webnovel

4. Rahasia, bisa?

"Bagaimana menurut ibu? " Tanya Alex sambil mengetik sesuatu di HP nya.

Ny. Stella melirik putra keduanya.

" Terlalu tua." Ny Stella mengangkat tangannya saat Alex memandang nya. "Tapi Kamu menyukainya. "

" Mencintainya, sebenarnya. " Ny Stella melirik lagi begitu mendengar nya. sesaat tidak ada yang berbicara di dalam mobil yang sedang melaju membelah jalan di bawah lampu temaram.

" Dia benar-benar sesuai harapan mu ya!" perkataan Ny. Stella lebih pada statement. Menunggu balasan dari putranya yang menghentikan acara mengetik nya.

Alex tersenyum lebar.

"Aku tidak menyangka doa ku di kabul kan. "

Ny. Stella tertawa. " Memang kau berdoa apa? "

Alex menyimpan HP nya dan memandang serius kearah ibu nya.

" Aku hanya meminta jodoh yang ditakdirkan untuk ku usianya jangan lebih muda dari ku, juga aku tidak mau yang seumuran dengan ku."

Ny. Stella tertawa mendengarnya. Dia tak menyangka bahwa omongan Alex saat berusia 15 tahun yang di anggap nya sebagai gurauan bocah ingusan menjadi kenyataan.

Dia ingat bagaimana Alex kecil bilang dengan bangganya bahwa kelak pasangan yang di takdir kan untuknya akan lebih tua dari dirinya, seperti ayah dan ibunya. Yah, Ny. Stella lebih tua 3 tahun dari mendiang suaminya .

Ny. Stella tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Alex bila mendapati pasangan hidupnya lebih muda dari diri nya.

" Apa kau sudah siap dengan keluhan dari tetua Arfi? kau kan tahu kalau dia selama ini selalu menjodohkan mu dengan keponakannya. " tanya Ny. Stella kemudian.

Alex menghembuskan napasnya kasar.

"Aku selalu siap bu, sejak awal dia dan semua tetua sudah tahu kalau aku hanya akan menikah dengan pasangan takdir ku. "

"Kau harus bisa melindungi Mimi, Ibu yakin akan akan ada pihak yang tidak setuju, bisa jadi mungkin dengan keadaan Mimi sekarang akan di buat lebih buruk. " Ujar Ny. Stella.

"Maksud Ibu? " Alex mengernyitkan dahi nya.

" Dia murni manusia biasa Alex, dan usianya jg tua dari mu 8 tahun, untuk Ibu itu tidak masalah tapi belum tentu yang lain." Jelas Ny. Stella.

Alex terdiam tampak berpikir. Matanya menerawang jauh melihat jalan yang dada di depan.

"Aku mengerti." jawab Alex dengan jemari yang menggenggam kuat. Berjanji pada diri sendiri akan selalu menjaga dan melindungi pasangannya, tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya, atau bahkan memisahkan mereka.

"Apapun keputusan mu, ibu akan selalu mendukung mu, dan ibu yakin kalau mendiang ayah mu masih hidup, dia pasti yang pertama mendukung mu." Ny. Stella menepuk pelan tangan tangan anaknya tersebut.

Alex tersenyum. " Aku tahu bu, terimakasih. " ucapnya tulus.

"Tuan kita sudah sampai. " Sopir mereka memberitahukan.

"Begitu turun, ibu langsung istirahat. ". kata Alex.

" Kau juga sayang. " Ujar Ny. Stella masih dengan senyum mengembang.

Kedua nya keluar dari mobil dan melenggang masuk kedalam sebuah rumah megah yang lebih bisa di sebut dengan mansion dengan di iringi sambutan dari kepala pelayan dan 2 orang pelayan.

*****

Hp dengan casing hitam ku biarkan tergeletak di atas meja,melirik jam di meja nakas ku, sudah lewat dari tengah malam, tapi mata ini masih betah untuk melek padahal sejak tadi aku menjelajah di internet untuk mencari info tambahan tentang manusia serigala.

Ku tatap jari manis tangan kiri ku, yang selama ini polos sekarang tersemat cincin emas bermata delima yang berikan oleh tante Stella sebagai tanda pengikat. Cincin yang secara turun temurun di berikan dari ibu mertua kepada calon menantu wanitanya.

Ini sudah yang kesekian kali nya aku berbalik ke arah kanan, tapi tak bertahan lama aku akan berbalik lagi ke arah kiri, begitu seterusnya.

Aku menepuk dada ku pelan, menghilangkan rasa yang sedang membuncah ' apa aku salah membiarkan ini terjadi' aku membatin.

