webnovel

Part 7

     Duduk berdampingan ditepi tempat tidur. Sehun terlihat lebih tenang dari yang sebelumnya, ditemani Yoona yang masih setia menemaninya disana. Suara jarum jam terdengar jelas di ruangan itu. walau terlihat lebih baikkan, tapi Sehun masih enggan berkata. Tentu Yoona penasaran akan perubahan sikap pria itu, namun saat ini bukan Waktu yang tepat untuknya bertanya.

     Lama duduk disamping pria itu, tanpa sadar Yoona merasa mengantuk. Ia bahkan nyaris terhuyung karena rasa kantuknya. Menguap dengan hebat tanpa menyadari bahwa Sehun tengah mengamatinya.

"Semalam kau tidak tidur?" Yoona tersentak kaget mendengar pertanyaan itu. Ia langsung menoleh dan mendapatkan wajah Sehun berada dekat dengan wajahnya, reflek membuatnya mundur yang ternyata membuatnya terjatuh kelantai karena berada disudut tempat tidur. Segera ia bangun dan kembali duduk di samping pria itu.

"Tentu saja aku tidur." tangkasnya dengan cepat. Tidak menyangka Sehun dapat menebak dengan benar. Tidur apanya! Aku bahkan tidak bisa menutup mata! Ini semua juga karena kau!

"Hah." Sehun tertawa mendengar jawabannya. Banyak yang ingin ia tanyakan, tapi Yoona menahannya. "kenapa? ada yang ingin kau tanyakan padaku?" kata Sehun kembali menatapnya.

"Tidak." Yoona masih berusaha untuk menahannya.

     Sehun diam menatapnya. Lama ditatap seperti itu membuat Yoona merasa sesak. Segera ia melepaskan tatapan itu.

"Sepertinya ketua memerlukan bantuanku." baru saja hendak bangkit, tangan Sehun mendadak menggenggam tangannya dan membuatnya kembali terduduk disana.

"Tetaplah disini bersamaku." bisik pria itu ditengah kesunyian. Sehun terus menatapnya yang kini sudah tidak tahan untuk bertanya. Yoona kembali melirik Sehun ragu-ragu untuk memastikan. "katakan saja.." ujar Sehun seakan mengetahui pikirannya.

"Aku hanya penasaran.." berpikir keras untuk mengatakannya. "benar hari ini ulang tahunmu?" dan pada akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulutnya.

"Kau tidak tahu?" ia kecewa mendengar itu.

"Tidak ada yang memberitahuku." Sehun tak lagi menatapnya.

"Kau kan bisa bertanya." Kata Sehun dengan wajah manyun. Tapi terlihat imut.

"Maaf.."

"Hanya itu yang ingin kau tanyakan padaku?" Yoona kembali terdiam. Tidak ada keberanian untuk mengatakan itu. Sehun kembali menoleh kearahnya. "kenapa aku terlihat sedih?" tebak Sehun. Sontak membuat Yoona kembali menoleh kepadanya. Yoona mengangguk ragu dengan mulutnya yang tetap tertutup rapat. "hari ini memang hari ulang tahunku. Tapi tidak hanya itu, hari ini juga hari kematian orang tuaku." terlihat berat untuk mengatakannya. Tapi Sehun berusaha menguatkan dirinya dan melanjutkan perkataannya. "apa menurutmu pantas untukku merayakannnya?" ia tersenyum tipis.

"Lalu siapa para tamu yang datang kesini? Sepertinya mereka terlalu tua untuk menjadi temanmu." tanya Yoona takut-takut.

"Mereka karyawan yang bekerja di perusahaan orang tuaku." Sehun melayangkan pandangannya keluar kaca. "sebenarnya mereka datang kesini untuk membujukku agar aku mau menggantikan posisi ayahku di perusahaan. Tapi, kurasa aku belum siap." kembali menatap Yoona yang sudah terhanyut kedalam ceritanya. "kenapa kau menangis?" pria itu menyeka air mata Yoona yang entah kapan mengalirnya.

"Aku menangis?" Tentu ia merasa malu ketika jemari Sehun menyentuh wajahnya.

"Tuan.. Ada yang ingin bertemu denganmu." suara ketua terdengar dari balik pintu. Raut wajah Sehun berubah menjadi tidak bersemangat.

