webnovel

Rivandy Lex : Classical Academy.

Title : Rivandy Lex : Classical Academy Update setiap Hari Minggu Jam 8 Pagi. Rating : 13+ Genre : Classical Fantasy, Drama, Action. Genre Secondary : Comedy, Romance, Psychological, School, Slice of Life. Mystery. Style Writing : Japanese Light Novel. Sinopsis Di sebuah gang, terdapat seorang remaja yang diguyur hujan. Seorang pria yang memungutnya mengajaknya untuk tinggal bersamanya. Karena keberadaan pria itu, remaja itu mendapatkan kehidupan yang baru setelah melalui mimpi buruk di kehidupan lamanya. Semenjaik kepergian pria itu, remaja itu memutuskan untuk menjalani kehidupan baru dengan menempuh pendidikan Akademi Spyxtria. Remaja itu, Rivandy Lex, menjalani kehidupan baru di akademi klasik tersebut. #WF

Ephixna_19 · Fantasy
Not enough ratings
41 Chs

Gadis Violet : Aura Pangeran

Hujan melanda Taman Gorcyed. Semua penghuni taman berteduh atau menggunakan payung untuk meninggalkan taman yang tergenang air hujan.

Berbeda dengan orang lain, seorang remaja berwajah tampan seperti pangeran, tubuh tinggi, dan mempesona.

Jika kedua gadis itu tidak bergegas ke sana, mereka mendapatkan keberuntungan dengan bertemu pangeran itu.

Sheeran mencoba mendekati remaja itu. Namun, sungguh sulit mengenalkan diri pada remaja itu. "Terlalu tampan! Aku tidak bisa bergerak."

"Tapi, disini hujan. Yang lebih penting, aku akan menemuinya dan mengajaknya berteduh."

Sheeran memutuskan untuk mengikutinya secara bersembunyi. Jarak dengan remaja itu cukup jauh. Ketika dia menoleh ke belakang, Sheeran bersembunyi lalu berjalan perlahan.

Ia juga menjaga agar siswa itu berada di dalam pengawasannya. Cukup berat bertemu dengannya di saat hujan berlangsung.

Sebuah pemandangan yang tidak biasa terjadi. Dimana siswa pangeran itu membiarkan dirinya dihujani.

Ia merasakan aura yang mengikutinya. Tidak ada ancaman, hanya keingintahuan, dan keraguan. Ia menoleh pelan dan tidak ada mengikutinya.

"...."

"Sepertinya, ada yang mengikutiku."

"Siapa?"

"Tidak ada. Hanya perasaanku saja."

Ia berpaling dan merasakan air hujan. Matanya tertuju pada taman digenangi air. Tidak ada pohon yang menahan guyuran air hujan, sehingga banyak dari mereka meninggalkan Taman Gorcyed.

Remaja itu melirik sejenak. Tidak ada yang bisa dilakukan. Hanya mencari tempat duduk yang basah.

"...." Dia duduk di kursi kayu dan membiarkan dirinya diguyur hujan.

Dia melindungi matanya dengan rambut yang basah. Sunyi, tanpa sepatah kata. Hanya memandang tatapan kosong.

Sementara itu, Sheeran melirik remaja itu. Bersembunyi dari tembok dan memandang remaja itu sejenak.

Timbullah kecemasan akan kondisi siswa yang diguyur hujan. Ia berdebat dalam hati dengan tubuhnya yang memanas.

"Kyaa! Pangeran! Dia diguyur hujan. Bagaimana ini?"

"Tapi, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku lebih baik menunggu saja."

Sheeran menyiapkan hati dan mental untuk bertemu dengan siswa itu.

Ia mencari kesempatan biar bisa mendekati laki-laki hujan, sebutan yang ditujukan bagi laki-laki yang memiliki ikatan dengan hujan.

"Kenapa dia diam saja? Aku khawatir padamu."

Ungkapan itu tidak bisa disampaikan. Guyuran hujan menghentikan niatnya. Gejolak hatinya memberontak niatnya untuk menolong siswa pangeran dari hujan.

