webnovel

2. Terlalu Tampan

Aileen menghela napas berat. Sudah satu minggu dia berkeliling Lombok bersama Freya. Dan parahnya, tidak ada satupun lelaki yang mampu dipercayanya untuk diajak bekerja sama.

Oh ayolah, ini sandiwara pernikahan satu bulan. Jika bukan dengan orang yang tepat, bisa saja malah Aileen yang diperas dan rugi berat. Tidak ada yang bisa menjamin lelaki bisa memegang janjinya dengan benar. Aileen sudah membuktikan hal itu.

"Gimana ini, Lin? Udah satu minggu dan kita belum nemu suami buat kamu." Freya merengek panik pada Aileen yang tengah sibuk mengeringkan rambut.

"Ya sabar, Frey. Nyari suami nggak semudah nyari pacar, eh nyari pacar juga susah sih, tapi pokoknya lebih susah nyari suami." Aileen menyahut tenang. Kali ini sibuk menyisir rambutnya yang habis dicat dengan warna cokelat gelap.

Freya menghela napas berat. Aileen sudah tidak punya waktu banyak, dan perempuan itu masih bisa dengan santai mengecat rambut bahkan pergi ke salon sejak beberapa hari lalu. Seolah kabur ke rumah Freya kali ini sama dengan refreshing liburan akhir tahun baginya.

"Nggak penting mana yang lebih susah, Lin. Masalahnya, kamu mau dinikahin sama orang yang dipilih Papa kamu. Emang kamu rela aja gitu kalau misal orangnya nggak ganteng? Terus apalagi kalau nggak ada akhlak, emang mau? Hah?" Freya bertanya ngegas. Gemas sendiri dengan sikap kalem dan tidak peduli Aileen beberapa hari belakangan.

"Setelah dipikir-pikir, ngapain aku susah nyari suami buat disewa kayak kemarin? Aku lagi di Lombok, selagi aku nggak ngangkat telepon Mama dan Papa, siapa yang bisa larang aku?" tanya Aileen terdengar logis.

Freya mendesah jengah. "Aku tau kamu lumayan bego, Lin. Tapi ini Om Galen loh, kalau udah mau, apa yang nggak dia bisa lakuin? Nyari kamu ke dalam perut bumi aja kayaknya bisa dia."

Aileen terpaku sejenak. Perempuan itu menghentikan kegiatan menyisir rambutnya. Benar juga, ya?

"Aih nggak mungkin!" sanggah perempuan berambut sepinggang itu menyangkal.

"Udah ah, jangan bahas Papa mulu. Setres aku lama-lama, mending tidur. Lagian kalau dia emang ada niatan buat jemput paksa aku, udah dia lakuin dari dulu."

Baru beberapa detik mengatakan itu, ponsel Aileen berdering nyaring. Melihat nama kontak sang papa di sana, perempuan itu kontan melotot kaget. Baru juga diomongin, panjang umur sekali!

Karena tak sabaran atau mungkin memang mengira Aileen tak sempat mengangkat telepon, panggilan tersebut mati. Baru saja akan menghela lega, sebuah nomor tak dikenal menelepon lagi. Aileen segera mengangkat tanpa sempat curiga bahwa bisa saja itu nomor Papanya juga.

"Ha---"

"Ooo jadi begitu? Mau menghindar dari Papa? Kamu jangan lupa kalau ini sudah satu minggu, Aileen. Sebentar lagi kamu tidak sampai rumah berikut menantu Papa, kamu bakal liat akibatnya!"

Berikutnya, sambungan terputus. Freya yang melihat tampang panik sahabatnya, kontan menghela napas berat. Sudah dia bilang kan, Aileen terlalu santai untuk ukuran orang yang mau dinikahkan.

"Frey, nggak mau tau, sekarang kita harus cari suami!"

***

Aileen bersandar dengan wajah frustasi di samping mobil Freya. Perempuan itu bersedekap dada kelewat murka. Dari sekian banyak lelaki di pulau yang indah ini, kenapa tidak ada satupun yang mau menjadikannya istri?

Mengingat yang dilakukannya selama di Lombok, perempuan itu tidak jadi mengeluh dan menelan kembali cacian yang hampir dilontarkannya. Salahnya sendiri juga sih. Diberikan waktu seminggu, bukannya fokus mencari apa yang dituju, malah cuma berakhir main dan liburan bersama Freya mengelilingi tempat wisata. Obrolan tentang suami yang bisa disewa menguap seketika seiring langkah mereka menghabiskan uang untuk berbelanja.

