webnovel

3. Perjuangan + Mantan

Hari ini adalah hari perjuangan pertama seleksi bersama masuk perguruan tinggi secara online. Meskipun online, tetap harus ke kampus yang menjadi panitia pelaksana seleksi ini.

Pertama kali aku dihadapkan oleh jejeran komputer yang sangat banyak, dengan jumlah peserta seleksi yang banyak juga.

Dan tes pertama dimulai, kukerjakan dengan penuh antusias. Berharap hasilnya sangat maksimal. Namun hal yang tidak terduga pun terjadi. Tiba-tiba seluruh komputer di ruangan kami tes mati, listrik mati.

"Aaaaarghhh..."

"Waduuuuhhh... kenapa ini?"

"Anjaaaaiii... aku hampir selesai..."

"Aku udah selesai, tapi belum diklik 'selesai-nya'..."

Sontak suasana ruangan yang tadi panas meski difasilitasi AC, menjadi semakin panas karena mati lampu. Hampir seluruh peserta panik karena kejadian ini, tak terkecuali aku. Aku yang tinggal klik selesai, jadi batal gara-gara mati lampu tadi.

Tak lama kemudian, listrik, lampu, perangkat komputer dan AC menyala kembali. Tapi sama sekali perasaan kami tidak lega. Karen kami semua harus mengulang lagi dari awal, meskipun waktunya tidak ditambah.

Kembali ku konsentrasi membaca soal-soal tersebut, Waaaahh.. soalnya sama. Insya Allah aku masih ingat jawabannya. Dengan cepat kubaca soal sedikit, lalu klik jawaban. Begitulah seterusnya, tak sampai lima menit aku berhasil menyelesaikannya dan langsung klik tombol 'selesai' takut kejadian tadi terulang kembali.

Dengan duduk dengan tenang, kuperhatikan peserta lain yang juga segera menyelesaikan tes mereka, mungkin dengan perasaan yang sama denganku, takut mati listrik lagi.

Waktu dinyatakan habis oleh timer yang terus berjalan di masing-masing perangkat komputer kami.

"Bagi peserta yang telah selesai, diharapkan keluar ruangan dengan tertib..." ujar pengawas seleksi kami tadi.

Kulihat wajah peserta tes, rata-rata sangat kusut, ada beberapa yang tenang seperti aku. Aku segera mengontak Felli dengan telepon jadulku. Kami berada di ruangan dan gedung yang berbeda. Akhirnya aku memutuskan untuk menghampiri Felli.

Sampai di tempat Felli menunggu, tampak wajahnya yang sangat kusut. Ternyata kejadian mati lampu tadi bukan hanya ruangan aku saja yang mengalaminya. Sepertinya seluruh lokasi di kampus ini mengalami gangguan yang sama.

"Huuuhh.. sebel... gara-gara mati lampu tadi konsentrasi ku buyar. Bayangkan aku memulai semua lagi dari awaaall... aaarrrgghhtt..." ucapnya gemas..

"Bukankah tadi soalnya sama Fel?"

"Iya sama... masalahnya tadi itu aku masih belum selesai. Gara-gara terlalu konsen mencari jawaban yang kurasa cukup sulit. eeehh tahu-tahu nya waktu mau habis aja, dan gilanya listrik pakai padam segala..."

"Iya siiih... tadi nyebelin banget. Ada-ada aja masalahnya," jawabku.

"Tapi kok kamu tenang-tenang aja?" celetuk Felli.

"Lalu kamu maunya aku kayak apa?"

"Yaaa ikut-ikutan heboh juga kek, ikut ngeluh kek, ikut marah-marah sama panitia juga kek..."

"Wkwkwkwk... emangnya aku kelihatan gak marah gitu?"

"Enggak..kamu terlihat santai aja kayaknya..."

"Tadi aku juga panik kok, tapi syukurnya aku tadi sempat menyelesaikan semua. Jadi pas listrik nyala lagi, aku hanya tinggal menjawab ulang aja..."

