webnovel

Rival (1)

"Ga...rega...dengerin gue dulu...", karin tergesa-gesa mengejar rega yang sedang menuju ke parkiran sepeda tampak acuh menutup telinga tak menggubris suara panggilan karin. Rega tetap terus melangkah kaki cepat, karin tak pantang menyerah berlari mengejar rega.

"Loe ngehindar dari gue", karin terpaksa menarik tangan rega, tak disangka rega langsung mengibas tangan karin menjauh. "Loe gak bisa pergi dari gue ya, ga", ancam karin.

"Loe mau apa lahi sih dari gue", tanya rega santai.

"Loe jangan belagak sok lupa ingatan ya, urusan kita belum selesai"

Rega merengutkan dahi. "Urusan yang mana?"

"Dasar brengsek", karin mendorong kuat tubuh rega, kemarahannya beralasan.

"Loe bisa saja mengakhiri hubungan kita tapi ini...", karin menunjuk jari telunjuknya pada bagian perutnya.

Rega menghela nafas mengeluarkannya dari mulut, pemuda itu sangat mengerti apa yang dimaksud oleh karin.

"Jangan ganggu gue lagi", tegas rega pada karin.

Kira dari jarak beberapa meter melihat rega kekasihnya bersama cewek lain yang tak lain adalah karin. Teringat cerita yang ingin diceritakan oleh teman sebangkunya ami, kira mulai penasaran tentang apa yang akan disampaikan ami. Kira bersembunyi dibalik dinding yang tak jauh dari area parkiran ingin menguping pembicaraan rega dan karin.

Mereka berdua terlihat seperti sedang berdebat satu sama lain membicarakan akan sesuatu.

"Loe gak bisa seenaknya sama gue, sekarang loe bisa bersikap seenaknya tapi gue gak akan tinggal diam", tegur karin.

"Terserah loe mau ngapain tapi gue juga gak bakalan peduli"

Jari jemari karin menggenggam erat menyimpan sebuah kemarahan yang ditahan dalam dirinya ingin sekali ia lampiaskan pada rega. Dada karin sesak pelupuk matanya seakan ingin mengeluarkan air mata.

"Ada apa ini ga", kira yang tak sabar keluar mendekat kearah mereka berseteru.

"Kira? Sejak kapan loe...", kegugupan rega terlihat dari caranya berbicara.

Karin membuang muka pada kira menutupi wajah sedih dan kesalnya.

"Kak karin gak pa-pa?", tanya kira memergoki karin mengusap kedua pipinya.

"Loe gak perlu sok perhatian sama gue", ketus karin. "sebaiknya loe lebih berhati-hati dalam memilih pasangan kalau loe gak mau menyesal dikemudian hari", tutur karin sambil melirik tajam kearah rega berdiri.

Kira melihat pandangan mata rega serupa dengan karin yang menunjukkan sebuah emosi yang tertahan.

Rega menarik lengan kira mengajaknya mendekat sepeda motor rega, tanpa basa-basi rega menaiki sepeda motornya lalu menyuruh kira menyusul naik. Pandangan kira masih pada karin yang berdiri disana menatap sinis menjelang kepergian mereka.

Kira tak bisa berkata apa-apa selain mengikuti rega.

Sepeda motor rega pelahan mulai melaju keluar gerbang, karin menatap posisi kira sekarang harusnya dirinyalah yang berada dibelakang rega.

Tak kuasa karin berlari tertarik mengikuti laju motor rega hingga keluar gerbang. Bibirnya serasa ingin teriak memanggil nama rega tapi hatinya tak mengizinkan harga dirinya terus diinjak-injak oleh rega.

Kaki karin lemas dan tersungkur didepan gerbang sekolah sambil menteskan air mata, rasa sakit didadanya semakin menjadi saat rega sengaja meninggalkannya dengan cewek lain setelah segala yang dimiliki karin terlah diberikan padanya.

Dari arah selatan sebuah motor berwarna merah melaju kencang secara pelahan mengurangi kecepatan dan terhenti tak jauh dari karin yang sedang tersungkur sedih menatap jalan.

Pemuda itu membuka helm teropongnya dan turun dari atas motor.

Keheranan saat melihat seorang gadis didepan gerbang pintu sekolah meringkuk sedih tanpa alasan yang jelas.

"Loe...baik-baik saja?", tanya si pemuda.

Karin mengangkat kepala memandangi pemuda dihadapannya. Tak ada jawaban yang keluar.

"Loe ngapain disini?", tanyanya lagi sambil menggaruk-garuk janggut merasa heran.

"Gue bantu loe berdiri", ucapnya mengulurkan salah satu tangan pada karin.

Karin menyambutnya tanpa basa-basi.

"Loe gak masuk kelas? Atau ada urusan diluar?"

Tanpa disadari air mata karin tumpah yang tadinya ditahan langsung berasa kelaur dengan sendirinya. Karin menangis terisak dihadapan si pemuda.

"Hey...kenapa loe nangis? Gue kan gak ngapa-ngapain loe", gupuh si cowok.

"Please...jangan kayak gini ntar dikira gue yang bikin nangis loe"

Karin masih terus mengeluarkan air mata kesedihannya tanpa bercerita apapun.

Pemuda itu menggelendeng karin untuk naik motor yang dibawanya. Karin bahkan tak bisa menolak ajakan pemuda itu untuk pergi dari sana.

Tanpa pikir panjang si cowok membawa karin dengan motornya meninggalkan sekolah.Krin terus diam dibelakang jok motor tak bertanya tentang dibawa kemana dirinya akan pergi.