"Kau pasti bisa menghadapi mereka." kata Yoona yang sudah bangkit dari duduknya. Lama menatap kosong ke lantai, mencoba menguatkan diri, Sehun bangkit dari duduknya. Menatap pintu dengan yakin.

--

     Duduk termenung disudut dapur. Berniat membantu ketua mengerjakan sisa pekerjaan disana, tapi yang terlihat, Yoona malah merenung disamping jendela. Kembali memikirkan apa yang telah Sehun katakan padanya.

     Perlahan ia menyadari itu, kini ia terlalu sering mengkhawatirkan pria itu. Disaat ia melihat air mata mengalir diwajah tampan itu, hatinya terasa perih hingga ia tak mampu melakukan apapun.

     Ia habiskan harinya hanya dengan melamun. Tidak ada perintah apapun yang ketua berikan padanya pada hari itu. Juga tidak ada panggilan dari Sehun untuknya. Seharian penuh ia menghabiskan harinya di ruangan ketua.

      Duduk dihadapan televisi yang terus berkicau tanpa henti. Pikirannya dipenuhi dengan Sehun. Ketika itu ponselnya berdering dan suara deringan itu sukses membuatnya sadar dari lamunnya.

"Oo? Aku tidak kenal nomor ini." pikirnya. Tapi ia terus menerima panggilan dari nomor itu. Baru saja ia hendak menyapa, seseorang dibalik ponsel itu sudah berteriak dengan semangat.

"Yak, kau dimana?" mendengar suaranya saja Yoona sudah bisa mengenalnya.

"Oppa, kau masih menyimpan nomorku?" ujarnya.

"Tentu saja." jawab pria itu yang ternyata Chanyeol. "aku sedang menuju rumahmu, tunggulah." Chanyeol terdengar sangat bersemangat.

"Mwo? Jigeum? Tapi oppa, aku sedang diluar."

"Selarut ini kenapa kau masih diluar!" bentaknya tak kuasa menahan rasa khawatirnya.

"Ne?" sontak Yoona langsung mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Dilihatnya langit sudah gelap. Ia benar-benar tidak menyadari itu.

"Katakan dimana kau saat ini, aku akan menjemputmu."

"Ani, gwenchana. Aku akan segera pulang." mematikan televisi dengan buru-buru.

"Katakan saja, aku akan segera menjemputmu. Bahaya jika kau.."

"Tunggu saja aku dirumah. Sudah dulu ya." ia langsung memutuskan sambungan telepon itu. Melipat selimut kuningnya lalu memasukkan selimutnya kedalam ransel. Langkah cepatnya membawanya keluar dari ruangan itu.

"Nuna, kau masih disini?" tegur Xiumin yang kebetulan hendak masuk kedalam ruangan itu.

"Xiumin-a, apa kau melihat tuan muda?" tanyanya dengan berbisik.

"Tuan muda? Tadi aku melihatnya di halaman depan."

"Baiklah kalau begitu. Aku pulang dulu, sampaikan salamku pada ketua ya. Annyeong." segera ia berlari dari sana.

      Sedikit mengendap-endap ketika hendak melewati halaman rumah yang luas itu. Lebih dulu mengawasi keadaan disana, entah mengapa ia tidak berharap bertemu dengan tuannya itu.

"Kau sedang apa?" tanya seseorang dari belakangnya. Yoona mengutuk dirinya kesal. Tidak perlu menoleh, ia sudah bisa menebak siapa orang itu. "masuklah, aku akan mengantarmu." belum juga Yoona menjawab, dirinya sudah ditarik paksa masuk kedalam mobil.

--

"Kau tidak sedang menghindariku kan?" tanya Sehun dibalik stir mobilnya. Mencoba menegur Yoona yang hingga kini tidak berkata sedikit pun.

"Tentu saja tidak." jawab Yoona dengan cepat.

"Lalu kenapa tadi kau mengendap-endap seperti itu?" tanya Sehun lagi.

"Aku tidak mengendap-endap." tangkasnya. Walau sesungguhnya benar bahwa ia tengah mengindari pria itu. Bukan tanpa alasan, tapi dikarenakan Chanyeol tengah menunggunya dirumah. Ia tidak ingin kedua pria itu saling bertemu.