"Waaahhh... kamu curang... kenapa kamu bisa selesai?"

"Soalnya tadi aku jawabnya yang mudah aja dulu, yang susah-susah aku cari terakhir, kalau gak bisa lagi, aku main cap cip cup kembang kuncup, atau aku kosongkan aja... dari pada nilainya malah minus kalau dijawab semua, tapi salah kan?"

"Iiihhh... Aaaaaaarrrggghhhtt..." Felli hanya mengerang gemas.. "Rasanya mau meremas komputer itu sampai lecek... sebel banget, sumpaaahh..."

"Sabar...sabar.. kan masih ada hari esok untuk dua tes lagi. Sapa tahu kamu malah memimpin di materi esok..."

"Iya... mudah-mudahan..."

Lalu kami pulang ke rumah masing-masing dan belajar untuk materi esoknya.

***

Usai kepanikan yang kami berdua alami, kami mencari Chesi yang berbeda lokasi tes dengan kami. Bertemu di jalan dan jidatnya penuh kerutan karena mumet dengan tes yang tadi dilaksanakannya.

"Susah banget... Ahh.. pusing...." keluhnya memijit-mijit kepalanya.

"Jangan terlalu dipikirkan, nanti malah stress...," tuturku berusaha menenangkannya.

"Kamu iya lah merasa tenang, kali ini keberuntungan lagi berpihak padamu...," celetuk Felli..

"Yeee... aku diam aja deh..no comment..." mereka lagi sensi ni.. takut kena semprot lagi..

"Huuuh..." Felli mendengus dan Chesi mengeluh.

Kami pulang dalam diam di angkot sibuk dengan pikiran dan perasaan sendiri.

***

Untuk menyiapkan materi esoknya, membuat kepala lumayan pusing. Kemampuan sainstek aku geblek, kemampuan soshum aku Enol gede. Meski dulu sejak awal masuk dalam jurusan sains di sekolah, tapi kemampuan aku hanya sekedar kemampuan anak bahasa 😂

Mata pelajaran yang tidak pernah mengulang hanya yang berkaitan dengan sastra, seni, olah raga, Oh iya, satu lagi..biologi juga ga pernah remedial. Sementara mata pelajaran fisika, kimia, apalagi matematika tak pernah lepas remedial.

Setiap ulangan harian matematika, selalu saja remedial semenjak SD. Paling parahnya semenjak kelas sebelas SMA. Pernah gak tuntas-tuntas hingga di raport nilai matematika ku tidak dikasih oleh guru matematikanya. Waktu itu benar-benar masa yang sangat kelam bagiku. Untuk mengambil tambahan di luar sekolah, orang tuaku tidak sanggup untuk membiayainya.

Jadinya belajar seadanya aja sama Kakakku yang punya otak lebih encer dari pada aku. Semenjak SD hingga SMA, kakakku selalu menjadi juara kelas. Sementara aku hanya sanggup mendapat peringkat kelas, nomor sepuluh aja di kelas. Itu waktu SD dan SMP. Karena nilai lumayan laah, jadi ditawarkan masuk jurusan sains saat pendaftaran dulu. Maunya jurusan Bahasa, ternyata di sekolah yang aku daftar ngga ada jurusan Bahasa. Pengen masuk sosial, disuruh ke sains oleh panitianya. Ya udah aku ngikut saja. Selama SMA, nilaiku mengalami kemunduran yang signifikan. Mau pindah jurusan, dilarang Felli. Katanya nanti aku malah makin santai, tambah nggak mau belajar kalo di jurusan sains.

Terpaksa, kujalani hidup sebagai siswa dengan peringkat sepuluh di akhir setiap pembagian raport. Syedihnya.. ☹️

Materi Sanstek, yang membuatku pusing, ujung-ujungnya coretan lembar buram kuhamburkan, sambil garuk kepala karena pusing. Lalu kucoba membuka lembar soal soshum, ternyata pusing juga. Selama SMA nggak pernah belajar Ekonomi, Akuntansi, Sejarah,.. sementara aku mengambil peminatan geografi, jadi lumayan lah untuk materi geografi.

