webnovel

Sisi Gelap Rani

Rani adalah gadis desa yang lugu, dia dicintai oleh bosnya bernama Alin, awalnya Rani menganggap Alin hanya sebatas kakak tapi ternyata Rani salah menilai semua kebaikan yang kak Alin berikan.

S_M_Soediro · LGBT+
Not enough ratings
14 Chs

5. Menerima Cinta kak Alin

Aku menggeliat saat kak Alin membangunkan ku, ku tengok ke sekeliling sejauh mata memandang yang ku dapati taman-taman indah penuh tanaman bunga warna-warni, di depan sana ada bangunan berarsitektur Belanda, dimanakah ini gerangan hawanya benar-benar sejuk dan asri, jauh dari keramaian dan udara juga masih sangat segar.

"Kita sudah sampai Rani, ayo turun"

"Kita dimana ini kak?, indah sekali pemandangan nya"

"Kamu suka Rani?"

"Iya suka, disini hawanya menentramkan, enak sekali buat beristirahat."

"Kita di Bogor, ini adalah salah satu villa keluarga kakak, kami biasa kesini hanya untuk sekedar liburan, tapi sejak mama kakak meninggal, lalu papa pindah keluar negri villa ini jadi sering kosong."

"Eemmmm .., sayang banget ya kak, bangunan sebesar dan sebagus ini dibiarkan kosong"

"Ayo, kita masuk Rani, nanti di dalam ada paman dan bibi Harun yang kakak tugaskan untuk menjaga villa ini, rumah mereka di bawah sana di perkampungan penduduk sekitar sini."

Benar saja, pas kami nyampai di pintu masuk, sudah ada sepasang suami istri setengah baya sudah menjemput kami, lalu mereka mempersilahkan kami masuk, didalam ruangan aku di buat takjub dengan lukisan-lukisan yang berjejer di dinding, guci-guci besar dan antik juga ikut menghiasi sudut-sudut ruangan, aroma bunga mawar dan melati segar dari samping jendela yang terbuka, semakin menambah kesan natural.

Sungguh ini semua mengingatkan aku dengan kampung halamanku, kampungku yang masih asri, kampungku yang penuh udara segar belum ada polusi, juga kicauan burung-burung liar selalu menyambut datangnya sang mentari pagi, heemmmmm .., aku jadi rindu kampung halamanku, rindu bapakku, rindu adikku, juga rindu ibukku,.

"Kenapa kamu bengong Rani, sini aku kenalkan ini bapak dan ibu Harun, kakak biasa memanggil paman dan bibi Harun, kalau ada apa-apa yang Rani butuhkan tinggal aja bilang sama paman dan bibi, bukan begitu paman? Bibi?."

"Iya non, non Rani jangan sungkan-sungkan kepada kami, apapun yang non Rani minta Insya Allah akan kami kabulkan, asal jangan minta yang bukan-bukan, bukan begitu pak?."

Ucap bibi Harun kepada suaminya, dan ku lihat paman harun cuma mengiyakan saja.

"Okey, Paman, Bibi, kami mau mandi dan istirahat sebentar setelah itu tolong siapkan makan malam buat kami ya?"

Ucap kak Alin, setelah itu kak Alin mengajakku ke kamar, kamar dilantai dua, beralas permadani merah, peraduan terbuat dari kayu jati berkelambu putih, dan lemari ukiran jati besar lengkap disebelahnya meja rias benar-benar telah memanjakan mataku, kak Alin menyuruhku untuk mandi terlebih dulu, saat aku masuk ke kamar mandi, aku juga disuguhi dengan pemandangan penuh kemewahan namun terkesan elegan, setelah kami mandi, kak alin mengajakku duduk di bawah jendela kamar, kami duduk bersisihan terhalang meja, di luar jendela kamar kembali aku disuguhi pemandangan alam yang sangat indah.

Ya .., disana lampu kelap-kelip menghiasi gelapnya malam, dan di atas sana bintang-bintang bertabur indah menghiasi langit di malam ini, sungguh lukisan alam yang diciptakan Tuhan ini begitu sempurna, dan sungguh tempat ini adalah tempat yang paling nyaman yang baru aku temui seumur hidupku.

