webnovel

Chapter 1 : Diketahui - Part 2

Pandanganku perlahan mulai gelap.

Kemana cahaya putih itu?

Ahh... mungkin aku sudah dipindahkan ke neraka.

Sesuatu yang sangat dingin menusukku perlahan semakin lama semakin banyak apa aku sedang disiksa dengan ribuan jarum es?

Tidak bukan hanya itu, sekarang aku merasa sekujur tubuhku sangat panas, rasanya seperti sedang dibakar oleh api yang sangat panas lalu ditusuk oleh ribuan jarum es yang akan membuat tubuhku melebur.

Sungguh aku tak ingin melihat tubuhku yang sedang disiksa dalam neraka ini. Aku tak ingin.

"Moouuu.... Mouuu... mouuuu.... Moooooouuuu"

"Mooooouuuuu... Mooouuuu"

Apa? Siapa itu?

Ehh..??

Terdengar juga suara lonceng kecil?? Itu mungkin aksesoris yang dipakai oleh orang yang menyiksaku ini.

Bicara apa dia? ataukah dia sedang menghinaku agar aku semakin merasa bersalah atas semua perbuatanku?

Diam kau!!

Bahkan untuk berbicarapun tubuh ini tak sanggup.

Sial! Aku juga tak sanggup membuka mata ini, setelah rasa panas itu hilang kini giliran tubuhku yang sangat kelelahan aku tak bisa menggerakkannya.

aku tak ingin seperti ini, kumohon bebaskan aku dari sini...

Seakan harapanku itu terwujud.

Aku merasakan tubuhku dipangku oleh seseorang yang lebih besar dariku... mau kau apakan lagi aku?

Tidak... tidak... sudah cukup dengan siksaan ini aku sangat kelelahan... kumohon hentikan... lepaskan aku!

Setelah beberapa lama aku dipangku lalu terdengar suara pintu yang didobrak paksa.

Bruuakk!!

"Sayang, ada apa? apa yang kamu bawa? Tidak... siapa itu? apa yang terjadi kepadanya?"

Suara itu seperti perempuan. Itu mungkin pasangan dari orang yang sedang memangku diriku.

"Nanti aku jelaskan, sayang sekarang cepat kamu ambil air dan beberapa tanaman herbal untuk pengobatan"

"Baiklah tunggu sebentar"

Tubuhku lalu ditempatkan dengan baik pada sesuatu yang cukup empuk tapi agak kasar, kepala yang lemas ini diberi bantalan agar aku lebih nyaman saat berbaring kurasa seperti itu.

Siapa orang yang menyelamatkanku dari siksaan yang mengerikan itu? kumohon cepatlah mataku ini, cepatlah kau bisa terbuka, aku tak sabar ingin mengucapkan rasa terimakasihku.

Terlepas dari itu aku merasakan seseorang disana melucuti pakaianku, sesuatu yang dingin melumat habis tubuhku, tidak ini tidak sedingin yang tadi.

***

Menggembala sapi memang sangat menyenangkan terlebih lagi ketika menggiring mereka yang sedang berkolompok untuk masuk ke kandang, rasanya seperti diktator saja.

Itulah yang dirasakan penggembala itu.

Hari sudah sore waktunya bagi sapi-sapi itu kembali ke kandangnya ditambah lagi langit sudah mendung akan repot jadinya jika penggembala itu kehujanaan saat pulang ke rumahnya.

"satu... dua... ... lima... oh tidak, aku melewatkan tiga sapi lagi, dimana mereka?"

Dia bergegas pergi ke padang rumput sambil membunyikan lonceng pemanggil sapi.

"Kemana mereka? Mestinya tidak akan sesusah ini untuk mencari tiga ekor sapi, akan gawat jadinya jika mereka dimakan serigala atau monster pemakan ternak. Aku akan dihukum oleh tuan Cadell yang menguasai tanah ini"

Lelaki itu mempercepat langkah kakinya berinisiatif mencari tiga sapi yang hilang itu lebih jauh lagi.

