webnovel

Merajut Mimpi

Reisa melamun kalung yang sedang terikat dilehernya seolah menjadi semakin berat karena adanya sebuah rahasia didalamnya. Kalung itu membawa kebenaran akan sammy. Foto kedua orang yang ada diliontin masih menjadi sebuah teka-teki.

"Kak reisa pinjam baju putihnya dong", kira tiba-tiba membuka pintu kamar tanpa mengetuk terlebih dahulu. Kira melihat reisa sedang terdiam melamunkan sesuatu.

"Kak reisa?" kira mengibas-ngibaskan telapak tangannya didepan wajah sang kakak. reisa terbengong.

"Kira?! Ketuk pintunya kalau mau masuk", reisa terbelalak kaget.

Kira melengos." Kak rei juga ngapain ngelamun", nyolot kira tanpa bersalah.

Kira melihat kakaknya memegang kalung yang melingkar dileher reisa, tak lain itu adalah kalung yang kemarin ditemukan dalam rubik milik sammy.

"Eh…kenapa kalung itu kak reisa pakai?"

Reisa buru-buru memasukkan bayangan kalung nya dibalik baju. "Apaan sih kira?!"

Kira tak tinggal diam ingin melihatnya lagi. "Iyakan kak reisa memakainya", oceh kira menggoda.

Reisa tak berkutik menyangkal.

"Bukannya itu milik kak sam, kenapa kakak pakai?", selidik kira mengulik rasa ingin taunya.

Reisa merenung tak menjawab. "Kenapa? Jangan-jangan kakak udah jadian ya ama kak sam", celetuk kita menebak-nebak.

"Apaan sih kira?! Jangan bicara sembarangan", usir reisa merasa agak malu-malu diraut wajahnya yang sedikit terusik. "Jangan ganggu kakak"

Mendorong pelan tubuh kira sekali menunjukkan pintu keluar. Tak menyerah.

Kira peka akan reaksi sang kakak menyembunyikan rasa malunya.

"Ciyehh...ada apa nih, wajah kak rei memerah tuh", goda kira melototi muka reisa salting.

"Kakak beneran jadian sama kak sam?"

"Enggak... siapa yang jadian", jawab reisa cepat.

Reisa menaruh kepalanya diatas meja sambil duduk mendesah panjang seolah memikul beban berat dipikirannya.

"Jadi kakak sudah nentuin pilihan milih kak sam"

Mendengar nama sammy keluar dari mulut kira, reisa seolah terbayang kembali dengan sosok pemuda itu yang terbaring pingsan saat diruang kesehatan.

"Sammy? Ada banyak sisi gelap yang tak bisa kulihat pada dirinya", spontan reisa.

Kira mendengarkan.

"Lalu...semmy? sikapnya yang seenaknya itu membuatku tak nyaman, mereka berdua sungguh membuat hari-hariku tak tenang", keluh reisa.

Kira nyengir. "Bagus dong, seenggaknya mereka buat hidup kak rei jadi lebih berwarna"

"Apa menurutmu itu bagus?"

"Apa kak reisa gak pernah kepikiran ingin tau kehidupan mereka, maksudku berada didekat mereka itu sepertinya bukan hal yang mudah, kak reisa memiliki kesempatan itu"

Reisa mengangkat kepala dan memandangi adiknya beberapa detik. "Kesempatan"

Ketidaksengajaan membawa reisa mengenal semmy dan sammy, sekian banyak perempuan yang mendekati mereka reisa menjadi salah satu yang beruntung bisa berbicara dan berada didekat mereka. Tujuanku berada didekat sammy adalah karena aku ingin belajar tentang impianku menjadi seorang penulis, sebuah mimpi yang membawaku datang mereka dan sekarang menjadi sebuah hal yang nyata.

Reisa mengambil buku berwarna cokelat dari laci mejanya. "Kau benar kira", gumamku masih menatap buku ditangan.

"Oke...good luck kak", ujar kira menepuk bahu reisa lalu sukarela keluar dari kamar sang kakak.

Reisa memandangi buku cokelat miliknya, dirinya berpikir mungkin reisa bisa menuliskan sesuatu didalamnya. Tiba-tiba ponsel reisa berdering satu kali. Satu pesan masuk tertera dilayar handphone miliknya, tertera nama sammy.

Reisa langsung buru-buru membuka pesan. Pemuda itu mengirim pesan ingin bertemu dengannya besok pagi diperpustakaan ditempat biasa mereka berdiskusi. Sammy tak akan mengajaknya bertemu bila tak ada hal yang penting untuk dibicarakan, reisa bertanya-tanya dalam hati mengapa cowok itu ingin bertemu? Malam yang larut itu membuat reisa tak bisa tidur nyenyak karena pesan random dari sammy.

