webnovel

Reverse Orbital [IND]

Ini seperti yang terjadi sebelum 21-12-2012. Sekelompok paranormal menyatakan bahwa peristiwa besar akan terjadi di dunia ini. Tapi bukan kiamat, mereka mengatakan transformasi, 'Holy Friday'. Hari dimana gerhana matahari total terjadi, tapi kemudian arah matahari berbeda, rotasi bumi terbalik. Matahari akan terbit dari barat. Selanjutnya, manusia akan menerima 'grace' dari alam yang lebih tinggi. Untuk bersaing, meningkatkan, mengembangkan, beradaptasi. Bagaimana tanggapan 'human' dan 'high-human'?

Hamartama · Fantasy
Not enough ratings
17 Chs

Yohana dan Yolanda

Sekarang kita terbagi menjadi 2 tim. Aku dengan Om-om, dan Jhennifer dengan Kak Renanda.

"Aku pikir sudah waktunya Om."

"Ok, sini aku gendong."

Apanya yang digendong... dia mengapitku di pinggangnya dengan hanya menggunakan satu tangan seperti barang bawaan.

Ok, rileks... atur ritme nafas, kurangi sensitivitas terhadap sentuhan, suara, dan cahaya...

"Reg, apa yang kau pikirkan?"

"Apa?"

"Aku sudah menyarankan untuk menginterogasi orang itu tapi kenapa malah ikut menyusup di markas mereka?"

"Aku belum bisa mengatakannya karena belum dapat kepastian. Untuk yang di sana, serahkan saja ke Jhennifer untuk mencari tahunya sendiri."

"Kamu... kompak ya sama dia? Dia pacarmu?"

"Bukan, bukan pacar, bukan teman, bukan juga kenalan, kita cuma kebetulan ketemu."

"Serius? Padahal kalian berdua kelihatan begitu memahami satu sama lain lo..."

"Ah... ya aku nggak bisa menyangkal yang satu itu."

"Hmmm...kalian anak-anak yang aneh. Siaga 1, sebentar lagi kita sampai."

"Siap."

"Oh ya... terima kasih. Sebenarnya, bahkan kepolisian juga kewalahan mengatasi perubahan mendadak ini. Aku pun juga sudah di ujung tanduk memainkan peranan ini. Bala bantuan tak datang karena mereka sib-"

"Jangan dikatakan, Om juga polisi. Itu normal, dan juga pilihan yang tepat menurutku. Yang salah bukan kepolisian tapi dunia ini."

"Ya... makasih..."

Sembari digotong olehnya, aku juga kadang membuka mata untuk menghafalkan jalan dari rumah sakit ke sini. Rumah bergaya belanda ini, tidak begitu terlihat tak terurus, hanya cat tembok luarnya saja yang sudah terlihat kusam.

*Knokkk... knockkk

"Metal-healer!"

"Ok, masuk!"

*Kriekkk...

"Selamat malam!"

"Wey, Dika... itu siapa yang kamu bawa?"

"Hasil buruanku. Dia kelihatan mencurigakan. Meski cuma anak-anak, aku dapat 5 ribu poin."

"HA?!! Lima ribu? Cuma dari bocah ini?"

"Ya."

"Hmmm... aku juga ketemu orang yang mencurigakan hari ini tapi, dia langsung hilang waktu aku mengejarnya. Kalau ada grup lain... kita harus basmi mereka..."

"Ya, biarkan petinggi yang menentukan, karena kita berdua..." Dia secara sengaja menghentikan ucapannya dan menurunkanku di lantai di sebelah kursi tempat ia duduk.

"Ya ya, kita cuma pengumpan dan eksekutor bukan bagian direksi hahaha"

Om Dika menurunkanku di lantai di sebelah kursi tempat ia duduk. Masih ada 16 orang di sini sekarang, termasuk Om Dika dan aku. Aku memang masih belum bisa memastikannya, tapi Om Dika mengetuk kepalaku sebanyak 14 kali setelah mengucap 'kita berdua'. Jadi, kusimpulkan demikian.

"Hmmm... Pak Dika, siapa itu?" Suara seorang wanita terdengar dari arah depan tanpa adanya suara pintu terbuka sebelumnya. Kepalaku pun diketuk di tempat yang sama sekali tapi, dengan sangat keras.

"Sus Yolanda! Maaf kalau aku lancang, tapi dia aku curiga kalau ada kelompok lain di sini. Mungkin dia salah satunya karena anak mencurigakan ini punya 5 ribu poin."

"Ohhh... nanti coba bilang ke Yohana empat mata setelah pertemuan."

"Wuuu, kau beruntung ya.... disuruh berduaan sama wanita cantik."

"Hus, diam Pak Jo! Nanti juga ada gilirannya hehehe..."

Dan perbincangan dewasa pun dimulai tanpa menghiraukan diriku.

Sisanya mulai berdatangan dan memenuhi ruangan ini. Setiap ada yang datang Om Dika selalu mengetuk kepalaku, dengan kekuatan dan jumlah jari yang berbeda tergantung hierarki dan peringkat grace mereka.

Semakin tinggi hierarkinya semakin keras ketukannya. Sama halnya dengan peringkat grace. Karena peringkat E sedikit, maka ia mengetuk dengan 5 jari untuk menandakannya.

*Kriekkk...