Belajar Sistem Kebut Semalam, membuatku bangun kesiangan. Aaaaarrrrggghhht... mati aku.. .mati aku..mati aku... sungguh sangat-sangat panik. Bersyukur ayah mau mengantarku ke lokasi tes. Jadi sampai di lokasi, saat semua telah duduk di dalam ruang ujian.

Layar komputer sudah terpampang soal sainstek, mencoba mencari-cari jawaban dengan lembar buram yang disediakan, malah ngga ada ketemu jawaban yang cocok. Aaaarrrgghh.. Sepertinya aku memang tak akan pernah kembali membahas soal matematika lagi nantinya. Daaahh..matematika...

melambaikan tangan ke kamera, menyerah..menyerah...Dengan klik tanda selesai, meski masih banyak yang kosong. Aku sudah sangat pasraaah.. hancur-hancuran deh di kemampuan sainstek ini.

Kunikmati istirahat dengan sakit kepala yang luar biasa, sudah lama sekali tak menyentuh hitungan. Rasanya seperti ketemu mantan, rasanya sangat menyakitkan, pusing luar biasa. Sebentar lagi akan dilanjutkan dengan materi soshum, entah apa lagi yang akan terjadi dengan isi kepalaku.. apakah akan meledak?"

"Yuki... Yuki..." seseorang membuyarkan lamunanku. Kulihat, dia adalah Zaki. Iya.. Itu Zaki, mantan pacar sebagai pelarian perasaanku dari Harry. Seorang brondong yang kuterima-terima saja. Walau sebenarnya kami seusia.

Kenapa malah ketemu dia? batinku yang udah mumet duluan sebelum mulai ujian yang berikutnya.

"Kamu mau ikut seleksi masuk perguruan tinggi juga Ki?" tanyanya.. Aku hanya mengangguk, canggung. Orang yang kuputuskan secara sepihak juga.

"Mau ambil jurusan apa?" tanyanya lagi.

"Aku hanya coba-coba kok Zaki. Mau coba Kesehatan Masyarakat, tapi kayaknya itu tak mungkin. Tadi sainstek kacau banget..."

"Iya.. bener banget . susah..sumpah..." tambah Zaki. "Haaah.. aku juga gak yakin nanti bisa lulus di Teknik Sipil.. Lalu jurusan apa lagi?" dia seperti menginvestigasi.

"Aku ambil campuran Zaki, jadi dua lagi aku ambil Ilmu Hukum, dan satu lagi Pendidikan Bahasa..."

"Waaahh... kamu suka sekali nulis kan? Mau jadi guru kan?" dia seperti sangat memahami ku. Ya, aku pernah cerita siih.

"Yaaa.. yang mana aja.. yang penting lulus dulu.. Selanjutnya nanti ikut sesuai yang mana diterima aja. Kalau lulus di guru aku jadi guru, kalau lulus di hukum ya nanti lihat aja bisa kerja apa nanti."

"Aku doakan kamu meraih yang terbaik ya..." doanya padaku dengan wajah yang tulus.

"Semoga kamu juga lulus di teknik sipil ya.. aku doakan juga.."

"Makasih Ki.. Hmmm.. sekarang kamu sudah punya pacar lagi belom?"

"Oooh.. enggak.. sejak kita putus aku fokus belajar untuk persiapan SBM ini aja. Kamu gimana?"

"Aku juga nggak pernah pacaran lagi.. soalnya .. soalnya..aku masih..."

"Zaki...Zaki..." sengaja kupotong ucapannya. Aku takut mendengar kelanjutannya. "Sudah waktunya..aku mau masuk ruang ujian lagi .." ucapku tergesa.. "Kamu gimana?"