"Arraso." Sehun menjawab dengan ketus. Membuat Yoona meliriknya takut-takut. Bagaimana ini?!!

     Mobil mewah itu berhenti tepat dihadapan rumahnya. Berharap Sehun menurunkannya begitu saja, tapi yang terjadi, pria itu malah ikut turun dari mobil. Membukakan pintu untuknya. Membuat Yoona semakin resah.

     Dilihatnya Sehun membuka pintu mobil bagian belakang, lalu mengambil sebuah kotak yang berisikan banyak makanan. Tanpa berkata pria itu melangkah melewati Yoona dan menaiki anak tangga dengan santai. Tentu Yoona kaget bukan main dan langsung berlari mendahuluinya.

"Mwoya, jangan menghalangi jalanku." tangkas Sehun dan berhasil mendahuluinya. Ketika itu terdengar suara seorang pria tengah tertawa terbahak-bahak, membuat langkah Sehun dan Yoona terhenti sesaat.

     Sehun melirik Yoona dengan tajam, tentu gadis itu bergidik ngeri melihatnya. Sedetik kemudian Sehun kembali melangkah penasaran dengan asal suara itu.

"Oo, Yoona-a!" tegur Chanyeol yang tengah berbaring diatas meja yang terletak di teras rumah gadis itu.

     Yoona tersenyum tipis. Diliriknya Sehun yang masih berada disampingnya. Raut wajah pria itu tegang tak bersahabat. Sedangkan Chanyeol, pria itu tetap terlihat santai. Dengan tablet yang ditangannya, ia menghampiri Yoona.

"Aku sungguh bosan menunggumu, maka itu aku menonton mereka. Bukankah kau juga menyukai mereka?" seakan tidak menghiruakan keberadaan Sehun disana. Ia berdiri disamping Yoona dan sedikit mendorong tubuh Sehun agar menjauh dari Yoona.

"Oppa, itu.." Yoona mencoba menyadarkan Chanyeol tentang keberadaan Sehun disampingnya.

"Aa, mian. Aku tidak tahu ada orang lain disini. Haha.." ujarnya berusaha terlihat akrab walau memaksa. Sehun tidak memperlihatkan reaksi apapun.

"Tidak bisakah kau buka pintu rumahmu? Kotak ini sangat berat." tegur Sehun tanpa menoleh. Yoona dapat merasakan aura itu, Sehun terlihat berbeda.

     Langkah ragunya membawanya kehadapan pintu rumahnya. Membuka pintu rumahnya buru-buru. Baru saja ia hendak mempersilahkan mereka masuk, Sehun sudah lebih dulu masuk kedalam rumah itu, diikuti Chanyeol yang tengah mengutuk Sehun diam-diam. Menarik nafas dalam-dalam, mencoba menguatkan dirinya. Yoona pun ikut masuk kesana.

--

"Bisakah kau pindah kesana?" tegur Sehun ke Chanyeol yang telah mendahuluinya duduk di sofa. Chanyeol nyaris mengambil semua tempat di sofa panjang itu. Yoona yang sedang menyusun barang-barangnya didapur hanya bisa mendengus kesal, ia sudah bisa menebak dengan apa yang akan terjadi.

"Kau bisa duduk disana. Bukankah itu sangat luas?" Sahut Chanyeol mengarahkan jari telunjuknya ke arah lantai di hadapannya.

     Wajah Sehun menegang, menahan amarah yang semakin membakarnya. Dengan tenang Sehun melangkah menuju toilet lalu menutup pintu toilet dengan kuat.

"Oppa! Kai ini kenapa sih?" Yoona sudah berdiri dihadapan Chanyeol. Ia terlihat gelisah.

"Mwo? Mwoga?"

"Jangan memancing amarahnya." ucap Yoona dengan geram. Tapi Chanyeol malah berbaring di sofa panjang itu lalu menyalakan televisi.

     Bukannya mendengarkan perkataan Yoona, pria itu malah asik tertawa dan terus menatap layar televisi dengan riang.

"Oppa!" teriak Yoona.

"Aish.. Jangan berteriak seperti itu." mendorong tubuh Yoona yang menghalangi televisi.

