webnovel

Ameera Afirah

Hari berganti, berlalu begitu saja. Meninggalkan jejak di hari kemarin, menjadikan Ameera semakin tumbuh menjadi anak yang lebih dewasa.

"Ma, hari ini Ameera pulang agak lambat, yah. Ada bimbingan matematika" Sambil mengemasi buku-bukunya ke dalam tas, menarik kasper tas miliknya lalu disandangkan ke bahu.

"Makin sibuk saja nih anak SMA" Ada tawa kecil di ujung kalimat Wida.

"Ya, begitulah, Ma" Ameera membenarkan perkataan sang mama, memajukan bibir bawah, "Lupa deh rasanya tidur siang itu bagaimana" Ameera melangkah mendekati Wida, Wida menyodorkan kotak bekal berwarna kuning yang langsung diterima Ameera dimasukkan ke dalam tas bagian depan.

"Beritahu Pak Dodi kamu pulangnya jam berapa, biar dia ga nunggu lama" Pinta mama, kebiasaan sopirnya menunggu lama karena terlalu cepat menjemput. Takut Ameera tak nyaman jika dirinya yang harus menunggu.

"Siap, Ma. Ameera berangkat yah" Ameera menyalami tangan Wida dan keluar rumah setelah mengucap salam.

°°°°

"Meer, dicariin kakak kelas" Sambut perempuan berkawat gigi itu sebelum Ameera memasuki kelas, "Ada masalah apa dah?"

"Masalah apa? Ga tau, Mar" Jawab Ameera merasa bingung.

"Kayaknya mantannya Irfan deh" Lanjut Marbel penasaran, "Kalian kan dekat, mungkin dia cemburu"

"Teman doang elah si Irfan dikantongin dah biar ga ada yang ngambil" Ameera sedikit tertawa, "Terus sih kuman itu mana?" Tanyanya mengedarkan pandangan ke setiap sisi kelas, mencari keberadaan Irfan yang akrab dengannya karena satu gugus waktu masa orientasi siswa.

"Warung pojok, lapar katanya" Jawab Marbel yang memang diberitahu Irfan saat akan keluar kelas tadi.

Baru saja Ameera ingin melangkah masuk kelas, Marbel menghadangnya dengan menjulurkan kaki lurus memalang di pintu.

Ameera menatap sahabatnya itu, meminta jawaban dari tindakannya.

"Kalau si kakak kelas IPS itu?" Marbel memainkan alisnya naik turun.

"Apa sih?" Senyum kecil mengembang di bibir Ameera, merasa geli sendiri melihat sahabatnya yang selalu saja melemparkan pertanyaan-pertanyaan kepadanya, "Minggir ah, masih pagi dah kepo aja" Ameera menepiskan kaki Marbel, berhasil melangkah masuk dan mendudukkan diri di bangkunya. Tepat disamping bangku Marbel.

"Siapa sih namanya?" Tak menyerah, Marbel ikut mendudukkan diri di bangkunya, "Kata Rika dia minta salam sama kamu. Dia bela-belain datang ke rumah Rika hanya untuk nanyain nama kamu, padahal lagi hujan"

"Siapa apanya? Aku ga tau, Mar. Rika juga belum ada cerita tentang itu. Kamu aja nih yang keponya maksimal" Ameera menoyor pelan kepala Marbel, memintanya diam.

"Eh, Rikaaa" Teriak Marbel setelah melihat Rika memasuki kelas.

Rika tersentak, hampir latah dengan panggilan tiba-tiba itu. Jaraknya mereka tak jauh, hanya dibatasi satu bangku akan tetapi suara cempreng Marbel berhasil mengagetkannya.

"Apa sih bangke? Heboh benar" Rika menyimpan tas di bangku depan mereka. Duduk di atas meja menghadap belakang, memandangi ke dua sahabatnya.

"Itu, si kakak kelas IPS. Siapa sih namanya?" Alis Marbel mengkerut, "Tetangga kamu, yang dibilangnya nitip salam ke ini anak dugong" Marbel menunjuk pelan Ameera yang hanya diam melihat mereka bergantian mengobrol.

"Astaga, anying. Kok aku bisa lupa sih?" Rika menepuk jidatnya, "Si Farid, Meer"

Ameera mengernyit, "Ga kenal, ah"

"Makanya kenalan dulu, bangke. Sok jual mahal banget sih" Sarkas Marbel tersulut emosi melihat ekspresi wajah Ameera yang merasa paling cantik.