"Oh.. ya udah.. selamat ujian. Aku udah selesai, cuma ambil saintek aja. Mau aku tunggu? Kita pulang bareng?"

"Nggak usah..nggak usah. Aku masih lama pulangnya. Nanti kamu capek..."

"Ngga apa, aku senang bisa berjumpa dengan kamu lagi.. sudah lama semenjak terakhir kita bertemu, aku akan menunggumu di sini..." dia memberikan senyuman itu lagi. Senyuman yang dulu sering kulihat, sewaktu masih duduk di bangku sekolah. Dan selama kami pacaran beberapa waktu.

"Jangan...!! Aku sudah janjian dengan Felli. Kamu masih ingat Felli kan?"

"Iya, tentu saja aku ingat.."

"Jadi kamu pulang saja. Aku nggak mau nanti dia ngambek gara-gara pulang bareng kamu."

Dia diam seribu bahasa, dan mengangguk. "Baik lah .. selamat ujian ya.. Semoga sukses..."

"Kamu juga..."

Kutuju ruangan yang telah berisi peserta seleksi UTBK. Pikiranku mulai bercabang, satu menghadapi soal-soal soshum, dan Zaki.

Entah lah, aku pasrah dengan ujian untuk hari ini. Benar-benar sudah menyerahkan semua kepada yang kuasa. Lulus bersyukur, nggak lulus berarti harus mencari pekerjaan. Kepalaku benar-benar pusing. hapalah...hapalah...

Kutuju ruang ujian Felli, dan mungkin kali ini Felli yang merasa lebih baik dibanding kemarin. kebalikan denganku yang hari ini pusing dengan materi penjuruan.

"Gimana Fel tadi?"

"Lumayan lah Ki, kamu sendiri gimana?"

"Aku pusiiiiing... Susah banget sumpaaahh..." rutuk ku..

"Emang bener siih.. Tapi lumayan lah dari kemarin."

"Kalau aku,.mendingan yang materi ujian yang kemarin.. Tapi ya sudah lah, kita tunggu hasilnya sebulan lagi gimana..."

"Iya, semoga aja ada yang jebol.."

Lalu kami melangkah menuju lokasi Chesi. Dan kami berpusing ria bertiga usai tes tahun ini. Kami nongkrong dulu di kafetaria terdekat, dan sungguh kaget kami bertiga, apalagi aku menemukan sosok yang tadi mengajakku pulang. Ternyata memang ditunggu.

Dia mendekat, dan "Halo Kak Felli dan Kak Chesi..." Zaki duduk di sebuah bangku di sebelahku, Felli dan Chesi saling bertatapan, lalu membulatkan matanya padaku mungkin meminta jawaban kenapa Zaki ada di sini.

"Aku sengaja menunggu Yuki di sini..." katanya lagi.

"Jadi sejak kapan kamu menunggu?" todong Felli. "Yuki, kalian pacaran lagi?"

"Aaahh.. enggak aaah.. ini tadi ketemu secara ngga sengaja pas istirahat usai saintek tadi kok..." aku membela diri.

"Iya, tadi kami kebetulan ketemu aja..."

"Lalu kamu nggak cerita ke kami gitu?" Felli masih sewot.

"Lhaaa.. aku tadi pusing abis ujian, yaa ngga ingat juga." Ku pandang wajah Zaki, cowok yang memiliki wajah imut dengan mata langsung hilang saat tersenyum dan tertawa ini, "Kan aku sudah nyuruh kamu pulang? Kenapa masih nunggu?"

"Kan aku sudah bilang, aku lagi kangen sama kamu..."

"Kamu lihat sendiri kan, aku bareng teman-teman.. Lihat tuh, mereka jadi marah ke aku kan..."

Felli melotot padaku, lalu membuang muka. Felli adalah orang yang tak setuju aku pacaran dengan Zaki. Jadi selama aku pacaran gaje dengan Zaki, Felli selalu nyinyirin aku dan nyindir aku.

*bersambung*