan yang mengaji mereka adalah kamu", kata mbah Jumirah. 

"Loh kok saya sih mbah, yang mengaji mereka ?", tanya Irfandi lagi. 

"Iya dong, kamu pakai jasa merka juga kan, bukan saya saja yang memakai jasa mereka sebagai abdi dalem di rumah ini..", jawab mbah Jumirah lagi. 

"Tapi mbah..", keluh Irfandi. 

"Apa, apa, apa, apa, haa..?", tanya mbah Jumirah lagi. 

"Mboten mbah.." 

(Tidak mbah..), jawab Irfandi lagi. 

"Nggih sampun menawi mekaten sakmenika panjenengan bereskan barang-barang mu ugi Titah, terlewat pindah dhateng kamar ingkang benten, oh nuwun setunggal iseh, kawula etang saking setunggal ngantos sadasa, ugi teng miwiti saking sakmenika, sadasa, sanga, enggal.." 

(Ya sudah kalau begitu sekarang kamu bereskan barang-barang mu dan Titah, lalu pindah ke kamar yang lain, oh ya satu lagi, saya hitung dari satu sampai sepuluh, dan di mulai dari sekarang, sepuluh, sembilan, cepat..), kata mbah Jumirah lagi. 

"Iya mbah..", seru Irfandi dengan ketakutan saat mbah Jumirah mulai menghitung mundur. 

Dan Paijo pun bekerja di rumah sebagai pengasuh, untuk menjagaku kalau bunda atau ayah tidak ada di rumah.

Begitu juga dengan mbah Jumirah dan mbah Sakiman yang tinggal bersama kami di rumah.