webnovel

5. Malam Amal

Setelah menekan tombol penghisap kloset, Mahreen menuju wastafel untuk cuci tangan dan mengelap mulutnya. Matanya menatap kaca besar yang ada didepannya. Sebuah kekhawatiran muncul tiba-tiba dan itu membuatnya ingin menangis.

Mahreen mulai menghitung sesuatu dengan sepuluh jari tangannya. Dadanya sesak dan perempuan cantik itu pun bernapas dengan terengah-engah.

"Telat 2 minggu. Astaghfirullah Aladziim, pertanda apa ini? Terakhir aku berhubungan intim dengan dia sekitar ..." Bola mata Mahreen berputar mengingat-ngingat tanggal penting. "Satu bulan sebelum ketok palu."

"Tidak tidak, aku pasti lagi masuk angin. Nanti sampai rumah, aku minta kerokan saja sama bi Darmi." Mahreen mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup kencang.

Setelah dirasa penampilannya sudah lebih segar dibandingkan saat masuk kamar mandi tadi, perempuan berhijab itu pun memaksakan tersenyum di pantulan kaca yang menampilkan sosok seorang perempuan yang tidak begitu tinggi tapi juga tidak pendek.

“Tenang Mahreen, tenang. Pikiran adalah doa. Jangan berpikir yang tidak-tidak biar tidak kejadian.” Gumam perempuan cantik itu mencoba menghibur diri sendiri. Dia berjalan menuju lobi kembali dan menemui pak supir yang sudah sejak tadi menunggunya.

“Maaf pak, tadi saya ke kamar mandi sebentar. Perut saya mendadak mual.” Ujar Mahreen. “Nanti mampir sebentar di apotik ya pak.” Ujarnya lagi.

“Siap, non.” Jawab pak supir.

Perasaan Mahreen tetap saja tidak enak. Meski dia berusaha berpikir yang baik-baik, tapi baru kali dalam seumur hidupnya telat datang bulan. Tidak pernah ada yang menyentuhnya sehelai ujung rambutpun kecuali mantan suaminya, saat mereka masih sah menjadi suami istri. Mahreen masih ingat malam itu.

Flash Back …

Mateo pulang dalam keadaan emosi luar biasa. Mahreen sudah mempersiapkan kemungkinan paling buruk jika suaminya itu akan marah besar saat pulang.

Mahreen yang berada didalam kamarnya di lantai dua, mendengar suara pintu depan dibuka dengan kencang dan suara langkah kaki yang berlari menaiki anak tangga menuju lantai dua kamarnya. Jantung perempuan yang baru saja mandi dan masih memakai jubah mandinya itu, berdegup kencang. Memang sejak satu bulan belakangan ini, sikap Mateo tidak pernah kasar lagi padanya. Kasar dalam artinya suka memaksakan keinginannya untuk dilayani diatas ranjang, menahannya untuk tidak keluar rumah, dan juga mengisolasi semua hubungan dengan dunia luar.

Berawal dari pertemuan bisnis di malam amal dirumah salah seorang kolega Mateo. Pria yang berwajah dingin dengan rahang tegas dan tinggi 185 senti itu, untuk pertama kalinya membawa Mahreen ke tempat umum bersama-sama. Pria yang ketampanan dan postur tubuh nyaris sempurna itu digilai semua wanita namun keangkuhannya dibenci semua pria, melangkah masuk penuh percaya diri kedalam ballroom luas nan megah.

Semua mata memandang dengan pikiran beraneka macam. Seorang pebisnis muda terkenal dan juga ketua mafia yang paling ditakuti di negara tersebut, menggandeng mesra seorang perempuan dengan jilbab dan pakaian lebar menutup tubuhnya.

“Aku … tidak nyaman disini. Mereka melihatku dengan aneh.” Bisik Mahreen pada suaminya yang menggandeng mesra pinggangnya tanpa ragu.

“Tenanglah, kamu kesini bukan untuk mereka. Kamu hanya perlu berdiri di sampingku. Tidak akan ada yang berani berbuat macam-macam dengan istri seorang ketua mafia.” Ujar Mateo dengan penuh percaya diri.

Biasanya ketua mafia dikelilingi oleh gadis-gadis cantik dan seksi, namun tidak halnya dengan Mateo. Dia tidak pernah mengijinkan wanita manapun menyentuh tubuhnya. Dalam hidupnya, kesenangannya adalah menghasilkan pundi-pundi uang dengan cara apapun. Setelah itu, dia akan memutar kembali uangnya menjadi property bernilai jutaan dollar dalam bentuk usaha apartemen, perkantoran, pusat hiburan, dan bahkan pertambangan dan aneka bentuk perusahaan lainnya adalah mainan Mateo sejak pria ini masih remaja.