Tapi... menolak pun juga tidak bisa, bahkan sebelum Alex memakaikan cincin tersebut, dia masih terus mencari cara agar mereka mundur, tapi ujung - ujungnya tetap saja mereka bisa mematahkan alasan yang di berikan nya.

Kenapa desahan napas ku terdengar seperti ke putus asaan. Mau bagaimana lagi, apalagi saat melihat wajah ayah dan ibu yang begitu bahagia, tertawa begitu sumringah, hati terasa tidak tega.

Ya sudah biarlah, kalau betul jodoh, memangnya mau lari kemana.

ku tatap kalender besar yang tergantung di dinding kamar ku. mengamati tak berkedip sebuah angka disana.

Sudah di sepakati bulan depan, tanggal 5 akan diadakan pesta di kediaman mereka untuk memperkenalkan ku sebagai calon menantu dari keluarga Danurta.

Aku lupa kalau mereka dari keluarga Sultan. Hal seperti ini harus di lakukan .

Tenggorokan ku terasa kering saat mengingat hal tersebut. Kira-kira apa ya tanggapan keluarga mereka. sudah miskin, usia jauh lebih tua, ya ampun, ku tutup wajah ku dengan kedua tangan ku.

Tidak... tidak! Aku tidak boleh seperti ini. Percaya diri... ya, percaya diri, terserah mereka mau apa, yang penting bukan aku yang meminta ini semua, tapi kepercayaan mereka lah yang menarik ku masuk kedalam lingkaran mereka.

Ku harap Alex menepati janjinya untuk tidak mengatakan tentang pertunangan kami ini kepada teman kantor. Aku tidak ingin jadi bahan pergunjingan sebelum menikah....

Untung lah kedua orang tua ku menyetujui saat ku bilang, orang kantor cukup mengetahui saat hari 'H' nya saja.

***

Selama dua minggu ini tidak ada kejadian yang berarti. Saat di kantor

Alex sungguh profesional. Tidak sekalipun dia bersikap seakan dia mengenal ku, atau mengajak untuk makan siang bersama yang bisa menimbulkan kecurigaan.

Aku senang hari ini sangat cerah, hari ini Weekend dan aku sedang bersama Yulia dan Arista di mini market dekat rumah ku, kami bertiga akan nonton drama nonstop sampai pagi didalam kamarku, makanya kami membeli banyak camilan, kacang, keripik, kue, dan tidak lupa susu kotak untuk ku.

Yulia dan aku memang sering kumpul untuk menghabiskan malam minggu sambil nonton drama semenjak dia Belum berpacaran lagi.

Untuk Arista, bila suaminya tugas keluar kota maka dia akan ikut acara weekend aku dan Yulia, Arista sudah punya seorang putra berusia 7 tahun, tapi karena di titipkan di rumah orang tuanya di kampung , sering kesepian bila di tinggal tugas luar kota oleh suaminya.

Aku membeli TV sendiri karena tidak ingin berebut dengan ayah ku yang senang menonton olah raga, seperti hari ini akan ada siaran langsung pertandingan bola sore nanti.

Ibu sudah menyiapkan semua keperluan untuk ayah menonton seperti kacang dan minuman bersoda juga kopi. Bahkan ayah sudah mengundang sohib terbaiknya dalam menonton bola, siapa lagi kalau bukan pak Rusdi.

"Wah, di jamin kalian akan tambah gemuk kalau beli camilan sebanyak itu." komentar Pak Rusdi begitu melihat kami membawa 2 kantong besar belanja.

"Tidak tahu dengan Yulia, tapi aku memang ingin gemuk. " kata ku sambil nyengir kuda.

" Kenapa harus takut. " ketus Yulia. " kan ada teh hijau, obat langsing, slimming suit ...suit " tatarnya.

"Yang penting olah raga pak, mau makan apa aja, ngga masalah. " Arista menambahi.

"Ngomong boleh, yang penting bukti nya Non, jangan sampai begitu berat badan naik ributnya ngalahin pembagian sembako. " Kelakar pak Rusdi yang mendapat dengusan dari Yulia.

Tanpa menunggu lama kami segera menjalankan motor kami dan berlalu dari tempat itu.

******

"Ayah, Ibu aku... pu--lang. " Kenapa aku merasa dejavu, pikir ku seperti motor yang rusak, mogok mendada. Kilasan dari kejadian kemarin kembali membayang.

Ayah duduk bersama Alex di ruang tamu sedang menghadap layar TV.

Di meja tamu tersedia camilan kacang berbeda rasa di setiap bungkus dan satu botol besar air soda dan jangan lupakan kopi yang masih mengepul. Tampak akan pesta besar.

"Kau sudah pulang nak? " sapa ayah tersenyum.

" Iya! " jawab ku cepat. "Ayah apa yang.."

