webnovel

Sisi Gelap Rani

Rani adalah gadis desa yang lugu, dia dicintai oleh bosnya bernama Alin, awalnya Rani menganggap Alin hanya sebatas kakak tapi ternyata Rani salah menilai semua kebaikan yang kak Alin berikan.

S_M_Soediro · LGBT+
Not enough ratings
14 Chs

6. Nasehat laras

Aku menatap kak Alin dengan sedih, aku benar-benar tak menyangka kalau semua kebaikan kak Alin ada pamrih, aku harus bagaimana?, Aku tak mau melakukan perbuatan yang akan membawa siksa pedih, aku takut dengan azab-Nya, walau aku bukan orang alim dan ta'at dalam agama, namun aku tau hubungan sejenis itu sangat di murkai Alloh.

"Kak Alin, apa kak Alin sadar dengan yang Kaka ucapkan?, Ini salah kak, Rani tidak bisa membalas cinta kakak, kalau masalah balas Budi apapun akan Rani lakukan tapi bukan dengan cara seperti ini?." Ucapku parau.

"Aku tak pernah main-main Rani, mau tidak mau kamu harus menuruti semua keinginanku, kalau tidak?."

"Kalau tidak kenapa kak?."

"Kalau tidak, nyawamu dan nyawa keluarga mu jadi taruhannya, sebab kalau aku tidak bisa memilikimu maka orang lain juga tidak boleh mendekati mu."

Sungguh aku sangat takut dengan ancaman kak Alin, dan aku juga nggak mau mati konyol, Aku masih ingin hidup, aku masih ingin melanjutkan cita-cita ku, aku juga masih ingin mengikuti semua nasehat Laras agar aku bisa menjadi pribadi tangguh dan berahlak mulia.

Apa sebaiknya aku pura-pura saja menerima cinta kak Alin, lalu perlahan-lahan aku melepaskan diriku dari jeratan kak Alin ini, tapi bagaimana caranya, kak Alin sangat berkuasa, dia bisa saja menyewa pembunuh bayaran untuk melenyapkan ku atau melenyapkan keluarga ku.

Ya .., terpaksa aku menerima tawaran kak Alin dulu, sambil mencari cara untukku bisa lari dari lingkaran setan ini, mungkin besok aku akan menceritakan semua ini pada Laras, aku yakin Laras bisa menolongku.

Tuhan .., tolong aku, maafkan semua salahku, Aku terpaksa melakukan semua ini, namun ku mohon Tuhan tolonglah aku yang lemah ini.

"Kak Alin .., selama ini Rani benar-benar menyayangi dan menghormati kakak, kak Alin sudah Rani anggap seperti Kaka sendiri, keluarga Rani juga sangat menghormati kakak."

"bila itu kemauan kakak, untuk membalas Budi baik kakak, Rani akan terima tawaran Kaka untuk menjadi kekasih kakak, dengan satu syarat sebelum kakak menikahi Rani, kakak harus berjanji untuk tidak menyentuh Rani, bila Kaka bersedia Rani akan menuruti kemauan kakak."

Kak Alin menatap ku dengan pandangan seolah tak percaya, lalu kak Alin tersenyum, senyuman kak Alin menurutku bukan senyuman lagi, namun seringai jahat yang terbalut kelembutan.

"Baik, kak Alin setuju persyaratan mu, sekarang kita salaman dan deal ya?."

Akhirnya kami pulang ke vila, setelah sampai ke villa aku meminta segera pulang ke Jakarta dengan alasan tugas sekolah menumpuk, aku berusaha bersikap sewajar mungkin, se rilex mungkin agar kak Alin tidak menaruh curiga kepadaku, sepanjang jalan aku hanya terdiam, memikirkan kira-kira cara apa yang harus ku tempuh.

