webnovel

Search Vam—

Semua orang pergi meninggalkannya, keluarganya, temannya, kenalannya——bahkan hatinya telah melupakan kehangatan cinta. Ia bahkan pernah berpikir apa arti dari kehidupan hampanya. Padahal ia hanya seorang gadis yang kesepian, tapi kenapa dunia ini begitu kejam padanya. Apa karena nasib? takdir? hal seperti itu, akan ku hancurkan dengan tangan ku! Kali inipun aku bertarung di sisinya, hanya——berharap untuk sebuah senyuman di wajahnya.

REDINA · Fantasy
Not enough ratings
10 Chs

Girl In The Middle Of The Night

Seorang anak yang telah melanggar peraturan yang tabu.

Berkhianat, lalu memusuhi mereka yang di sebut 'teman'——adalah diriku.

Bertobat? Memohon maaf? Pernah aku memikirkan itu, tapi untuk diriku yang telah melaju terlalu jauh, itu mustahil.

Sekarang aku tak memiliki teman yang berharga, keluarga yang dapat diandalkan, ataupun kenalan yang dapat menyelamatkan ku dari situasi ini.

Oleh karena itu, tidak. Mungkin oleh sebab itu, aku selalu menyesali pilihan ku.

Hei, siapapun itu, katakanlah pada ku——apa aku boleh menikmati kehidupan ku saat ini?

★★★★★

Pandangan ku teralihkan.

Gerakan ku terhenti.

Pikiran ku telah di rebut.

—— Itu semua hanya karena satu momen.

Bagaikan waktu terasa seperti terhenti, aku tak sengaja melihatnya.

Dibawah gelapnya malam, di luar germelapnya cahaya pasar malam, gadis itu duduk bersandar di dinding bangunan dengan tenang.

Bukan karena merasa heran karena tak ada yang mempedulikannya, atau penasaran dengan apa yang ia lakukan di sana. Aku berhenti berjalan karena——keindahannya.

Benar. Gadis itu;

Sangat;

Benar-benar;

Cantik.

Mungkin kata 'cantik' saja tak sanggup untuk mendeskripsikan dirinya, tapi jika boleh ku katakan dengan satu kata gadis itu terlihat seperti seorang 'wanita idaman' setiap lelaki.

Dia terlihat memiliki tinggi yang sama dengan ku, mungkin kami seumuran——tapi itu hanya perkiraan ku. Ia memakai switer hitam yang menutupi kepala sampai pinggangnya.

Di bagian bawah tubuhnya ia terlihat memakai sebuah rok pendek, stoking panjang sepaha, dan sebuah sepatu tanpa tali yang menutupi kakinya.

Dan dari sela-sela tudung yang menutupi kepalanya beberapa helai rambut berwarna ungu dapat terlihat.

Dia sangat tertutup, tapi aku tahu kalau ia 'cantik' saat pertama melihatnya.

Namun lebih dari itu semua, ia terlihat sangat rapuh.

Aku tak tahu kenapa, tapi kecantikannya terlihat seperti tanaman putri tidur yang kalau disentuh sedikit akan layu.

—— Kalau memang seperti itu, apa yang harus ku lakukan?

Aku merasa khawatir dan juga janggal, baik tentang situasi ini ataupun tentang gadis itu.

"H-hei, apa kau tak apa-apa——"

Aku memberanikan diriku untuk menyapanya, tapi suara ku terhenti di akhir.

Mungkin karena jarak di antara kami berdua, pada awalnya aku tak menyadarinya.

Namun, saat ini aku dengan bodoh baru menyadarinya.

Gadis itu yang bersandar pada dinding suatu bangunan, telah kehilangan kesadarannya.

Dan dengan wajah yang pucat, ia memegang bagian tangan kanan yang terdapat noda merah padanya.

★★★★★

Sebuah cahaya menyilaukan menantinya. Saat ia membuka mata disana terdapat langit-langit yang tak ia kenal.

—— Dimana ini?

"Kau sudah bangun?"

Mendengar suara yang nampak asing dari sisinya, gadis itu tak sengaja melakukan sikap siagap.

—— Siapa dia…. Teman? Atau mungkin....

"Ma-maaf membuat mu terkejut, tapi aku bukan orang yang mencurigakan ko, jadi… tenanglah."

Memuat untuk sesaat kata-kata yang yang di ucapkan peria itu, gadis itu tak lama menurunkan penjagaannya.

"Maaf…" katanya dengan lelah.

"Ah, tidak." Jawab si peria sambil menggaruk belakang kepalanya.

"...Mungkin terlambat untuk mengatakan ini, tapi nama ku Rendi, aku yang menemukan mu saat kau pingsan di pinggiran pasar malam."

"Ini…. Dimana."

"Ah, ini di sebuah tenda perawatan untuk orang sakit. Bisa dibilang tempat ini masih bagian dari pasar malam."

"Begitu."