" Paman apa..... astaga Pak Alex" Yulia langsung berhenti berucap saat menatap berhadapan dengan Alex.

Aku hanya dapat menutup mata dan menghembus napas secara pelan-pelan saat Arista dan Pak Rusdi masuk ke dalam rumah.

Aku merasa suasana agak tegang, pikiran ku kalut mencari alasan atas kehadiran Alex di rumah ini.

Ku perhatikan gerak gerik Alex saat dia berdiri menghampiri kami yang masih terpaku di tempat kami berdiri.

"Mi, ngapain pak Alex ada di rumah mu?" Arista bertanya penuh selidik.

"Ah.. itu... "

"Hai... perkenalkan, saya Alex Danurta." aku menahan napas, sebenarnya dia mau apa dengan berkenalan seakan baru bertemu.

" Tunangan Sammy. " Aku yakin bila bola mata bisa meloncat keluar maka itu yang terjadi sekarang pada ke dua sobat ku, dan tak lama ku dengar tawa pak Rusdi mendera memenuhi ruang tamu ku yang kecil.

"Sammy.. Sammy, kau penuh kejutan apa kau tahu itu.! " sebuah pernyataan yang tidak menghibur sama sekali. ku lirik tajam pak Rusdi yang masih betah tertawa.

" Tu--tunangan? " Yulia masih memandang tak percaya ke arah ku.

"hm, tunangan. " kata ku pelan. menatap tajam kearah Alex, bisa-bisanya dia mengingkari janjinya.

" Memang kau ingin aku bicara apa? hanya bertamu! " Sepertinya dia memahami cara tatap mata ku kepadanya. Tapi yang diucapkannya ada benarnya. Saat ini kami sedang di luar kantor, tepatnya di rumah ku.

"Yay.... " aku tersentak kaget dengan teriakan Yulia, aku mulai was was karena dia menari berputar putar.

"Aku menang... aku menang, pak Rusdi harus bayar. " teriaknya senang. kami semua menatap Yulia bingung.

"He.he.he.. kami taruhan. " katanya. " Aku bilang tahun ini Kak Sam akan mendapatkan jodoh." Lanjutnya lagi.

"Astaga, bener-bener kalian ini." Aku merasa ter khianati oleh permainan mereka. " berapa? " tanya ku lagi.

" hehe... cuma lima puluh." Yulia menjawab dengan tangan menerima uang kemenangan nya. ck.. aku mendecik kesal.

"Wah.. banyak sekali. apa kalian ikut nobar juga? " Kini mata kami teralihkan ke arah dua bungkusan besar yang kami bawa.

" Mereka ini nggak ikut nobar, mereka ada acara sendiri." kata ayah lalu kembali serius menonton TV yang mulai menunjukkan persiapan pertandingan.

"Apa ayah yang mengundang.. " Aku agak ragu untuk menyebut nama Alex tanpa embel-embel 'pak' dihadapan teman kantor ku, jadi hanya jari ku yang bergerak

" Ibu yang yang meminta ayah mu mengundang Nak Alex. Sama-sama penggemar olah raga pasti cocok buat nobar. " sambut ibu dari pintu dapur.

Aku melirik sekilas kearah nya yang kembali duduk.Aku agak terperanjat saat dia langsung menatapku dan mengedipkan mata kirinya.

"A-ayo kita ke kamar. " Dengan cepat aku menarik tangan Arista yang tepat di sampingku, muka ku terasa panas saat suara menggoda di keluarkan oleh Yulia.

Begitu di kamar aku hanya dapat membuat napas kasar saat Arista dan Yulia menatap meminta penjelasan.

Sungguh aku bingung, mau di jelaskan dari mana, pertanyaan mereka sederhana tapi berbahaya, sejak kapan aku menjalin hubungan dengan Alex.

"Dengar, untuk saat ini aku tidak bisa bercerita banyak. " ku tatap mereka berdua. " setelah semuanya berjalan sesuai rencana aku janji akan menceritakan sedetail nya. Tapi ku minta tentang pertunangan ku, tolong rahasiakan dulu.. " Ucapku lagi sambil ber sedekap.

" Wah, gimana ya, mulut ku tidak bergembok. " Aku tahu ini bakalan sulit, terlebih Yulia mulutnya terlalu lebar sampai berita apapun keluar dari mulutnya.

Aku menghela napas. "Kau mau apa. " tanyaku pelan, melirik Yulia dari sudut mata ku di mana dia tampak tersenyum, tapi di mata ku tampak seperti seringai menyeramkan.

"Makan siang. "

"Ok! " jawab ku cepat.

"Selama sebulan. " Ucapannya ini membuatku langsung memelototinya.