Malam ini aku sudah tidur di mes, di dalam kamarku sendiri, aku membuka bungkusan kado dari bundanya Laras, kado ini sudah teronggok lama di pojok kamar, setelah ku buka ternyata berisi mukena, sajadah, dan tasbih, Ya Allah .., pantaskah aku mengadu kepada-Mu, pantaskah aku memohon pertolongan-Mu, sebab aku datang hanya disaat aku butuh saja.

Kusingkirkan rasa maluku, mungkin ini cara Alloh menunjukan jalan untuk ku kembali, mungkin ini cara Allah agar aku mau menjemput hidayah-Nya.

Aku pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, lalu ku bentangkan sajadahku, diatas sajadah aku adukan semua keluh kesah ku, Aku berdzikir, bertasbih, dan bertahmid, juga beristighfar memuji kebesaran, dan memohon ampunan-Nya.

Tanpa terasa aku tertidur di atas sajadah, dan saat aku terbangun waktu sudah menunjukan jam 5 pagi, buru-buru aku mandi, sholat dan mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah, dan aku akan menceritakan semua ini pada Laras.

Sampai di sekolah seperti biasa Laras menyambutku dengan senyum teduhnya.

"Assalamualaikum Rani, bagaimana kabarmu hari ini?, Tumben kamu nampak pucat dan sedih?."

"Waalaykummussalam, Alhamdulillah kabarku baik Laras, kamu sendiri gemana?, kayaknya kamu happy banget."

"Alhamdulillah seperti yang kamu lihat Ran, ow iya Rani, bang Rio kemaren datang dan menanyakan kabarmu lho?."

"Ow ya?, Apa bang Rio lagi libur kok bisa bang Rio datang ke rumahmu?."

"Iya bang Rio lagi libur dan ngambil cuti 1 Minggu, karena kemaren bang Rio habis kecelakaan."

"Kecelakaan?, Kecelakaan apa?, dimana?, Terus sekarang bagaimana keadaan bang Rio?."

"Cie .., cie .., kayaknya ada yang sangat menghawatirkan babang Rio ku ya?, Ucap Laras sambil berkelakar.

"Ah .., aku jadi malu" jawabku tersipu.

"Laras nanti kita ijin bolos sekolah bisa nggak ya, di dua jam terakhir aja, ada hal penting dan serius yang mau aku katakan."

"Hal apaan Ran, kamu ini bikin aku dag, dig, dug nich ..,"

"Ada pokoknya penting banget, nanti aku pura-pura sakit dan kamu pura-pura nganter aku pulang ya?."

"Okey sip!!" Jawab Laras sambil mengacungkan ibu jari tanda setuju.

Jam yang ditentukan telah tiba, di dalam kelas aku pura-pura pingsan, seisi kelas heboh lalu Laras berpura-pura jadi dewa penolong, meminta ijin kepada Guru kelas untuk mengantarku pulang, beruntung banget Bapak Guru percaya dan mengijinkan kami pulang.

Kami langsung cabut pulang dan memesan taxi online kami menuju ke kafe, setelah kami duduk dan memesan minuman juga makanan, aku menceritakan semua kepada Laras dari awal sampai akhir, Laras nampak sangat terpukul dengan kejadian yang menimpaku.

"Ya Allah Raniiii .., apa yang di khawatir kan bang Rio benar, bang Rio itu udah lama curiga sama kak Alin, tapi karena nggak menemukan bukti makannya dia cuma bisa ngasih kode ke kamu dengan mengatakan buah manis pasti berulat itu?."

"Oowh .., jadi kata-kata buah manis pasti berulat itu kode buatku ya, ya ampuuuun kenapa aku oon gini ya?."

"Itulah Rani, kadang saking kita terlena dengan kenikmatan dunia, kita jadi nggak bisa berfikir dengan waras, kamu tenang aja, sementara ini bersikap sewajarnya dengan kak Alin, nanti aku ceritakan masalahmu kepada Ayah, Bunda dan Bang Rio."

Rasanya dadaku plong setelah aku menceritakan semua kepada Laras, nggak papa selama belum ada jalan keluar aku mau berpura-pura menjadi lesbi, ini terpaksa demi keselamatan jiwaku juga jiwa keluarga ku.