Dan sama halnya dengan yang ia lakukan saat Yolanda muncul, ia mengetuk kepalaku dengan sangat keras menggunakan satu jari.

"Hayyy... Malam guysss~"

"Malam Sus Yohana!"

"Apa hari ini lancar?"

"Ya Sus, nggak ada masalah, aku dapat 2 hari ini."

"Aku juga Sus, tapi..."

"Tapi?"

"Aku ketemu sama orang mencurigakan. Gaya rambutnya harajuku, waktu kukejar dia langsung hilang."

"Oh, yaaa... nanti ceritakan berdua saja di kamarku ya... sekarang waktunya laporan harian sama setoran harian dulu ya. Siapa yang absen hari ini?"

"Cuma 2 Sus. Eksekutor yang baru itu sama si Jeremy sialan itu lagi."

Berarti selaras, antara isyaratnya Om Dika dengan yang aku tangkap dari itu. Di sini ada 10 pengumpan, 13 eksekutor, dan hanya ada 2 atasan tanpa Niko.

"Hahhh... dia lagi. Biarkan bos saja yang urus lah. Sekarang, mari berbaris guysss~"

Mereka berbaris dengan segera untuk menyetorkan hasil harian mereka. Dari yang kutahu, hanya Yohana yang jadi kontainer poin mereka sekarang. Yolanda hanya meneriakkan, "Lanjut!", dan diikuti dengan suara lirih "Nahb" dari Yohana.

Dari yang bisa kuhitung, total ada 13 kali Nahb dalam waktu sekitar 50 menit. Maksimal itu adalah 25 ribu poin jika mengabaikan waktu jeda antar penyetoran tiap anggota. Om Dika pun tetap di tempatnya yang berarti ia tak ikut menyetor. Untunglah berarti poinnya masih bisa digunakan.

"Sekarang waktu pembagian, yuk baris lagi guysss~"

Setidaknya mereka melakukannya dengan hati-hati. Aku kira mereka akan langsung mengeksekusi mereka tanpa benar-benar membagikan poinnya. Berarti tidak saat berkumpul ya...

Aku selalu mencoba membuka mataku kapan pun aku merasa aman sejak berada di sini. Setidaknya aku sudah melakukannya 30 kali, jadi aku punya 30 foto yang tersimpan di memori otakku. Foto yang lengkap dengan semua rupa dan black-spot mereka.

Yolanda menggunakan kacamata dan memiliki rambut hitam panjang sepunggung. Iris matanya berwarna hitam. Wajahnya tipikal orang tenang dan tersusun. Sedangkan Yohana, memiliki rambut pirang gelap sepinggul dan... sepertinya ia menggunakan lensa kontak warna coklat. Riasannya pun agak tebal, tapi tak terlalu tebal sampai di level menor. Gaya bicaranya lah yang medok.

Black-spot mereka kecil kalau dibandingkan milik Jhennifer, meski ia sudah memberi 5 ribu poinnya ke Om Dika. Milik Jhennifer juga jauh lebih pekat dari siapa pun yang pernah kulihat. Mungkin karena Yohana sebelumnya sudah menyetorkan seluruh poinnya ke Niko... nah, tidak. Dia mungkin memang melakukannya tapi, dari setoran hari ini pun minimal dia sudah punya 20 ribu poin sebelum pembagian jatah. Sialan... dia berbohong ya...

Tapi, sudahlah... dia juga pasti punya alasan tersendiri untuk berbohong. Fakta kalau dia ada di tim yang sama saja sudah cukup untuk mengeliminasi banyak kemungkinan bahaya pada rencana. Karena kalau dia ada di tim musuh... aku yakin 0 persen akan menang darinya.

"Okayyy guysss~ kita sudah selesai, makasih banyak ya buat kerja keras kalian. Buat tadi yang mau laporan, yuk ke kamarku~"

"Siap Susss~ hehehe berduaan sama Sus Yohana..."

Aku mendengar banyak langkah melewatiku meninggalkan ruangan ini, dan satu suara berlari menjauh ke arah kanan dari ruangan ini. Orang itu begitu bersemangat ya, mungkin dia tak tahu...

"Han, ada satu orang lagi..."

"Kamu hendel dong Yol, aku kan nggak bisa kasih hadiah ke 2 orang sekaligus..."

"Tchhh, ok. Pak Dika, tolong ikut ke ruanganku dan bawa anak itu."

"Ok Sus Yola."

*Tap... tap... tap...

"Sekarang gimana?" Ia berbisik padaku dan menggotongku lagi menuju ruangan Yolanda. Ini lebih seperti akan mengirimkan paket daripada memberi laporan.

Aku pun membalas bisikannya dengan bisikan.

"Apa Om tahu seberapa lihai dia mengendalikan udara?"

"Maksudnya?"

"Kalau gitu, apa pun yang terjadi nanti, jangan bisik-bisik di ruangannya..."

"Kenapa?"

"Rambatan suara di udara..."

"Oh, ya paham..."

Ya, aku takut Yolanda sudah di level itu. Kalau dia bisa mengendalikan udara, berarti ada kemungkinan kalau dia bisa menarik udara yang mengandung getaran suara dari sekitar mulut kami ke telinganya. Bahkan di level pengendalian tertentu, mungkin ia bisa mentransfer rambatan suara itu tanpa perbedaan frekuensi.