"Sebulan? no way, kau pikir aku mesin duit. " Marah ku. " bisa bangkrut aku buat beliin kamu makan sebulan. "

" Kan punya tunangan tajir, kak Sam nggak bakal jatuh miskin. " Ucapannya sungguh membuatku ingin menjitak kepalanya.

" Seminggu, Terima atau tidak. " kata ku sedikit tegas. Yulia tampak seperti menimang, tapi sejurus kemudian dia tertawa lebar.

" Cuma guyonan kok kak Sam." ucapnya disela tawanya. "Tenang aja, ini mulut siap tutup rahasia. Apa sih yang ga buat Kak Sammy. "

" Dasar bocah, " Gerutu ku mau tak mau tertawa geli mendengar gombal receh nya.

"Aku senang, Mi. akhirnya sobatku laku juga. " tutur Arista yang disambut gelak tawa Yulia. Asem! tidak enak banget omongannya.

*****

Aku menggeliat pelan, aduh leherku, sakit sekali. Rupanya aku tertidur dengan posisi menyender di kepala ranjang dan kepalaku tertekuk kedepan

Arista dan Yuli juga tertidur rupanya di kasur bawah, aku segera bangkit untuk mematikan tv dan sedikit Membereskan sedikit kekacauan di lantai, berupa gelas, bungkus camilan yang tercecer di beberapa tempat.

Setelah itu aku bergegas keluar kamar menuju kamar mandi karena kandung kemih ku ingin mengeluarkan isi nya.

'Astaga' batin ku begitu aku membuka pintu kamar mandi begitu selesai mengosongkan kandung kemih ku.

Sepertinya wajah ku terlalu dekat berhadapan dengan Alex , wajahnya begitu tampan dibawah sinar lampu malam, e.. apa apaan pikiranku ini, kenapa justru aku terpukau,keterlaluan sekali,sungguh memalukan.

"Bisa kita bicara. " perkataan nya membuat ku tersadar dari pikiran ku sendiri.

"T-tentu." jawab ku sedikit terbata dan mengikutinya ke sofa di depan TV.

" Ada apa? " Tanya ku mengawali percakapan, huf.. kenapa udara panas sekali ya.

"Aku menyadari kalau semua ini terjadi begitu cepat." ku tatap matanya saat dia menjeda ucapannya.

" Aku juga menyadari kalau kau juga menganggap semua ini seperti lelucon." dia menarik napas dalam dan membuang nya perlahan.

"Tapi, Aku hanya ingin kau tahu. " ujarnya menatap ku sangat lekat, apa kalian tahu sungguh susah untuk bersikap biasa dan tenang, seakan tatapan matanya tidak memberikan pengaruh apapun.

"Aku serius dengan diri mu.Bukan karena perjodohan, pertunangan, bahkan pernikahan yang di haruskan, tapi---saat pertama melihat mu, aku tahu dan yakin bahwa aku lah yang akan menjaga mu, memberikan kebahagiaan untukmu dan menemanimu seumur hidup. "

Aku yakin mulutku terbuka lebar, aku ingin bersuara, tapi tidak ada yang keluar dari mulut ku. oh.. kenapa rasa panas di wajahku tidak mau hilang malah semakin panas.

"Aku tidak menuntut jawaban. " katanya lagi, baguslah jadi aku perlu berfikir keras terburu-buru mencari jawaban.

" Baiklah, sudah dini hari sebaiknya kita tidur lagi. " dengan cepat aku berdiri mengikutinya yang langsung berdiri " Selamat tidur. "

" ya... selamat tidur. " aku hanya tersenyum kecil dan segera berlalu menuju pintu.

" Oh. aku hampir lupa. " Nah.. ada gombalan apalagi yang belum disampaikannya aku membatin.

"Ya? "

"Aku tunggu jam 9 pagi ini, kita akan kencan. kencan pertama kita. "

setelah mengucapkan itu dia segera berbaring di sebelah ayah, menarik selimut dan menutup matanya.

Whaa.. ttt !!!

****

Mata ku sungguh kejam, sejak aku masuk ke dalam kamar satu jam yang lalu sampai detik ini, mata ini tidak mau terpejam.

aku memposisikan badan ku ke arah kiri,menatap nanar kearah sebuah pajangan dari sulaman yang berbentuk rumah yang terpajang di dinding, berharap akan ada sesuatu di sana yang bisa membuatku mengantuk.

Astaga, aku benar-benar merasa seperti anak abg yang baru merasakan apa itu berpacaran?!

Ku harap besok aku tidak begitu memalukan , karena baru ini kali aku akan pergi berkencan. Kencan sungguhan, bukan sebuah khayalan

Sammy Harris semangat!!!