Padang rumput yang terhampar luas ini berada di daerah perbukitan. Hanya terdapat beberapa pohon besar untuk berteduh dan batu-batu besar yang abstrak dan berantakan tersebar diseluruh padang rumput ini.

Tibanya diatas bukit hujan mulai membasahi area perbukitan. Lelaki itu bergegas mengarah ke pohon besar yang ada didepannya.

"Kalau sudah seperti ini akan repot jadinya nanti. Aku akan dimarahi, bagaimana ini?"

Dia merengek meratapi nasib buruknya pada hari ini.

Lelaki itu dipaksa untuk memilih sebuah pilihan yang sangat tidak menguntungkan bagi dirinya. Dihukum oleh majikannya jika sapi-sapi yang hilang itu tidak ditemukan, atau mati ditangan monster ketika dia sedang mencari sapi-sapi yang hilang.

Meski begitu dia tetap berharap bisa menemukan sapi-sapi itu dengan selamat ketika kembali pulang.

Tubuhnya kedinginan akibat angin musim dingin yang datang menerpanya, begitu dingin sehingga terasa menusuk pori-pori kulit.

Namun angin tersebut malah membuat lelaki itu senang, tampaknya angina tersebut membawa suara sapi-sapi yang hilang kearahnya.

"Itu dia, sapi-sapi itu pasti disekitar sini"

Lelaki itu memperhatikan sekelilingnya sampai matanya tertuju pada batu besar dibawah sana.

"Disana, mereka pasti ada dibalik batu besar itu!"

Dia bergegas menuju balik batu besar di bawah sana, tidak peduli hujan yang sudah lebat bahkan dengan angin musim dingin dia mengabaikannya.

"aku tidak menyangka ini begitu dingin, terserahlah. Lagipula hanya untuk saat ini saja. Ketika aku kembali ke rumah aku akan merendamkan tubuh ini pada air hangat selama mungkin sampai aku terlelap disana"

Dia percaya kali ini nasib baik sedang menghampirinya.

"Apa itu?"

Ini benar-benar tidak terduga alih-alih setelah menemukan sapi-sapi yang hilang itu langsung kembali menuju kandang, lelaki itu mendapati sesuatu—tidak, itu adalah seseorang dengan tubuh gosong seperti habis terbakar, benar-benar hitam.

"oh, tidak, kenapa nasibmu buruk sekali belric"

Dia terdiam sesaat sambil menutup mukanya dengan tangan kanan miliknya.

"Apa yang kulakukan? Kenapa malah berdiam diri? Mungkin saja dia masih hidup, apa salahnya mencoba memastikan dia masih hidup atau sudah mati"

Belric bergumam sendiri untuk meyakinkan niatnya itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan pada saat seperti ini.

Orang itu benar-benar sudah gosong, itu benar-benar menyedihkan, ketika belric perlahan mendekati orang itu bau busuk menyebar disekitarnya,

Dalam hati belric berkata "ohh tuhan... ini sangat bau sekali!" tetapi dia terus maju memaksakan dirinya.

Belric mengulurkan tangannya ke depan hidung orang itu dengan maksud memastikan masih hidup atau sudah mati.

"Ada! ternyata masih ada! Dia masih hidup"

Karena sudah tak tahan dengan baunya, Belric merobek setengah bajunya lalu memasangkan pada hidungnya sebagai masker

"Baiklah anak kecil, aku akan menolongmu!"

Belric dalam posisi setengah jongkok kemudian memangkunya. Naik perlahan lalu pergi menuju rumahnya.

Perjalanan yang cukup jauh menguras waktunya selama setengah jam sampai tiba didepan rumahnya.

Tak ada waktu untuk mengetuk pintu, Belric tau pintu itu biasanya belum dikunci karena belum waktunya. Dia menendang pintu itu lalu dia melihat istri dan dua orang anaknya kaget karenanya.