webnovel

SECOND TIME

Mario Pratama, Mahasiswa UI yang meninggal terbunuh di rumahnya sendiri. Mendapat kesempatan kedua untuk menemukan siapa pembunuhnya karena polisi telah menutup kasus ini sebelum kasusnya selesai. Alifya Zahranti, salah satu siswi SMA PERMATA di Jakarta. Hidupnya menjadi berubah semenjak bertemu dengan pemuda aneh dan tampan yang meminta bantuannya untuk mengungkap kasus kematiannya.

dian_nurlaili · Teen
Not enough ratings
18 Chs

Part 6

Ify memandangi gelang di tangannya dalam diam. Suasana kelas masih sepi karena Ify yang datang terlalu pagi. Lagi-lagi karena Mario, setan rusuh satu itu tak pernah berhenti mengganggunya. Membangunkan tidurnya saat masih pukul lima. Benar-benar Ify ingin mencekik Rio biar mati dua kali.

"Jangan dilihatin terus, cari tahu itu punya siapa?" Dengan mengesalkan, Rio tiba-tiba datang dan langsung memberi perintah.

"Suka-suka, aku tidak menerima perintah dari siapapun!" ucap Ify ketus. Ia masih kesal dengan ulah Rio akhir-akhir ini yang selalu mengganggunya.

"Kenapa kau selalu seperti ini?"

"Seperti ini bagaimana?" tanya Ify dengan bingung.

"Kau selalu bersikap sinis padaku, apa tidak bisa kita berhenti bertengkar sehari saja?"

Ify mendelik sinis. Bagaimana bisa ia berhenti bersikap sinis jika sikap pemuda di depannya ini saja begitu menyebalkan. Ia menyuruh orang lain berhenti bersikap sinis, tetapi dengan tak berdosanya ia terus datang mengganggu. Tidak bisakah ia seperti jin botol? Yang datang saat dipanggil saja. Bukan muncul tiba-tiba seperti ini.

"Pikirkan sendiri, kenapa aku selalu seperti ini terhadapmu."

"IFY!!"

Agni datang dengan raut wajah yang bingung. "Ngomong sama siapa?"

"Siapa yang ngomong?" Ify sedikit gelagapan karena tidak mengira jika Agni datang tiba-tiba.

"Tadi aku lihat kamu ngomong sama seseorang."

"Salah lihat kali, aku nggak ngomong sama siapa-siapa, kok!"

Agni menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Perasaan ia mendengar dengan jelas Ify berbicara dengan seseorang. Apa mungkin ia berhalusinasi?

"Masa, sih? Aku dengar kok kamu ngomong tadi."

"Nggak ada yang ngomong, Ag. Memangnya kamu lihat ada orang selain kita di sini?"

Agni menggeleng. "Mungkin halusinasiku aja kali, ya?" gumam Agni sedikit tidak yakin.

"Mungkin," sahut Ify.

"Itu apa, Fy?" Agni menunjuk gelang di tangan Ify.

"Gelang."

"Unik banget," sahut Agni sambil meraih gelang di tangan Ify dan mengamatinya. "Sepertinya bukan diproduksi di Indonesia."

Ify menegakkan badannya. "Bagaimana kamu bisa tahu?" tanyanya heran.

"Lihat saja dari bahannya, ini bahannya tidak ada di Indonesia. Aku dulu sempat mempelajari sedikit kerajinan khas beberapa Negara, dan sepertinya ini dari India," ucap Agni memberikan penjelasan.

Ify kembali meraih gelang itu dan mengamatinya. Memang dari bentuknya sangat unik dan sepertinya langka. Gelang itu polos dengan ujung runcing berwarna hitam. Seperti terbuat dari ekor sesuatu.

"Kamu dapat darimana?"

Ify menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Agni. Ia tak mungkin menceritakan yang sebenarnya. Bisa-bisa ia dianggap gila beneran.

"Nemu tadi di jalan."

"Coba searching aja di Google." Agni memberikan usulan yang langsung saja di setujui oleh Ify. Sejenak, kedua sahabat itu larut dalam pencarian hingga menemukan fakta yang cukup mengejutkan.

"What???!!! Ini seriusan, Fy?" tanya Agni tak percaya.

Di situ tertulis jika gelang ini adalah gelang buatan India yang diproduksi lima tahun sekali, dan yang membuat mereka lebih shock lagi adalah harga dari gelang itu. Lima belas juta, harga yang cukup fantastis untuk sebuah gelang yang aneh menurut mereka. Sepintas dilihat, gelang itu tidak ada istimewanya bahkan cenderung seperti gelang pada jaman purba, sangat kuno.

Ify masih terdiam dengan ekspresi yang sama terkejutnya seperti Agni. Kira-kira siapa orang yang mau membeli gelang ini dengan harga yang begitu fantastis? Apa ia kelebihan uang hingga bingung cara menghabiskannya?

Dari harganya, Ify yakin jika yang membeli adalah salah satu orang kurang kerjaan yang pandai menghamburkan uang. Dalam hati, Ify mencibir. Daripada buat beli gelang kaya gini, kan lebih baik buat beli album BTS yang sudah open pre-order. Hah, membayangkan itu membuat Ify meringis, meratapi dompetnya yang menipis, padahal tinggal sebentar lagi idolanya akan comeback.