     Ketika itu pintu toilet kembali terbuka. Terlihat Sehun disana, tengah melangkah mendekati sofa. Tidak mereka sangka, tanpa ekspresi apapun, Sehun menggeser posisi kaki Chanyeol sehingga terjatuh kelantai, lalu seperti kilat ia duduk di sofa itu, disamping Chanyeol.

     Yoona sampai kehabisan kata-kata, tidak menyangka Sehun akan bertindak seperti itu. Ia bahkan mengira bahwa Sehun akan pergi dari sana.

"Heol." Chanyeol melirik Sehun dengan ekor matanya.

     Dilihatnya wajah tampan itu menatap layar televisi dengan tenang. Namun terlalu tenang. Tidak sesuai dengan apa yang sedang mereka tonton. Kau memang aneh! Batin Chanyeol. Kini ia melirik Yoona yang masih berdiri didekatnya. Menyadari lirikan itu, cepat-cepat Yoona kembali ke dapur.

--

"Ani oppa, jangan makan itu." kata Yoona ketika Chanyeol hendak menyumpit potongan daging. "kau bisa makan yang ini." lalu Yoona menyodorkan sepiring dadar gulung kehadapan Chanyeol. Yoona masih sangat mengingat mengenai alergi yang diderita Chanyeol.

"Yoona-a, aku benar-benar menginginkan daging." ujar Chanyeol dengan manja. Tapi Yoona malah menggeser piring yang berisikan daging bakar itu ke hadapan Sehun. Entah mengapa, dari awal mereka duduk di meja makan hingga sekarang, Sehun terus saja bungkam. "Aish kau ini." menyumpit dadar gulung itu dengan kesal.

     Ketika itu Yoona mencoba melirik Sehun yang duduk dihadapannya. Sehun terlihat tidak nyaman berada disana. Tepatnya tidak nyaman dengan keberadaan Chanyeol disampingnya.

"Jangan memandangiku seperti itu." ucap Sehun kepada Yoona. Chanyeol menoleh ke arahnya dengan bingung. Dilihatnya Sehun dan Yoona tengah tatap-tatapan.

"Yak, Apa yang sedang kalian lakukan! Cepat makan." desak Chanyeol yang tidak suka melihat adegan itu.

     Salju tengah turun dengan semangat. Membuat udara disana semakin terasa dingin. Yoona keluar dari rumah guna mengantar Sehun yang hendak pulang. Sedangkan Chanyeol sudah tertidur di sofa panjang miliknya.

     Mengingat Chanyeol masih berada didalam rumah itu, Sehun terlihat enggan pergi dari sana. Namun sebuah telepon yang baru saja ia terima membuatnya terpaksa harus pergi dari sana.

"Setelah ini segera bangunkan dia dan suruh dia pulang." ucap Sehun pelan seraya melangkah menuruni anak tangga. Yoona mengangguk mengiyakan. Walau begitu, Sehun tetap saja terlihat gelisah. "apa aku saja yang membangunkannya?" ia sudah siap untuk kembali melangkah kerumah itu, tapi Yoona menahannya.

"Wae geurae? Gwenchana." memang tidak ada yang harus di risaukan, menurut gadis itu.

"Apa kalian sedekat itu? Hingga kau membiarkan dia tidur dirumahmu?" kegelisahannya perlahan berubah menjadi amarah. Yang baru disadari oleh Yoona. Gadis itu diam sejenak mengamati raut wajah itu.

"Kami memang dekat, bahkan sangat dekat." mencoba mengatakannya dengan tenang. Tapi malah membuat Sehun semakin terlihat kesal. Sehun bahkan terdiam. "tapi.. aku dan dia hanya.."

"Aku pergi dulu." Sehun memutuskan perkataannya dengan cepat.

"Dengarkan aku dulu.." pintu mobil tertutup dengan keras. Yoona mencoba mengetuk kaca mobil, berharap Sehun mau mendengarkan perkataannya, tapi sayangnya mobil itu melesat pergi seperti kilat. Ada apa dengannya? Kini yang menjadi gelisah. Ia melangkah kembali kedalam rumah.

"Apa kau menyukainya?" dilihatnya Chanyeol tengah berdiri dihalaman rumahnya. Memandangi langit yang tengah menaburkan butiran saljunya.