****

Tuk...tuk...tuk...suara jari jemari diketuk-ketukkan diatas meja, raut muka badmood saat mengerutkan kening, sesekali melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Waktu berjalan beberapa menit tapi yang ditunggu belum juga datang. Sammy duduk dalam perpustakaan ditempat favoritnya, ponselnya sunyi tak ada pesan masuk dari reisa ataupun balasan pesan sejak tadi malam. Pikirannya sedikit risau, mungkinkah reisa tak ingin bertemu dengan dirinya.

Ditengah lamunan sammy mendengar namanya dipanggil. "Sammy...", reisa berdiri tak jauh dari tempat duduk sammy. Gadis itu datang dengan muka sedikit pucat pasi. "Maaf sam...kau pasti sudah menunggu lama", ujar reisa merasa bersalah.

Sammy hanya memandang reisa dingin, tak lama sammy menggerakkan kepalanya mengode reisa untuk duduk. Reisa pun mengikuti arahan.

"Kau...bener-bener hobby menyuruh orang menunggu" ketus sammy menyilangkan kedua tangan diatas dada. Reisa teringat kejadian seperti ini sudah terulang kedua kali baginya.

"Kan aku sudah bilang maaf", sambarku merapatkan kedua tangan.

"Sampai kapan? Sampai kapan kau akan membuatku terus menunggumu?"

Reisa tak paham akan perkataan sammy yang ambigu. "Maksudnya?"

Sammy dengan acuh membuang muka. "Lupakan"

Mulut reisa ingin sekali bertanya apakah pemuda itu baik-baik saja setelah mengalami pingsan kemarin. "Sam...kau...

Sammy menoleh kearah reisa kembali. "Kau...untuk apa mengajakku ketemu?"

"Aku tak ingin membahas kejadian kemarin, aku bertemu karena ada yang ingin kusampaikan"

Seperti biasa sammy sangat peka pada pikiran reisa. "Lalu untuk apa?", tanyaku lagi.

Sammy mengeluarkan sebuah kertas lalu ditaruh diatas meja.

"Apa ini?", tanyaku basa basi.

"Apa harus aku yang membacanya?"

Reisa menarik kertas yang diberikan sammy, beberapa detik memandang kertas itu dengan seulas senyuman dibibir reisa. "Sam...ini...

"Kau mau ikut?"

Dengan senang hati reisa menjawab, "Tentu saja sam", perasaan gembira itu tergambar diraut wajah reisa. "Ini buatku sungguh jadi kesempatan yang bagus, lomba menjadi seorang penulis, darimana kau mendapatkan informasi ini?"

"Jangan terlalu senang dulu, kau harus bekerja keras untuk bisa memenangkannya", sambar sammy sedikit bernada meremehkan.

"Kau meragukanku?!", sewotku penuh keyakinan.

Sammy mencondongkan tubuhnya kedepan reisa menantang gadis itu, "Kau mau taruhan?"

Reisa berkesiap, "Taruhan?"

"Bagaimana kalau kita taruhan?", ulang sammy.

"Apa untungnya bagiku", sahutku.

Sammy memberikan pilihan, "Kalau kau bisa menang, kau bisa mendapatkan dua hadiah sekaligus, satu hadiah karena kau jadi pemenang dan satu hadiah lagi dariku"

Reisa terbuai ucapan sammy. "Kau...beneran akan memberiku hadiah?"

"Tentu...kau bisa meminta apapun dariku"

Ucapan sammy membuat kesenangan reisa menjadi berlipat ganda. "Kau serius? apa saja?"

Sammy memotong ucapan reisa. "Tapi...jika kau kalah kau harus menuruti semua permintaanku, bagaimana?"

Sammy mengulurkan tangan mengajak berjabat tangan. "Oke siapa takut" reisa membalas uluran tangan sammy. "Sepertinya takdir memihakku", reisa meringis senang menatap wajah sammy.

"Kau sepertinya sangat percaya diri bisa mengalahkanku"

senyum reisa penuh keyakinan.

"Ingat! Aku benci kecurangan", ujar sammy mengancam reaksi reisa.

"Aku gak akan curang, aku hanya butuh persetujuan"

Sammy tak bisa membaca pikiran reisa. "Untuk?"

"Untuk tulisanku, kau kan guruku, apa aku boleh menulis tentang apapun?"

Sammy mengangguk dengan entengnya menyetujui pendapat reisa.