webnovel

Reverse Orbital [IND]

Ini seperti yang terjadi sebelum 21-12-2012. Sekelompok paranormal menyatakan bahwa peristiwa besar akan terjadi di dunia ini. Tapi bukan kiamat, mereka mengatakan transformasi, 'Holy Friday'. Hari dimana gerhana matahari total terjadi, tapi kemudian arah matahari berbeda, rotasi bumi terbalik. Matahari akan terbit dari barat. Selanjutnya, manusia akan menerima 'grace' dari alam yang lebih tinggi. Untuk bersaing, meningkatkan, mengembangkan, beradaptasi. Bagaimana tanggapan 'human' dan 'high-human'?

Hamartama · Fantasy
Not enough ratings
17 Chs

Wafer dan Tali

"Hmmm? Di mana... aku?"

Saat ia mendapatkan kembali kesadarannya, pria itu tak bisa menggerakkan kedua kami maupun tangannya. Ia diikat di berbagai tempat dan hanya bisa tengkurap di tempatnya.

Kaki kiri dan kanannya, dari mata kaki, betis, dan pahanya diikat bersamaan. Di atasnya juga di tindih dengan meja yang terbuat dari kayu jati dengan membalik bagian atasnya yang tebal. Kedua tangannya disilangkan di punggungnya dan diikat menjadi satu pada titik potongnya. Telapak tangan bagian dalamnya di tempelkan pada pinggulnya dan diikat bersamaan. Lilitan tali di tempat itu lebih banyak dan ikatannya pun lebih kencang. Pergerakan yang bisa ia lakukan hanya back-up.

"Di hotel."

Ia menengok ke kanan dan ke kiri untuk mencari sumber suara yang menjawabnya. Yang dapat ia temukan hanya sosok wanita yang mengenakan sweter hitam dan masker bedah. Wanita itu duduk di depannya dengan mata birunya yang mengintimidasi.

"Kamu siapa?"

"Bukan urusanmu!"

"Ugh... aku... Bang Dika! Di mana Bang Dika?" Pria itu berjuang untuk menggerakkan tubuhnya.

"Katakan yang kau tahu dan aku akan dengan senang hati membebaskanmu!"

"Sial. AAaa..."

Seorang perawat yang sedari tadi berdiri di belakangnya, mencekik leher belakang pria itu tepat ketika ia mencoba untuk berteriak.

"Kau tak bisa apa-apa, dia akan membungkammu kalau kau teriak."

"Apa... maumu..."

Wanita itu memanggil pedang cahaya panjang yang mana ujungnya hampir menyentuh mata kanan pria itu dari jarak 2 meter. Pria itu pun langsung menutup matanya.

"Katakan semua yang kau tahu tentang kelompokmu!"

"Ak- aku Jeremy. Kami mencuri black-box di rumah sakit ini..." Ia menghentikan laporannya.

"Terus?"

"Chhh... Ada 10 pengumpan dan 15 ek-"

"Aku sudah tahu. Yang lain?"

"Yang lain apa? Ya itu yang ak-"

*Crasss... Wanita itu mengores kelopak mata kanan pria itu.

"AArg..."

Sang perawat terkejut dengan teriakan pertama pria itu, yang kedua pun juga membuatnya takut namun, ketakutannya hilang saat suaranya juga hilang. Dia degan sigap membungkamnya dengan grace body-strengthening yang ia miliki. Kekuatannya membiuslah yang membuat suara pria itu berhenti keluar, bahkan rahangnya pun masih menganga.

Senyum lebar menghiasi wajahnya. Ia juga mengusap matanya yang hampir meneteskan air mata.

"Resolusi darinya... aku berhasil ya..."

Melihat sang perawat yang demikian, wanita bermata biru itu tak bisa menahan senyum di bibirnya yang tertutup oleh masker bedah.

"Guh... hahhh... hahhh... grace apaan itu? Aku nggak pernah tahu ada gr-"

"Berisik! Siapa yang mengizinkanmu bicara? Jangan buang waktuku!"

"Tapi aku nggak tah-"

"Yang kau katakan tadi itu bukan hierarki yang sebenarnya kan?"

"Hah... gimana kamu bis..." Pria itu menghentikan ucapannya lagi.

Si perawat hanya terdiam kebingungan oleh apa yang mereka katakan. Di sisi lain, wanita itu mengarahkan ujung pedangnya ke mata kiri targetnya.

"O- Ok, aku kasih tahu. Dari 15 eksekutor itu, cuma 2 yang asli. Mereka kami gunakan sebagai alat mengoleksi poin, 23 orang itu. Eksekutor yang asli cuma 6 orang, untuk mengeksekusi 23 orang itu kalau kami sudah tak butuh, atau keberadaan kami tercium."

"Heehhh~ benar ya dugaannya... itu anak sudah sadar dari tadi ya..."

Sang perawat pun masih terdiam kebingungan sembari menatap wanita di depannya yang baru saja mengucap kalimat anti klimaks. Ia pun mengerucutkan bibirnya sembari berpikir lalu matanya membelalak beberapa saat kemudian.

"Eh... jadi yang dia bilang waktu itu benar adanya..." Tawa kecil pun keluar dari mulutnya, dilanjut dengan kekaguman yang memenuhi matanya.

"Siapa saja mereka, katakan!"

"Aku, Alvan yang baru gabung, Yohana, Andika adiknya Yohana, Yolanda, sama bos Niko."

"Gracenya?"