"Oppa, kau sudah bangun?" ikut berdiri disamping pria itu. Bersama merasakan udara menusuk itu.

"Mian, karenaku kalian jadi begini." ucapnya tanpa menoleh.

"Dia memang seperti itu." Yoona malah tersenyum, entah kenapa.

"Apa selama ini dia sering memarahimu? Hoh, yang benar saja, kau harus katakan padaku." mengacak pinggangnya sembari menunggu jawaban dari Yoona. Membuat Yoona tertawa geli melihat ekspresi Chanyeol.

"Oppa, sebaiknya kau pulang sekarang." mendorong tubuh itu dengan paksa, memaksa Chanyeol agar segera melangkah menuju tangga.

"Yak yak.. jawab dulu pertanyaanku.." tapi Yoona semakin kuat mendorong tubuh itu agar segera melangkah pergi. "Arraso arraso!" teriak Chanyeol. "tapi jika aku melihatnya membuatmu menangis, aku tidak akan tinggal diam." ucapnya dengan tegas.

"Ne.. Ne.." tidak lupa menjitak kepala Yoona sebelum benar-benar pergi dari sana.

--

"Apa kau sudah memeriksa semuanya? Jangan sampai ada yang terlupa. Aku tidak suka memeriksa mesin." kata Sehun kepada Xiumin.

"Sudah semua tuan. Tapi, apa kau benar-benar akan berangkat pagi ini? Kenapa mendadak sekali? Jika tidak aku bisa saja menemanimu. Kau pasti akan merasa bosan jika kesana sendirian." Celoteh si pendek penuh perhatian.

"Gwencaha. Bagaimana dengan ban mobilku? Apa sudah kau ganti, jalanan pasti sangat licin." tanyanya lagi. Sehun terlihat serius.

"Sudah tuan. Ah, kenapa tuan tidak mengajak nuna?" pertanyaan Xiumin membuat Sehun termenung. Ia melupakan itu. Tapi dengan cepat ia buang pikiran itu jauh-jauh. Ia masih kesal dengan gadis itu.

"Periksa kembali semuanya!" ia malah membentak Xiumin.

"Tapi tuan, jika tidak ada nuna, lantas bagaimana dengan makanmu? Bukankah disana tidak ada siapa-siapa? Ah, anak si penjaga, tapi dia hanya menjaga penginapan. Dia tidak bisa memasak.."

"Jangan khawatirkan itu." sela Ketua yang tengah melangkah menghampiri mereka. "aku sudah menghubungi Yoona, dan dia bersedia ikut dengannya."

"Mwo?" Sehun kaget mendengar itu. Sekaan tidak peduli dengan reaksi Sehun, ketua dengan santai meletakkan barang bawaan Sehun kedalam bagasi. "ahjumma."

"Karena aku tidak bisa menemanimu, setidaknya Yoona bisa merawatmu disana." menyusun barang-barang itu tanpa menghiraukan tatapan tajam Sehun.

"Oo? Nuna watda! Nuna!" teriak Xiumin menyambut Yoona yang tengah berlarian menghampiri mereka.

"Jesong hamnida, jalanan sangat macet akibat banyaknya tumpukkan salju." ujarnya yang terlihat lelah.

"Gwenchana.. Tuan muda juga tidak buru-buru, bukan begitu tuan?" Tanya Ketua dan diam-diam melirik Sehun.

     Sehun mencoba untuk tetap cool dan memilih tidak menjawab itu. Mengingat apa yang terjadi semalam, Yoona merasa nantinya mereka pasti akan merasa canggung.

--

     Sudah satu jam perjalanan itu berlangsung. Yoona yang duduk disamping kemudi tidak juga berani mengeluarkan suara. Itu juga dikarenakan Sehun yang tak juga menegurnya. Apa dia masih marah padaku? Yoona terus memikirkannya. Tapi yang pastinya, Sehun tetap menerima keberadaan Yoona disana, walau sebenarnya ia sama sekali tidak berpikir untuk membawa Yoona. Entah apa maksud ketua yang secara diam-diam meminta Yoona untuk ikut bersamanya.

     Waktu terus berjalan begitu juga dengan perjalanan itu. Kini pemandangan dari balik kaca mobil sudah berganti menjadi pedesaan dengan pepohonan rimbun disepanjang jalan.