"Kira-kira siapa yang punya?" gumam Ify kepada dirinya sendiri.

Keduanya kembali diam, terlarut dalam pikirannya sendiri hingga satu persatu teman-temannya datang. Beberapa menatap Ify dan Agni dengan pandangan heran. Namun tak ada satupun yang mencoba untuk menegur karena bel berbunyi.

Sesaat suasana hening hingga Bu Dian masuk. Kehadirannya tidak sendiri, tetapi ada seorang pemuda tampan yang mengekornya. Sontak saja, suasana kelas menjadi gaduh dengan kehadiran murid baru dengan ketampanan di atas rata-rata. Apalagi untuk para murid perempuan, mereka seolah menemukan mata air di tengah gersanganya padang pasir.

Ctarrr!!!

Dengan sekali pukulan penggaris ke meja, suasana kembali hening, terfokus dengan Bu Dian yang menatap tajam para muridnya.

"Bisakah kalian diam?" suara tegas Bu Dian memecah keheningan. Memang tak bisa lagi dibantah, Bu Dian adalah salah satu guru wanita yang paling disegani. Sikapnya yang disiplin dan tidak pilih kasih serta metode mengajarnya yang unik dan mudah dimengerti. Hal itu menjadikan Bu Dian sebagai guru terfavorit di SMA PERMATA.

"Sebelum lanjut ke pelajaran, ada siswa baru yang mulai saat ini akan menjadi teman kalian, perkenalkan dirimu!"

Setelahnya, siswa baru itu tampak mengedarkan pandangan dengan senyum manis yang mematikan.

"Perkenalkan, saya Gabriel Narendra, pindahan dari Bandung!"

"Baiklah! Untuk sesi perkenalannya cukup sekian, nanti bisa kalian lanjutkan saat istirahat. Silahkan duduk di sebelah Alvin!"

Murid baru bernama Gabriel itu menganggukkan kepalanya lalu berjalan ke tempat duduknya di sebelah Alvin. Tepat di belakang meja Agni dan Ify.

****

"Hei, boleh kenalan?"

Ify dan Agni mendongak, mendapati murid baru yang mengulurkan tangannya.

"Agni," ucap Agni sambil menjabat tangan Gabriel.

"Ify," sahut Ify singkat tanpa perlu berjabat tangan. Dalam sekali pandang, Ify sudah menduga jika orang seperti Gabriel ini adalah tipe cowok Playboy yang suka menebar virus baper. Meskipun jika harus mengakui memang Gabriel termasuk tampan, hidung mancung dengan kulit hitam manis, mirip seperti Rio, tapi lebih manis senyum Rio karena gigi gingsulnya. Jika dibandingkan, Gabriel masih dibawah Rio untuk ukuran ketampanan.

Ify terkesiap sesaat. Sepertinya otaknya sedang tidak sehat. Bagaimana mungkin ia membandingkan Gabriel dengan makhluk tengil yang sudah membuat hidupnya tak lagi seindah dulu. Makhluk yang selalu mengganggu waktu dengan bantal kesayangannya. Makhluk yang tak pernah membiarkannya tidur pulas seperti dulu.

"Gila!" Ify memukul kepalanya sendiri karena tak berhenti memikirkan Rio.

"Siapa yang gila?" tanya Agni heran.

Ify menoleh, ternyata pemuda bernama Gabriel itu masih disana dan memandang dirinya dengan heran.

"Ngapain lihat-lihat? Mau dicolok matanya?" sentak Ify yang merasa risih.

Gabriel menggeleng ngeri. Ia tak menyangka cewek secantik Ify bisa segalak ini. Padahal, ia cukup tertarik.

"Udahlah, Fy! Kantin, yok?" lerai Agni sambil menarik Ify meninggalkan kelas.

"Eh, aku ikut, ya?" kata Gabriel tiba-tiba.

"Ngapain ikut? Kurang kerjaan?" ketus Ify. Ia sangat tidak suka jika ada orang yang sok akrab dengannya.

"Aku kan masih murid baru dan belum punya teman, ikut kalian boleh, ya?" pinta Gabriel sekali lagi yang rupanya tidak mau menyerah.

"Mau punya teman?" Ify memandang Gabriel tajam. "Noh, banyak yang antri!" lanjutnya sambil menunjuk para siswi yang memandang Gabriel malu-malu.

Gabriel menoleh, dan benar saja. Banyak para siswi yang memandangnya dengan tatapan memuja.

"Ke kantin sama aku, yuk!" Ajak Nova, salah satu siswi yang paling centil di SMA PERMATA.

Gabriel bergidik. Tubuhnya merinding saat Nova tiba-tiba memeluk tangannya.

"Lepas! Aku mau ke kantin sendiri," ucap Gabriel sambil melepaskan pelukan Nova. Setelahnya, ia berlari keluar kelas. Akan lebih baik ia berkeliling sekolah sendiri daripada bersama cewek centil yang hobi memeluknya itu. Tubuhnya benar-benar merinding.

Gabriel mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Agni dan Ify yang sudah keluar lebih dulu. Ia mendesah kesal saat tak juga menemukan orang yang ia cari. Ia masih baru, dan belum tahu dimana letak kantin. Ia merasa seperti anak yang hilang, dan itu menyebalkan.

****

See u next chapter 👋👋

Thanks

_Dee

Sidoarjo, 08 Maret 2020