"Aku bisa mewujudkan pedang logam dari imajinasi. Alvan bisa membuat tubuhnya sekeras logam. Yohana bisa bikin barier. Adiknya, Andika bisa teleportasi. Yolanda bisa mengendalikan angin, terus bos Niko api. Peringkat mere-"

"Nah, aku nggak butuh itu, eh bentar... apa peringkat penting untuk pembagian poin kalian?"

"Ya. Pengumpan dapat seribu tiap 10 orang yang mereka bohongi, dan eksekutor palsu dapat 3 ribu. Peringkat itu tadi berlaku sebagai bonus. Kalau dapat 10 orang peringkat C dia akan dapat bonus jatah 2 ribu poin dan kalau B bonusnya 3 ribu poin. Meski mereka bisa bohong tapi mereka malah patuh sama aturan itu hahahaha... orang-orang bodoh."

"Kalau targetnya peringkat A?"

"HA?! Nggak ada yang segila itu. Bos kami juga peringkat A. Siapa yang bakal berani curi dari orang selevel bos kami?"

"Tapi kenapa... peringkat kan nggak ada hubungannya sama poin... Mereka kan juga bisa bohong soal itu?"

"Ya jelas karena bos mau mengapresiasi kerja kami lah! Bos bakal tahu kalau kita bohong dan langsung mengeliminasi kita. Ya... meski akhirnya mereka juga bakal kita curi sih hahahaha... bos memang pintar bermuslihat... hmmm... gimana kalau ikut gabung juga?"

"Kenapa aku harus gabung kalau aku bisa menghabisi kalian semua sekaligus?"

"Fuhhh... sombong banget... padahal suaramu enak di dengar, kelihatannya di balik masker itu juga kamu cantik..."

"..."

"Hahaha, kenapa diam? Malu-malu ya... memang nggak ada cewek yang nggak jatuh kalau dirayu sama cowok ganteng sep-"

*Crasss... Pria itu mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya.

"AAaaa... sia... ka..."

Pria itu berjuang keras untuk mengumpat, yang seharusnya membuat urat lehernya bermunculan tapi... perawat di belakangnya lagi-lagi membiusnya.

"Sial, ini terlalu bagus untuk dilihat hahaha... Gumi mungkin bakal senang melihat ini..."

"Gumi?"

"Ah, bukan Sus. Cuma temanku yang berkali-kali lipat lebih sadis dariku."

Wanita itu seketika langsung memperbaiki sikapnya yang sempat terbawa oleh kegirangan yang impulsif. Dia lalu menempatkan ibu jarinya di bibirnya untuk ia gigit, namun ia tersadar kalau ia memakai masker...

"Apa lagi ya... peringkat... dua pihak... pengkhianatan... op lilin... delta..." Ia menyilangkan kakinya dan bergumam sendiri.

"Delta... segitiga... julukan kota ini? Eh... tiga... terus lilin... 24 Desember 2000... terorisme? Apa... itu yang dia asumsikan... kalau itu dia..."

"Hei, menggumamkan apa? Kalau sudah ya bebaskan aku!"

"Tunggu, apa... bosmu juga punya bos?"

"Ya nggak lah, bos ya bos!"

Wanita itu menghela nafasnya dan menarik kembali pedang cahayanya.

"Kau tadi bilang kalau dia pintar bermuslihat kan, gimana kalau kamu ternyata juga ditipu?"

"HA? Hahahaha nggak mungkin lah... dia sepupuku mana mungkin aku di bohongi."

"Hehhh... aku baru tahu... terus di mana dia sekarang? Apa dia mencarimu? Aku kau juga ingat siapa yang membawamu kesini?"

"Bang Dika kan, kenapa?"

"Dia mugkin menjebakmu. Dia tadi mau mencuri poinmu tapi aku hentikan dan membawamu ke sini, tapi kau malah rewel saat kutanya. Padahal aku ingin membasmi mereka..."

"Nggak mungkin! Aku nggak salah apa..." Wajah pria itu mulai menampakkan keraguan pada ucapannya sendiri...

"Sudah tahu alasannya?"

"Tapi itu kan cuma sepele..."

"Yang serius saja dikhianati apa lagi yang cuma main-main sepertimu?"

"Tapi... terus... aku harus gimana?"

"Lari?"

"Mereka akan mengejarku. Tak boleh ada yang keluar sebelum zero-poin."

"Kalau gitu biar aku yang membuatmu zero-poin. Sus tolong ambil bolpoin dan tulis mandat di kertas untuknya, 'aku lari dari rumah sakit yang penuh teroris yang menjarah poin dan kehilangan black-box'. Aku memesan taksi dan menyuruhnya mengangkut orang ini sekarang. Keluarkan black-boxmu!"

"Hah? Tunggu aku belum bilang iya, biakan aku pikir dulu."

"Kamu nggak bisa, kamu kan cuma orang bod- maksudku, kita tak punya banyak waktu. Kamu untung banyak. Lolos dari mereka, nggak dicap kriminal, terus kalau kamu lapor polisi mungkin kamu bisa dapat poinmu kembali. Gimana?"

"Iya juga ya... sudah cantik pintar juga ya... ok. Al-Grace."

"Makasih... Nahb!"

"Sama-sama... eh... cuma 2 menit... sial kamu yang bohong ya..."

*Brak... Pria itu tak sadarkan diri karena kondisi zero-poin.

"He... hahaha... jadi ini ya yang dirasakan Rega... bukan gayaku sih tapi, aku baru tahu kalau membodohi orang lain bisa senikmat ini hahahaha..."

Sang perawat hanya bisa kawatir saat melihat dan memikirkan kondisi psikologis kedua adik barunya.