"Iya, kenalan dulu. Ngefans banget dianya, anjir" Rika tertawa mengingat bagaimana kakak kelas itu mendatanginya beberapa hari lalu, "Meer, hari itu hujan lagi deras-deranya. Dia datang ngetuk pintu manggil-manggil nama aku. Aku kira dia mau bayar utang pulsanya yang minggu lalu, ternyata kampreeet dia mintain nomor kamu" Jelas Rika panjang lebar, masih dengan tawa di ujung kalimatnya. Rika memang ada usaha kecil-kecilan, menjual pulsa atau token listrik.

Ameera dan Marbel ikut tertawa. Sebenarnya tak paham apa yang lucu dari kakak kelas yang datang pas hujan deras, tapi melihat ekspresi dan gaya Rika berceloteh membuat Ameera dan Marbel merasa lucu.

"Tapi ga ada nomor baru yang nelpon atau SMS, Rik" Kata Ameera, merogoh ponsel di saku roknya.

"Emang ga aku kasi nomornya, haha" Rika tertawa, sedikit membungkuk memegangi lututnya. Ameera dan Marbel saling pandang, merasa tak paham apa yang membuat Rika yang memang selera humornya sering meledak-ledak.

"Aku suruh dia bayar utangnya dulu, baru aku izinin dekati sahabatku. Eh, tapi dia kan ga ada bawa uang tuh. Wajahnya kusut gitu, menggigil kedinginan. Tapi aku suruh pulang"

"Hee, kejam banget" Ameera melempar tatapan tak suka. Bukan karena Rika tak memberi nomor ponselnya kepada kakak kelas itu. Tapi merasa kasihan.

"Sudahlah. Ga masalah. Kalau sama dia mah santai saja" Kilah Rika, "Nanti dia mau kesini bayar utang pulsanya, sekalian minta nomormu langsung"

"Rikaaa?" Seorang laki-laki jangkung berdiri di depan pintu, perawakan yang terlihat tegas membuatnya memiliki kharisma tersendiri. Tangannya berada di dalam saku celana.

"Eh, baru diomongin" Rika memutar badannya ketika namanya dipanggil, menatap Ameera sebentar lalu benar-benar berbalik ke arah sumber suara, "Mana utang pulsanya?" Rika meluruskan tangan ke depan, melakukan gerakan tangan buka tutup buka tutup pertanda meminta uang.

Sorot mata laki-laki itu jadi memudar, sedikit terlontar ke belakang, hampir saja mengumpat kalau saja dia tak ada Ameera disana.

"Eh, Meer. Ini Kak Farid" Tunjuk Rika ke arah laki-laki itu.

"Hm" Farid berdehem, "Hai, Aku Farid" Tangan Farid terjulur ke depan.

Dengan ragu Ameera mengangkat tangan begitu pelan, tapi Marbel langsung mengangkat tangan Ameera meraih tangan Farid, "Eh, Iya, Ameera" Ameera tergagap, membalas senyum Farid dengan kikuk.

"Sudah, ga usah lama-lama" Rika memukul pelan tangan Farid agar melepaskan tangan yang saling terikat itu. Membuat Farid lagi-lagi terloncat kecil ke belakang, dan memberi tatapan sinis ke arah Rika.

"Ya sudah, aku balik ke kelas dulu" Pamitnya pada Ameera dan Marbel, kemudian menarik Rika keluar kelas dengan gaya yang sengaja dibuat lembut tapi nyatanya tarikannya memiliki tenaga yang cukup membuat Rika tersentak.

Marbel memain-mainkan matanya, seakan menggoda Ameera. Ameera hanya menghela nafas berat lalu membenarkan posisi rambutnya ke belakang telinga.

"Ada-ada saja" Jawabnya, membuat Marbel setengah frustasi menidurkan kepala di atas bangku.

Entah mengapa, dia begitu ingin sahabatnya ini memiliki pasangan. Karena tak suka jika ada-ada saja perempuan yang mendatanginya dengan alasan macam-macam. Dituduh merebut pacarnya lah, dikatain ganjen lah, apalah. Padahal Ameera berteman dengan siapa saja yang ingin berteman dengannya.

Dia merasa tak nyaman, walau Ameera sendiri bersikap biasa saja. Tetap tenang dan tak peduli banyak dengan orang-orang yang tak menyukainya, atau orang yang iri padanya.