Beberapa saat motor itu berhenti disebuah cafe klasik. Suasananya sangat tenang dengan beberapa pengunjung sedang menikmati jam makan siang.

Karin kebingungan kenapa dirinya dibawa kesana. Pelan-pelan ia turun dari jok motor diikuti si pemilik motor.

"Kenapa aku diajak kesini?", refleks karin mendesak si pemuda saat sudah turun.

"Sorry...gue gak ada maksud apa-apa", jawabnya santai. "Gue Cuma ngeliat kayaknya loe butuh hiburan", imbuhnya.

Si cowok itu menyodorkan tangan duluan. "Nama gue semmy"

Karin sedikit terkesima begitu sopannya cowok yang ada dihadapannya sekarang, tanpa basa-basi dan rayuan gombal memperkenalkan diri dengan sikap gentle.

"Aku... karin", timpalku meraih tangannya.

Beberapa detik saling berkenalan semmy mengajak karin masuk kedalam kafe.

"Jadi...sekarang apa loe gak keberatan buat masuk?"

Mimik muka karin langsung bersedih lagi. Pandangannya tak luput dari mata semmy.

"Ada apa? Loe gak mau?"

Karin menggelengkan kepala. Kafe yang ada dihadapan karin sekarang adalah tempat dimana dirinya selalu kunjungi bareng rega, tempat sejarah mereka berduaan dan mengukir kebahagiaan, kisah itu sudah hilang karena perubahan sikap rega.

Kafe klasik tak jauh dari lokasi sekolah dan hanya butuh beberapa menit untuk mengunjunginya, tempat yang juga terkenal dikalangan teman-teman sekolah karin.

"Apa gak ada tempat lain selain disini?", ujar karin merasa tak enak.

Semmy menggaruk-garuk kepala. "Gimana ya....", jawabnya gak berat. "Gue masuk kedalam karena harus kerja"

"Kau...kerja disini? Tapi aku gak pernah lihat ada pegawai seperti kakak selama aku berkunjung kesini"

Karin keheranan melihat penampilan semmy yang tak biasa berdalih menjadi salah satu pegawai di kafe klasik. Gaya semmy yang mengenakan jaket hitam andalannya ditambah wajah maskulinnnya yang punya aura diatas rata-rata membuat karin semakin tidak mempercayai pengakuan yang dikatakan semmy.

Semmy tersenyum tipis. "Aku hanya part time disini"

Mulut karin memonyongkan bibir, "Ooh...pantesan"

Tak sengaja mata karin menemukan sebuah motor berwarna hijau yang diparkir tak jauh dari motor semmy. Mata karin terpaku pada motor yang tak lain milik rega. Sejoli itu pasti berada didalam kafe sedang menikmati makan siang.

"Ada apa?", tanya semmy.

"Eng...nggak ada apa-apa, ayo cepat kita masuk aku sudah pegal pengen duduk", alih karin berjalan mendahului semmy. Sedikit bingung semmy mengekor tanpa bertanya lebih banyak lagi.

Rega dan kira duduk dimeja nomor 10 tepatnya berada dipojok sebelah kanan dekat pintu masuk, tempat yang biasa ditemapti karin dan rega saat mereka berkencan. Karin terbelalak menemukan rega dan karin berada disana.

Karin berusaha sekuat hatinya mendekati meja mereka, duduk disekitar tempat duduk rega dan kira meski tak satu meja.

Semmy melihat karin sudah memilih tempat duduknya, semmy berjalan menghampiri karin dan menanyakan pesanan. "Loe mau pesan apa nanti biar gue yang ambilin"

Karin menggelengkan kepala. Semmy makin bingung. "Terus...loe gak apa-apa disini sendirian"

Karin dengan sengaja menarik tangan semmy menyuruhnya duduk tepat didepan karin.

"Bisakah kakak disini sebentar nemenin aku?", melas karin.

Dari arah jam 3 kira mendengar suara karin yang familiar ditelinganya. Gadis itu lalu mencari-cari darimana datangnya suara karin. Rega yang ada didepannya mulai ikut penasaran mengikuti bola mata kira yang seakan mencari-cari sesuatu.

"Ada apa sih sayang?", tanya rega.

"Ga...itu bukannya kak karin ya", sahut kira tanpa ragu.

Rega ikut menoleh kearah dimana mata kira tertuju, disana dirinya melihat karin bersama seorang cowok berpakaian bebas tak berseragam seperti dirinya dan kira.

"Itu...kira-kira kak karin sama siapa ya?", gumam kira. "Kayaknya aku kenal", tambahnya.

Jaket hitam milik semmy nampak dari belakang memancing rasa penasaran kira. Beberapa detik kira terus berpikir mengingat siapa pemilik jaket hitam itu.

"Udahlah...ngapain sih kita ngurusin si karin", sewot rega meminta kira fokus dengan quality time mereka.

Ekspresi wajah kira menunjukkan otaknya sudah menemukan jawaban yang ia cari. Tanpa pikir panjang kira bangkit dari tempat duduk dan menghampiri meja karin. Rega dibuat greget karena ulah kira yang meninggalkan tempat duduknya tanpa meminta persetujuan rega untuk pergi.

"Kak sem?", dengan mantap kira berucap nama semmy didepan karin.

Semmy mengerutkan kedua alisnya. Kira tersenyum lebar dihadapan semmy, dirinya merasa betapa senangnya bisa bertemu dengan semmy disana.