Jangan sampai keluarga ku mendengar semua ini, aku percayakan masalah ini diselesaikan dengan bantuan Laras dan keluarga nya.

Setelah puas mengobrol kami kembali ke sekolah, untuk menunggu jemputan di gerbang sekolah, ini demi terlaksananya sebuah misi.

"Laras itu mobilku datang, aku pulang dulu ya, aku tunggu rencana dari keluarga mu untuk selamattin aku."

" Iya Rani hati-hati ya?, bersikap biasa dan sewajarnya, dengan kak Alin sikapmu jangan sampai berubah, kamu harus pandai memainkan peranmu okey?."

"Okey Laras assalamualaikum."

Ku lihat dari kaca sepion mobil, Laras menatap ku dengan pandangan penuh khawatir.

Ke esokan harinya, Laras meminta ijin ke kak Alin untuk mengajakku kerja kelompok di rumahnya, sejak kejadian di villa, kak Alin makin menyempit kan ruang gerakku, apa-apa aku harus ijin, sampai HP ku juga di sadapnya, cating WA ku dengan mudah dilacak kak Alin, untung saja keluarga Laras memberiku HP agar mereka bisa melacak dan mengetahui keadaanku, tanpa sepengetahuan kak Alin.

Sampai di rumah Laras, Bunda Laras memeluk dan menghujaniku dengan ciuman, Bunda Laras menangis ikut prihatin dengan keadaan yang menimpaku,.

Ayah Laras juga, beliau cuma menepuk-nepuk bahuku, Namun dari sorot matanya aku temukan ada kesedihan disana.

Sikap mereka membuat ku tidak bisa menahan air mata, aku menangis tersedu-sedu di pelukan Bunda Laras, rasanya dada ini sangat sesak, tubuh ini rasa lemas, rasanya aku nggak kuat menanggung beban ini.

Bunda Laras membimbingku untuk duduk, dia memberikanku tisue dan menyuruhku minum, setelah tangisku reda, setelah emosiku hilang, Ayah Laras berbicara.

"Rani, kenapa kamu sampai masuk perangkap sejauh ini?, Kamu terlalu polos Rani, tapi wajar, karena kamu dari desa, mungkin kalau di desa orang-orang baik dan tulus itu masih banyak, tapi beda dengan di perantauan seperti ini?."

"Tapi ya sudahlah kita nggak usah bahas hal yang sudah terjadi, sekarang kita cari jalan keluar nya, kamu masih kelas 11 dan ini sudah memasuki semester kedua, kamu harus kuat bertahan."

"Jangan sampai masalah ini menghancurkan sekolah dan masa depanmu, sekarang begini, kita tunggu sampai kamu lulus, kamu masih bisa bertahan kan menghadapi waktu 1tahun setengah nanti?."

"Kalau kamu nggak bisa bertahan, nanti kita bisa urus kepindahan sekolahmu, dan nanti Om mencari cara agar kamu bisa terlepas dari kak Alin, ingat Rani 1 tahun setengah itu lama, takutnya Alin nanti ngapa-gapain kamu lho?."

Aku terdiam nggak bisa menjawab ucapan Ayah Laras, aku menatap Laras, menatap Bunda, mereka juga terdiam, tanpa bisa membantuku untuk mengambil keputusan.

Saat kami diam dengan pikiran masing-masing, tiba-tiba Abang Rio datang, sambil mengucap salam, secara bersamaan kami menjawab salam bang Rio.

"Nah Rio, kamu kan sudah tau semua masalah Rani, sini kamu duduk dan kasih ide kira-kira kita harus mengambil langkah bagaiman untuk menyelamatkan Rani."

Ucap ayah Laras, dan aku melihat bang Rio duduk, sekilas bang Rio memandangku, lalu bang Rio menunduk, bang Rio menarik nafas berat lalu bicara.