Gadis itu terdiam, lalu percakapan terhenti. Bagi Rendi yang jarang berbicara dengan seorang wanita, pembicaraan ini membuatnya kewalahan.

Tapi bukan hanya itu, di lain tempat gadis yang ia ajak bicara saat ini bisa di katakan sangat cantik. Berbicara dengan seorang gadis + gadis itu sangat cantik, dua hal itu membuat rasa groginya bertambah menjadi berkali-kali lipat, itu yang seharusnya terjadi.

Namun——saat ini dia terlihat memiliki pemikiran lain di kepalanya.

"Ah, hei. Saat ini, jam berapa?"

"Eh…. Jam—— sekitar jam 9:00 malam."

"Begitu——maaf, tapi aku harus pergi."

Mengatakan itu, gadis itu bangkit dari tempat tidur lalu berjalan menuju keluar.

"Tunggu!"

Merespons perlakuan dari si gadis, Rendi mencoba mencegahnya untuk pergi dengan memegang lengannya.

"Ah, maaf. Bukan itu, maksud ku kau memang sudah di bolehkan pulang, tapi kata dokter kau harus lebih banyak beristirahat."

Gadis itu meliriknya, Rendi menjelaskan situasinya semampunya, dan dokter yang masuk kedalam tenda pada momen yang tak tepat itu mangatakan "maaf mengganggu" lalu meninggalkan ruangan sekali lagi.

"Maaf tapi aku akan beristirahat di tempat lain."

Menghempaskan lengan yang menggenggamnya gadis itu sekali lagi mencoba keluar dari tenda.

"Tung——"

Menghentikan kalimatnya Rendi berpikir "akan percuma untuk menghentikannya setelah melihat penolakannya tadi".

—— Lalu apa yang harus ku lakukan?

"… !…. Se-setidaknya! Setidaknya…. Tolong bawalah ini."

Menyadari apa yang ia bawa di tangan kirinya, ia memberikan beberapa kantung plastik pada gadis itu.

"Ini...."

"Ah, ini...."

Makanan, berpa cilok, martabak, botol minuman, dan masih banyak lagi. Itu semua adalah beberapa makanan yang ada di dalam kantung plastik itu.

—— Aku beruntung karena tak membuangnya, bukan?

Sambil memikirkan itu Rendi memberikan kantung-kantung plastik itu.

"Tapi ini...."

"Tidak apa, tidak apa! Aku membelinya terlalu banyak, jadi kuberikan pada mu."

Kalimatnya terhenti, untuk sekilas ia melirik kearah gadis itu lalu melanjutkan ucapannya.

"Lagipula, untuk kehilangan kesadaran beberapa lama, kau pasti laparkan, bukan."

"..."

Saat itu, seperti menunggu untuk Rendi mengucapkan kalimat itu, suara yang tak asing berdering menghancurkan momen itu.

Tersadar karenanya, Rendi mengalihkan wajahnya yang memerah pada tangan kanannya. Disana terdapat sebuah jam tangan dan beberapa angka yang menunjukan 9:30 padanya.

"Ah!"

"…?"

"Ma-maaf, tapi aku harus pergi."

Mengatakan itu Rendi berlari sekuat tenaga keluar dari tenda.

Dan di dalam hatinya ia berteriak "Sial, kebablasan!!!".

★★★★★

Peria itu pergi meninggalkan ku seorang diri.

Kenapa ia sangat terburu-buru?

Walaupun aku memikirkan hal itu tapi di matanya aku juga mungkin sama.

Melihat pada gelapnya malam, aku melihat langit malam yang tertutup awan.

—— Aku juga harus pergi…

Sebelum menggerakan kaki ku aku terhenti. Di sana, ditempat peria itu tadi berada sebuah kartu tergeletak disana.

Aku mengambilnya, tapi aku tak tahu apa itu.

"Ah…!"

Setelah melihatnya lebih dekat aku menyadarinya, bahwa mungkin kartu ini adalah benda yang "berharga" baginya.

★★★★★

Berlari di tengah gelapnya malam, aku mengingat kejadian yang belum lama terjadi.

Aku berbicara padanya, aku memegang tangannya, dan aku——

Saat itu, wajah ku terasa panas. Sial kenapa aku melakukan hal yang memalukan seperti itu?

Apa yang terjadi pada ku beberapa menit yang lalu?…. Tapi, kalau dipikirkan lebih…

Gadis itu, gadis yang tadi siang hampir menabrak ku bukan?

Kenapa ia bisa pingsan di tempat seperti itu? Kenapa orang-orang di sekitar mengabaikannya? Lalu, apa arti dari noda merah di lengan kanannya?

Untuk semua pertanyaan itu, aku lupa menanyakannya.

—— Apa——apa dia benar-benar tidak apa-apa…?

"Aaaahhh, sial! Terlalu banyak yang ingin ku ketahui!"

Menjerit di tengah malam, aku ters berlari.

cerita utama di mulai di sini!

REDINAcreators' thoughts