"Aku nyerah aja deh."

Kalimat Aileen membuat Freya yang daritadi juga ikut bersandar, kontan mendongak dan merapatkan tubuh. Tangan perempuan itu mencengkeram bahu Aileen keras.

"Mana bisa gitu?!" tanya Freya tidak terima. Perempuan tomboy itu tentu saja tidak bakal membiarkan sang sahabat terjebak dalam perjodohan yang direncanakan orang tua Aileen.

"Lagian mau gimana lagi, Frey? Mau nyari kemana? Yakali aku pasang selebaran atau buka lowongan sewa suami di media social." Aileen menghela napas berat.

"Eum ... coba aja kalau gitu, siapa tau bisa." Aileen yang mendengar saran sahabatnya, kontan menempeleng kepala sengklek perempuan itu. Dia masih punya cukup banyak malu.

Lagipula, kalau postingan cari suami sewaannya ditemukan Papa apalagi orang yang dikenal Papa, bisa hancur rencana juga citranya sebagai putri keluarga Eleanor.

"Terus gimana dong, Lin?" tanya Freya malah semakin membuat Aileen pusing.

"Argh ... andai aja ada cowok lumayan ganteng terus muka-mukanya tampang kaya meski miskin, udah kusewa jadi suami sebulan detik ini juga inimah!" teriak Aileen frustasi di parkiran kafe yang baru beberapa menit lalu ditinggalkan keduanya.

"Nawar harga boleh?"

Seorang pria berwajah tampan entah sejak kapan berdiri di depan Aileen dan Freya. Kedua perempuan itu terlonjak kaget.

"Boleh nggak? Saya juga lagi butuh banget soalnya nih."

***

Aileen duduk mematung sambil berpangku tangan di meja kafe. Sibuk memandangi Freya yang mengurus kontrak perjanjiannya dengan pria lumayan, ralat, sangat tampan yang bilang ingin menawar harga tadi.

Sampai Freya menyuruhnya menandatangani surat kontrak perjanjian yang repot-repot dibuatkan perempuan tomboy itu sejak jauh-jauh hari, barulah Aileen tersadar dari lamunannya. Membaca sejenak surat kontrak bermaterai, berikutnya perempuan berambut ikal di bagian bawah itu segera menandatangani santai.

Meski dalam hati ketar-ketir sih. Dia tidak tahu kalau menemukan suami untuk disewa bakal semudah ini. Tapi, dia masih merasa tidak percaya juga. Dia benar-benar bakal menjalani sandiwara ini rupanya.

"Okey, sekarang kalian sudah terikat kontrak. Dan kamu, ingat ya, cuma 100 juta perbulan!" peringat Freya yang dibalas pria itu dengan anggukan juga senyum menawan.

Beberapa kali, Freya bahkan salah fokus dengan senyum manis pria itu. Bisa-bisanya orang kaya pesona sepertinya bisa miskin harta dan memilih jadi suami sewaan begini.

"Jadi ... Arsenio Sakya, sekarang tugas kamu cuma nurutin ucapan temenku. Sisanya silakan kalian yang urus, aku pulang duluan. Daaah!"

Belum sempat Aileen mencegah perempuan itu, Freya sudah lebih dulu berlari dan menghilang di ambang pintu kafe. Aileen menghela napas berat. Mau berapa banyak lagi sahabatnya bakal menghadapkannya pada rasa malu begini?

Beberapa menit setelah kepergian Freya, yang terdengar di antara keduanya hanya senyap. Aileen ingin membahas tentang perjanjian mereka sebenarnya, tapi sifat canggung dan pasifnya membuat perempuan itu memilih diam bak patung.

Tiba-tiba, sebuah tangan kekar terulur di hadapan Aileen. Perempuan itu mendongak dan menemukan senyum menawan Arsen.

"Salam kenal, Nona Aileen Nayara Eleanor. Jadi, bisakah saya jadi teman sekaligus suami sewaanmu mulai sekarang? Mohon kerjasamanya, ya!"

Sejenak, Aileen menahan napas melihat tatapan dengan sorot hangat Arsen.

'Dia bahkan terlalu tampan untuk dikatakan pria sewaan, Ya Tuhan!'