"Kakak perhatikan dari pertama kita sampai ke villa ini kerajaanmu cuma bengong dan bengong, apa ada yang kamu pikirkan, atau kamu nggak nyaman disini?."

"Enggak kak, justru saking nyamannya makannya Rani nggak bisa mengucapkan sepatah katapun, ini semua sungguh membuat Rani benar-benar merasa terpukau."

"Syukurlah kalau kamu senang dan nyaman disini, kakak pikir Rani nggak suka, okey ayo kita kebawah, kita makan bersama Paman juga Bibi, sudah lama juga kakak nggak bertemu mereka."

Kamipun turun dan menuju meja makan, disana sudah ada Paman dan Bibii yang sudah menunggu, segala jenis buah dan makanan sudah tersaji di meja makan, Paman dan Bibi duduk berhadapan dengan kami, selama kami makan kak Alin tak henti-hentinya bercerita berbagai macam tema, gelak tawa juga mewarnai acara makan kami, kak alin memang supel, dia baik juga tidak sombong, dan ternyata Paman juga Bibi sudah kenal kak Alin sejak Kak Alin masih di bangku SMP, pantas saja mereka sangat akrab, dan seakan tidak ada jarak.

Selepas makan malam kak Alin mengajak kami duduk di gazebo, sampai hampir tengah malam Paman dan Bibi pamit masuk ke kamarnya, kami juga masuk ke kamar kami, kak Alin nampak sangat letih, dan dia ijin untuk tidur terlebih dahulu, setelah kak Alin tidur akupun ikut tertidur.

Pagi pun tiba, matahari menyapa netraku melewati jendela kaca yang hanya tertup tirai tipis, aku menggeliat, ku tengok ke samping kak Alin sudah nggak ada, mungkin sudah bangun duluan kataku, saat aku beranjak bangun tiba-tiba pintu kamar terbuka, nampak wajah kak Alin yang cantik begitu segar dan cerah.

Baru kali ini aku melihat senyum kak Alin sumringah tanpa beban, kak Alin datang membawa nampan berisi potongan buah, segelas susu dan sepotong roti bakar, kak Alin menyuruhku segera mandi, lalu sarapan dan kak Alin mengajak aku pergi jalan-jalan ke taman dekat villa ini.

Sampailah kami ke taman, meski kami pergi berjalan kaki, namun aku nggak merasa letih, sebab sepanjang jalan kami disuguhi lukisan alam yang sungguh luar biasa, di depan kami ada danau yang masih asri, disebelah danau ada pohon besar nan rindang, kak alin mengajakku duduk dibawah pohon itu, kami duduk beralaskan tikar yang sengaja kami bawa.

"Bagaimana Rani?, Apa kamu suka duduk disini?"

"Suka kak, disini nyaman dan menentramkan"

Kami bercerita layaknya sepasang sahabat yang lama tak berjumpa, candaan gelak tawa menghiasi obrolan kami, kak Alin bercerita masa kecilnya, dan akupun sama, kami saling mengejek saat kami bercerita tentang kekonyolan masa kecil kami, tiba-tiba kak Alin memandangku dengan sangat intens,.

"Rani, kakak mau bicara sama Rani."

"Bukannya dari tadi kakak bicara sama Rani ya?," Jawabku.

"Emmm .., itu lain, kakak mau bicara serius,"

Aku menatap mata kak Alin, memang ku lihat keseriusan di mata dan di wajahnya.

"Kakak mau bicara apa kak, bicara saja Rani mau dengar"

"Begini Rani, kakak mau tau sejauh mana hubungan Rani sama si Rio!!"

"Kami sebatas teman saja kak, tak lebih, bukannya kakak bilang Rani harus fokus sekolah saja dan nggak boleh pacaran, sebab laki-laki itu semua sama, sama-sama bejad?"

"Beneran kamu nggak ada hati sama bang Rio?, Bang Rio ganteng polisi lagi? terus kakak tengok bang Rio sangat perhatian sama Rani,"

"Iya memang sih kak, tapi Rani yakin bang Rio baik sama Rani karena Rani teman adik sepupu bang Rio,"

"Oowh si Laras yang sok suci dan sok alim itu? kakak gak suka tengok Laras, cantik sih, tapi masih lebih cantik dan lebih mempesona kamu menurut kak Alin."