     Mereka sudah memasuki sebuah desa pertanian yang penuh dengan aliran sungai yang jernih dan juga dengan pesona pedesaannya. Terlihat juga air sungai yang masih membeku berkat musim dingin, dan ada beberapa yang mulai mencair.

     Beberapa hewan peliharaan warga terlihat menghiasi halaman rumah mereka. Ketika kaca mobil diturunkan, angin musim dingin berebut masuk kedalam mobil.

"Tutuplah, ini terlalu dingin." tegur Sehun yang akhirnya mengeluarkan suara.

"Ne.."

     Setelah melewati jalan bebatuan yang menanjak, mobil itu berhenti tepat di hadapan sebuah penginapan. Penginapan yang tidak lain yaitu milik kakek neneknya. Penginapan itu masih beroperasi dengan baik, banyak juga wisatawan yang menginap disana.

    Disamping penginapan, terdapat sebuah rumah yang merupakan rumah dimana dulunya ditempati oleh kakek neneknya. Yoona sudah lebih dulu berlarian disana sedangkan Sehun tengah mengangkat barang bawaan mereka.

     Seorang pria dengan jaketnya yang kebesaran berlari menghampiri Sehun. Pria itu terlihat kegirangan dengan kedatangan Sehun. Dengan senyum sumringahnya dan memamerkan seluruh gigi putihnya, ia memeluk Sehun.

    Tidak ingin melihat raut marah Sehun, segera ia ambil alih barang bawaan dari tangan Sehun lalu kembali berlari masuk kedalam rumah dimana Sehun akan tinggal.

"Pria itu siapa?" Tanya Yoona yang baru saja menghampirinya.

"Anak penjaga rumah ini." kata Sehun yang sudah siap melangkah dengan barang bawaan lainnya. Yoona meraih ranselnya dan tak lupa selimut kuning miliknya. Mengikuti Sehun dengan decak kagum terhadap tempat itu.

"Apa kau bisa menjelaskan kepadaku, tempat apa ini sebenarnya?" sambung Yoona yang tidak juga puas melihat ke sekelilingnya.

"Masuklah dulu." Sehun kembali ketus.

"Aish.. Dia kembali seperti dulu." celutuk Yoona mencoba menahan kesal.

--

     Rumah tradisional beratap genteng. Jika melihat dari luar, orang akan mengandai-andai seperti apa dalamnya, seperti yang Yoona lakukan. Namun ketika kaki menginjak pada lantai rumah itu, pemandangan lain yang terlihat.

    Isi rumah tidak jauh berbeda dengan rumah Sehun, hanya saja tetap dengan pesona pedesaannya. Lantainya terbuat dari kayu jati yang mengkilat bersih. Tentu aroma kayu jati memenuhi rumah itu.

"Aku tidak menyangka kau benar-benar kesini." seru pria itu kepada Sehun. Tengah membantu Sehun menyusun pakaian. "Tapi, siapa gadis yang ikut bersamamu?" Yoona sedang sibuk dengan barang bawaannya dikamar sebelah.

"Aku akan berjalan-jalan sebentar. Tolong katakan kepadanya jika nantinya dia mencariku." tidak berniat menjawab pertanyaan itu, Sehun sudah melangkah pergi.

"Dia masih sama seperti dulu." batin pria itu.

"Jogiyo.." tegur Yoona yang baru saja masuk kedalam kamar itu. "bisakah kau membantuku mengangkat kotak itu keatas meja?"

"Tentu saja." mereka bersama-sama berjalan menuju dapur. Lalu mengangkat sebuah kotak besar dan meletakkannya di atas meja.

    Pria itu membantu Yoona membuka kotak itu yang ternyata berisikan banyak makanan.

"Omo, kenapa bisa sebanyak ini? Apa ini ulah ketua? Wah.. ketua masih perhatian seperti dulu."

"Kau kenal dengan ketua?"

"Tentu saja." ucapnya dengan girang.

    Mereka mulai menyusun makanan itu kedalam lemari es dan beberapa jenis lainnya kedalam rak.

"Ah, kurasa kita belum berkenalan. Kenalkan, namaku Chen. Aku anak dari penjaga penginapan milik tuan muda, ah aniya. Penginapan yang kini menjadi milik tuan muda begitu maksudku. Lalu kau?"