Mateo merupakan anak yatim piatu dan tidak memiliki sanak keluarga sama sekali. Hidupnya sejak kecil berada di jalanan bersama para preman dan pelaku kejahatan seperti Bandar narkoba, pembunuh, pencopet, pemerkosa, dan lain sebagainya. Namun, Mateo masih berkemauan tinggi untuk mengenyam bangku pendidikan dengan bersekolah dibiayai sendiri olehnya dengan bejerja serabutan.

Bahkan Mateo berhasil menyandang gelar Msc setelah menamatkan kuliah pasca sarjananya di salah satu universitas elit di Italia pada usia 27 tahun. Jadi, pria ini bukan sembarang mafia yang hanya mengandalkan otot tapi dia juga punya otak sehingga semua rekan dan rival bisnisnya menaruh kekaguman padanya.

“Halo Mateo sayang, aku rindu padamu.” Seorang perempuan cantik dengan pakaian seksi yang mengumbar kemontokan tubuhnya itu, menyapa Mateo dengan bahasa Italy. Mateo tidak membalas ucapan perempuan tersebut, pria itu justru memberikan minuman berupa sirup pada Mahreen.

“Ini tidak ada alkoholnya. Kamu minum ini saja. Jangan sembarangan mengambil air minum. Dan, kue-kue disini semuanya tidak halal karena banyak diberi rum.” Ujar Mateo lagi. Mahreen mengangguk-angguk mendengarkan penuturan sang suami dengan seksama, sambil tersenyum manis.

“Kamu jangan mudah tersenyum disini, aku tidak suka kalau ada pria lain yang melihatnya.” Ujar Mateo dengan nada tajam. Seketika bibir Mahreen mengerut cemberut menggemaskan. Mateo tersenyum tipis melihat istrinya yang bertingkah lucu seperti anak kecil itu.

“Halo Mateo, aku masih disini.” Perempuan seksi yang diabaikan tadi, mencoba mendapatkan perhatian Mateo.

“Ada apa?” Jawab Mateo tanpa melihat lawan bicaranya, sambil menenggak air putih yang berada didalam gelas yang digenggamnya.

“Apa kamu tidak ingin mengenalkan perempuan yang ada disampingmu? Cara berpakaiannya … aneh sekali. Hanya dia satu-satunya yang berpakaian seperti itu disini.” Ucap perempuan tersebut.

“Tentu saja, karena dia bukan perempuan biasa. Dan, dia istriku.” Jawab Mateo mantap.

“APA? Ka-kamu sudah menikah? Kenapa aku tidak pernah mendengarnya?” Mata perempuan seksi itu seperti mau keluar dari sarangnya. Mahreen sedikit banyak tahu bahasa Italy namun untuk mengucapkannya masih belum percaya diri. Jadi, perempuan berhijab itu tahu apa yang dibicarakan suaminya dengan perempuan yang ada dihadapannya itu.

“Aku menikah tidak perlu seluruh dunia tahu, apalagi kamu. Sayang, ayo kita temui tuan rumah acara ini.” Mateo menggandeng tangan Mahreen dan berjalan menemui sepasang suami istri berkebangsaan asli Italy yang baru saja selesai berbicara dengan tamu lainnya.

“Huh, kurang ajar! Ternyata aku telah bertindak. Awas saja! Aku akan buat kalian berpisah dan tidak akan bersatu kembali selamanya.” Perempuan yang diketahui bernama Adriana itu mengepalkan kedua tangannya dengan penuh emosi.

“Ini istri kamu, Mateo? Sungguh cantik sekali dan sangat anggun. Kamu hebat bisa menaklukan hati seorang pria keras kepala dan arogan.” Ucap nyonya pemilk rumah acara malam ini. Mahreen tersenyum malu mendengarnya. Namun, tiba-tiba dia ingat ucapan Mateo untuk tidak tersenyum sembarangan. Lalu Mahreen pun kembali diam menutup bibirnya.

“Kamu kenapa? Kamu sakit?” Tanya wanita tersebut.

“Oh tidak, tidak. Aku baik-baik saja.” Ucap Mahreen sambil menatap wajah sang suami yang tersenyum penuh arti padanya.