"Ah! Meskipun diguyur hujan, dia tetap tampan!"

"Tidak! Tidak! Kalau ada gadis lain yang mendekatinya, aku tidak punya kesempatan lagi!"

"Sebaiknya, aku menunggu hujan ini selesai."

Sheeran menunggu hujan selesai. Ia masih berteduh di tempat yang aman dari hujan.

[***]

Rivandy Lex Point of View.

Langit yang dikuasai awan. Mereka harus mengangkat jemuran mereka di halaman. Mengharapkan hujan karena ingin menenangkan suasana hati mereka.

Begitu denganku. Aku duduk sambil menatap dari jendela mamun mengharapkan yang tidak ada di pikiranku.

"Sebaiknya, aku keluar saja. Ini terlalu sepi disini."

Aku memutuskan untuk pergi menuju pintu. Melupakan jaket dan topi. Hanya pakaian biasa keluar dari apartemen yang sepi.

Seketika mataku tertuju pada apartemen lainnya. Aku teringat gadis suram yang berada di sampingku. Mungkin aku belum terlalu akrab dengannya.

"Mungkin saja dia sedang sibuk sekarang."

Aku selalu berbicara pada diriku sendiri. Pikiranku selalu berlalu dengan cepat. Mungkin, aku tidak terlalu serius menanggapinya.

Setelah meninggalkan apartemen, aku berjalan santai dan berjalan tanpa tujuan. Belum sempat menyapa orang lain. Hanya kecanggungan yang terjadi.

Karena tidak ada tempat yang lain, aku memutuskan memasuki tempat indah serta ramai tersebut.

Aku mendengar obrolan para gadis di taman itu. Taman untuk rakyat jelata, taman yang digunakan untuk mempererat komunikasi satu sama lain.

Kedua gadis itu tampak santai. Buku yang mereka bawa mempererat ikatan mereka lebih jauh.

".... ? Benarkan? Aku tidak bisa mempercayainya."

"Jika bertemu dengan Pangeran Tampan di dongeng, kamu akan mendapatkan hubungan yang spesial dan tak alam kemudian dia melamarmu dan ...."

"Kau pasti bercanda! Pangeran di kerajaan ini tidak memperhatikan kita."

"Dia selalu hidup enak di Krasnaya Line."

"Aku selalu berkhayal mendapatkan kekasih yang bisa menemaniku."

"Tapi, gadis yang mendapatkan Pangeran Tampan di kerajaan ini adalah gadis yang paling cantik yang pernah ada."

"Semoga saja aku mendapatkan lamaran itu."

Ah. Rupanya mereka membahas Pangeran Tampan di dongeng. Aku tidak membacanya. Butuh waktu lama agar aku bisa membaca dongeng itu.

Aku lebih cenderung dengan buku tentang pengetahuan karena itu lebih baik. Namun, logika berbanding terbalik dengan perasaan.

Karena taman ini akan diguyur hujan, niat mereka meninggalkan taman terkuak.

"Wah! Sudah mau hujan! Lebih baik, kita ke rumahku. Di sana, ada biskuit dan teh yang hangat."

"Iya. Ayo!"

Mereka berdua meninggalkan taman dan bergegas menuju tempat yang dituju. Pada penghuni taman hanya berteduh dan pulang karena hujan.

Hujan turun. Aku tidak bisa berteduh. Aku hanyalah laki-laki hujan yang menyatu dengan

"Rasanya lebih baik. Aku selalu mengingat hujan ini."

Entah kenapa hujan itu memberiku mimpi buruk. Hujan itu membawa keberuntungan sekaligus kesialan bagiku.

Seseorang mendekatiku dengan rasa cemas. Niat baiknya ingin diungkapkan. Namun, semuanya tertahan oleh tatapan mata hitamku.

"...."

"Siapa yang mengikutiku?"

"Sepertinya tidak ada. Lupakan saja!"

Aku membiarkan aura itu dan mengabaikannya. Aku memutuskan untuk duduk di kursi taman yang basah.