"Saya.. Nama saya Yoona, Im Yoona. saya.."

"Kekasih tuan muda?" sela pria yang bernama Chen.

"A-aniyo." Sela Yoona cepat. "saya pelayan dirumahnya."

"Heee???" mengamati tubuh Yoona dari kepala hingga ujung kaki. "heol, Haha.. Yak, kau kira aku ini bodoh? Aku tidak bisa kau bodohi. Lagi pula, kenapa harus malu mengakuinya, banyak gadis diluar sana yang menginginkan tuan muda, paling tidak kau harus bangga."

"Tapi.. aku memang pelayan dirumahnya." jawabnya lagi dengan polos. Melihat keseriusan diwajah Yoona, ia terpaksa harus mempercayainya. "kulihat penginapan sedang ramai, apa kau tidak lelah mengurus semuanya sendirian? Karena kulihat disana hanya ada kau seorang." tanya Yoona.

"Mungkin karena aku menikmatinya, sehingga aku tidak merasakan lelah. Lagi pula warga disini baik-baik, mereka juga sering membantuku. Bibi tuan muda juga sering membantuku disini. Ah, setelah ini ikutlah denganku, aku butuh bantuanmu untuk membawa cucian selimutku di jemuran belakang." entah mengapa, mendadak mereka menjadi akrab.

--

     Dihadapan sungai yang tak terlihat ujungnya. Dengan angin yang terus menerpa tubuhnya. Sehun termenung seakan kembali merasakan memori masa lalunya. Tempat itu merupakan saksi perpisahan antara dirinya dan kedua orangtuanya.

    Dulunya tempat itu merupakan tempat yang tidak ingin ia tinggalkan, namun sekarang menjadi tempat yang sangat ia hindari. Kenangan indah memang sangat banyak, namun kenangan buruk itu terlalu menyakitkan baginya.

     Seperti tempat yang kini tengah ia kunjungi. Halaman belakang penginapan. Sebuah taman terpencil yang masih terawat dengan baik. Tempat dimana dulunya ia sering berkemah bersama orangtuanya. Menangkap ikan di sungai ketika musim panas. Bermain air bersama orangtuanya. Dan hal menyenangkan lainnya. Semua kenangan baik dan buruk mendesak pikirannya. Membuat emosinya berkumpul dan membuatnya merasa sesak. Tanpa disadarinya, setetes air mati mengalir di wajahnya.

--

"Kau mencuci semuanya sendiri? bukankah ini sangat melelahkan?" kata Yoona yang kaget ketika melihat barisan selimut putih bergantungan di jemuran.

"Aku sudah terbiasa."

"Tidakkah tuan muda berniat membelikanmu sebuah mesin cuci atau mencari pekerja tambahan?" Tanya Yoona lagi yang mulai menarik selimut-selimut itu lalu melipatnya dengan rapi.

"Bahkan tuan muda sudah membelinya. Tapi masih aku simpan digudang. Aku akan menggunakannya ketika aku sudah tidak sanggup lagi melakukan ini. Mengenai pekerja tambahan, kurasa aku tidak membutuhkannya. Seperti yang aku katakan, warga sering membantuku."

"Wah, kau benar-benar hebat." ketika itu pandangan gadis itu tertuju kearah halaman belakang penginapan. "oo? Apa itu sungai?" mendadak bersemangat. "daebak, selama ini aku hanya menyukai Sungai Han, tapi sepertinya aku lebih menyukai sungai disini. Aku kesana dulu." berlari dengan riang tidak sabar melihat sungai dengan jarak lebih dekat.

--

"Akhirnya aku bisa memelukmu." ujar seorang wanita yang tengah memeluk Sehun dari belakang. Sehun terlihat diam seakan menerima pelukan itu. Ia juga tersenyum. "apa kau baru saja tiba disini? Kenapa kau tidak mengabariku?" wanita itu melepaskan pelukannya dan beralih berdiri dihadapan Sehun. Mengamati wajah Sehun dengan wajah sendu. "bagaimana kabarmu?"

"Imo, kau terlalu banyak bertanya." jawab Sehun bercanda.