Tiba-tiba kak Alin menggenggam kedua tanganku, lalu menatap ku dengan sangat lekat.

"Rani .., kakak orangnya nggak bisa berbasa-basi, jadi begini .., sebenarnya kakak itu suka sama Rani, maksud kakak suka sebagai seorang kekasih."

Doar!!!, Bagaikan petir di siang bolong menyambar telingaku, refleks aku melepaskan genggaman tangan kak alin, apa aku nggak salah dengar tadi?.

"Apa kak?, Kak Alin bilang apa barusan, suka sama Rani?."

Kataku dengan menunjuk ke ke dada sendiri, dan dengan rasa tak percaya, aku menatap mata kak Alin, mencari jawaban dari pertanyaan ku, aku melihat mata kak Alin berubah jadi sendu, aku memandang kak Alin dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berulang-ulang.

"Iya kakak suka sama Rani, maukah Rani jadi kekasih kakak, dan nanti setelah Rani lulus SMA kita pergi ke luar negri untuk menikah disana"

Secara refleks mulutku membentuk huruf "O" dan kedua tanganku menutup mulutku, aku cubit-cubit tanganku, aduh .., sakit berarti ini bukan mimpi pikirku.

"Sejak kapan kakak suka sama Rani kak, bukankah kakak yang bilang bahwa kakak menyukai Rani hanya sebatas adik?."

"Rani .., Rani .., janganlah kamu terlalu naif, dan jangan kamu menipu diri sendiri, kamu masih ingat kan kejadian di hari ulang tahunmu, bagi kakak itu adalah jawaban dari isi hatimu, kamu juga sebenarnya mencintai kakak, hanya saja kamu malu mengakuinya"

"Tidak kak, Rani masih normal, nggak mungkin Rani mencintai kakak, sedang kak Alin adalah seorang perempuan."

Plakkkk !!, Kak Alin menamparku, muka kak Alin merah padam, lalu tangan kak Alin mencengkram kedua pipiku, sorot mata kak Alin berubah bengis dan merah.

"Kamu menghinaku Rani !!!, kau sebut apa tadi?, kamu normal dan aku tidak hah!!?."

Kak Rani berkata sambil melepaskan cengkraman tangannya.

"Kamu pikir kamu siapa Rani, kamu hanyalah seorang gadis desa yang miskin, kalau nggak ada aku kamu bisa apa hah?, Apa dengan kemiskinanmu itu kamu bisa dengan cepat berubah seperti ini, ingat Rani .., di dunia ini nggak ada yang gratis."

"Ingat dengan kemiskinanmu kemaren, kalau aku nggak menolongmu apa kamu bisa seperti sekarang ini hah !!."

"Lihat .., lihat semua yang kamu pake, ingat semua fasilitas yang aku beri itu semua nggak gratis Rani ???."

"Itu semua harus kamu bayar dengan tubuhmu, mulai detik ini aku nggak mau tau kamu adalah calon istri ku, dan aku akan menunggumu sampai kamu tamat sekolah, disaat itu kita akan menikah."

"Tidak .., tidak kak alin, ini nggak benar, ini salah, agamaku mengharamkan hubungan sejenis."

"Ha .., ha, ha, ha .., apa kamu bilang Rani?, Kamu bilang agama?, Jangan bilang masalah agama, karena selama aku mengenalmu sekalipun aku belum pernah nampak kamu menyembah Tuhanmu, jadi agama apa yang kamu bilang itu ranii!."

Aku menangis tergugu menyesali nasibku, menyesali kebodohanku, kenapa baru aku sadari sekarang bahwa di dunia ini nggak ada yang gratis.

Seharusnya dari awal aku mencurigai kebaikan demi kebaikan kak alin, apakah ini yang dikatakan teman-teman di kafe bahwa aku harus waspada dengan kak alin?.

Apakah ini buah manis berulat yang bang Rio katakan tempo hari.

Duh gustiiii .., sungguh bodoh dan cerobohnya aku ini, percuma saja aku menangis, nasi kini sudah menjadi bubur, aku nggak mungkin bisa mengembalikan lagi bubur ini ke bentuk semula, kak Alin kenapa kamu tega menjebakku, haruskah aku jadi lesbi, terpaksa aku lakukan karena keterlanjuran ini.