Rasanya segar. Bau tanah ketika hujan tercium. Aroma wangi bisa merusak pikiran dan logikaku.

"Sejuk sekali! Aku mencium bau tanah lagi. Sepertinya, suasana ini ... tidak buruk juga."

Sementara itu, sosok yang mengikuti laki-laki hujan hanya terdiam dan bingung apa yang harus ia lakukan. Banyak sekali pertanyaan yang terbesit di pikirannya.

"Ba-Bagaimana ini? Kalau pangeran itu jatuh sakit, siapa yang merawatnya? Apakah ia hidup sendirian? Tidak! Aku harus merawatnya!"

"Oh iya. Jika selesai hujan, aku mau memberitahukan sesuatu. Mungkin dia akan terselamatkan jika ditangani segera.

"Ah! Tidak! Dia akan meninggalkanku! Aku harus berada di sampingnya! Dia Pangeran-ku!"

Gadis itu mengacak rambut violetnya. Mimik wajah seorang gadis meledak-ledak. Sheeran

"Pangeran-ku! Kamu terlalu tampan! Aku tidak bisa menahan khayalanku ini!"

Tanpa sadar, hujan telah berhenti. Sheeran hanya terfokus dengan khayalannya.

Aku berdiri di tempat duduk, dan meninggalkan kursi basah itu. Jejak kakiku tertuju pada taman kolam yang indah.

"Gawat! Kalau sampai dia pergi, dia akan demam. Kasihan sekali!"

"Tidak akan kubiarkan! Aku akan menyerang sekarang!"

Sheeran berbicara pada dirinya sendiri. Langkah kakinya mengejarku dan berniat menyampaikan perihal penting.

Sesampainya di pinggir kolam berisi ikan dan bunga teratai, aku menyandarkan tubuhku dan menikmati pemandangan taman dengan matahari terbenam dan pelangi setelah hujan.

Sheeran bersembunyi dan mengejarku secara perlahan. Ia mengendap dan menyembunyikan badannya. Hanya menelusuri siswa pangeran hujan.

"Indahnya! Aku baru tahu setelah hujan mendapatkan pemandangan seperti ini!" Aku memuji pemandangan yang terlukis di bola mataku.

"A-Ano!" Suara kecil memberiku perhatian. Gadis itu tidak memiliki keberanian untuk mendekatiku. Inilah yang ia dapatkan."Eto ...."

"...." Aku terpanggil dan memutar badanku. Aku ma

"Eh?"

"...." Sheeran masih terdiam. Ia tidak bisa mengeluarkan ungkapannya tersebut."...."

"Ada gadis kecil? Apakah aku mengenalnya!" Aku bertanya pada diriku sendiri. Tidak banyak kata yang bisa dikeluarkan.

"Tidak! Bagaimana ini? Aku malu sekali!" Pikiran Sheeran membeludak. Konsentrasi matanya menurun akibat rasa malu dan gugup yang menyerangnya."Tidak bisa! Aku harus berani mengatakannya sebelum gadis lain merebutnya!"

"Aku ... mau mengatakan ... sesuatu padamu." Sheeran memberanikan diri.

"Eh?" Aku bingung dengan perilaku gadis yang baru kutemui.

Rambut violet indah dan sebahu. Tubuh gadis itu sama seperti Aurora, gadis suram di kelasku. Tidak ada perasaan yang tumbuh selain berpaling karena wajahku memerah.

Aku menghela nafas. Gadis ini sulit untuk diungkapkan. Perlu menghitung rumus matematika agar tidak menyakiti perasaannya.

"A-Ada yang bisa kau katakan? Sepertinya, aku merasa ...."

"Tidak apa! Aku memang seperti ini."

Kami berdebat dalam hati. Ucapan hati berbanding terbalik dengan perkataan mulut.

"Apa yang harus kukatakan? Pangeran ini terlalu tampan!"

"Gadis ini terlalu pemalu. Sepertinya, ... ini akan sulit."