"Ehei.. Ternyata keponakanku ini masih seperti yang dulu. Ani, sepertinya kau semakin tampan." wanita yang ternyata bibinya itu tertawa lepas. "kau sudah makan?" Sehun menggeleng pelan. "ikutlah denganku." menarik tangan Sehun berniat membawa pria itu ke dapur di penginapan. Tapi ketika itu langkah mereka terhenti karena mereka tengah berhadapan dengan Yoona.

    Melihat kedekatan Sehun dengan bibinya membuat Yoona kaget hingga reflek melangkah mundur. Sepertinya Yoona salah paham dengan situasi itu, ia juga tidak mengenal wanita itu, dengan perasaan campur aduk Yoona memilih kembali ke Chen guna menghindar dari mereka. Tidak berniat menghentikannya, Sehun memilih diam.

"Kenapa dengan gadis itu? Kau mengenalnya? Sepertinya aku tidak pernah melihatnya." kata bibinya.

"Imo, aku lapar." ucapnya mencoba mengalihkan.

"Ne.. Ne.."

--

     Dari pada masuk kerumah itu dan bertemu dengan Sehun. Yoona memilih ikut dengan Chen yang hendak berbelanja di pasar. Tidak ia sangka, ternyata pasar disana sangat menyenangkan. Ia bisa melihat bermacam-macam ikan yang masih hidup. Sayur-sayuran segar juga jajanan tradisional yang tak kalah lezat. Kondisi disana juga tidak terlalu ramai.

"Kau bisa mengelilingi tempat ini, aku mau kesana dulu, ada yang harus aku beli." buru-buru Chen melangkah pergi meninggalkan Yoona disana. Walau sedikit bingung, Yoona mulai melangkah guna menelusuri tempat itu.

    Lama melangkah gadis itu akhirnya tertarik dengan gurita yang berukuran besar. Ia bahkan dengan santai mengobrol dengan penjual gurita tersebut. Menanyakan resep yang tepat untuk mengolah gurita itu.

    Ketika itu tanpa sepengetahuannya sebuah troli melewatinya dengan kencang, tepat disaat itu genangan air menciprat kakinya hingga membuat sepatunya basah total. Segera ia melangkah hendak kembali ke penginapan. Tapi langkahnya terhenti dihadapan sebuah pedagang penjual sepatu.

    Mengingat ia hanya membawa sepasang sepatu, dengan terpaksa ia harus membeli sepasang sepatu lagi.

"Haraboji, apa sepatu-sepatu ini kau yang buat?" tanyanya kepada kakek yang menjual sepatu. Melihat model sepatunya, sepertinya sepatu itu hasil rumahan.

"Ne.. Majjayo.." jawab kakek itu dengan suara seraknya.

"Wah.." matanya mulai mengamati semua sepatu yang kakek itu susun diatas meja.

"Apa memilih sepatu sesulit itu?" suara itu mengagetkannya. Dengan kilat ia menoleh dan mendapatkan Sehun tengah berdiri disampingnya.

"Kau, bagaimana bisa kau.."

"Haraboji, kau saja yang pilihkan untuknya." kata Sehun.

"Bagaimana bisa kau memintaku memilih sepatu untuk kekasihmu." ujar si kakek penjual sepatu. Berhasil membuat Yoona dan Sehun menatapnya malu. "akan lebih baik jika kau yang memilihkan untuknya." goda kakek itu kepada Sehun.

"A-ani.. gwenchanayo. Aku bisa memilih sendiri." putus Yoona dengan cepat. Tangannya dengan asal menyentuh sebuah sepatu. Tapi seperti kilat Sehun sudah mengambil sepasang sepatu dan meletakkan sepatu itu disamping kaki Yoona.

"Cepat pakai." kata Sehun dengan ketus, diam-diam menyimpan rasa malu yang tengah ia rasakan. "ini uangnya." setelah memberikan uang itu kepada si penjual sepatu, Sehun pergi begitu saja.

"Ini terlalu banyak.." teriak kakek itu kepada Sehun. Tapi Sehun sudah tak terlihat lagi. Dengan perasan malu bercampur bahagia, Yoona melepaskan sepatunya yang sudah basah, lalu menggunakan sepatu pilihan Sehun. Tidak bisa menahan itu, ia tersenyum lebar.

Continued..

Tinggal 1 part lagi ya kak..

Maaci..