webnovel

Reborn as A Haier-Elvian: Sang Pemburu Darah dan Sang Penyihir]

Pada awalnya, aku hanyalah murid biasa yang mengikuti pelantikan anggota baru Klub Taekwondo. Namun entah apa yang terjadi. Tiba-tiba saja ada benda misterius yang menyeretku dan teman-temanku ke sebuah hutan antah berantah. Aku pun menyadari, ini adalah dunia yang sama sekali berbeda dengan yang kuingat. Begitu banyak keanehan di tempat ini. Mulai dari kuda bertanduk, kelinci putih pemakan daging, serta jamur-jamur raksasa setinggi tiga meter. Walau sama sekali tak percaya, aku menyadari bahwa diriku sendiri termasuk ke dalam keanehan itu. Namaku Anggi Nandatria. Yang kini adalah Haier-Elvian, ras campuran manusia-peri yang sangat langka di dunia ini. Ilustrator: Jerifin

WillyAndha · Fantasy
Not enough ratings
53 Chs

Chapter 09 "Haier-Elvian"

Aku berseru tertahan. Padahal baru lima detik lalu ada wanita tropis eksotis yang berada di depanku. Tapi kini dia berubah menjadi sesosok peri yang indah. Tangannya terlihat gemulai. Wajah cantiknya melempar senyum. Jarang sekali aku bertemu perempuan semenawan itu. Membuatku nyaris luruh karenanya.

Kesadaranku kembali, selintas otakku berpikir. Bagaimana bisa ada manusia yang berubah jadi seorang Elvian? Tapi tunggu dulu! Rasanya aku tadi melewatkan sesuatu. Oh iya! Bukankah dia bilang tadi mantan pengintai? Itu artinya dia dari pasukan patroli Kerajaan Elvian. Apakah dia datang kemari untuk menangkapku yang sudah berulang kali berburu di wilayahnya?

Mendadak aku menjadi waspada sekali. Mencengkram erat pegangan sofa di samping. Kedua mataku tak berpaling sedetik pun darinya, takut ia akan mengeluarkan gerakan tiba-tiba. Aku berpikir untuk segera berlari dari tempat ini. Keletihan sudah tak lagi menghinggapi tubuhku. Tapi bagaimana jika ia mengejarku lagi?

Dalam kepala ini, muncul kecemasan dan pertanyaan dengan jawaban yang tak pasti. Sebulir keringat muncul di dahi. Di saat aku tengah menghitung mundur untuk mengambil langkah seribu, ia tertawa kecil.

"Sudah kubilang, kan? Kau tak perlu takut. Tidak ada yang akan berbuat buruk padamu di sini. Aku mengundangmu untuk mengobrol." Perempuan itu mengambil cangkir teh, meminumnya santai. Namun aku yang masih belum percaya, tetap memposisikan tubuhku dalam keadaan siaga. "Tadi aku sudah memperkenalkan diriku. Bukankah saat ini giliranmu?"

"Eh, aku?"

Perempuan itu mengangguk. Menyilakanku untuk memperkenalkan diri sambil menatap ke arahku lamat-lamat. Entah mengapa aku merasa tatapannya itu sehangat mentari. Menghangatkan.

"Namaku Anggi Nandatria. Aku seorang pemburu hewan-hewan mistis."

Sedetik kemudian aku langsung menutup mulutku dengan kedua tangan. Betapa ceroboh dan dungunya aku, mengaku seorang pemburu di depan Elvian? Ini gara-gara kecerdasan wanita itu yang mampu mencairkan suasana hingga menurunkan kewaspadaanku.

Dia langsung menatapku tajam. "Hoo ... jadi kau sering memburu hewan di wilayah kami, ya?"

Aku bergidik ngeri. Tak mampu berkata-kata, hanya sanggup membisu bagai seonggok batu kerikil di pinggir jalan. Tatapannya begitu menyeramkan, aku tak kuasa menjatuhkan pandanganku ke atas lantai. Berharap kekakuan di kedua kakiku menghilang, dan dapat menjauh dari tempat ini.

"Tidak apa-apa, Nak! Aku sama sekali tak mempermasalahkan hal itu." Mendengar ucapannya yang terdengar bersahabat, aku memberanikan diri mengangkat kepala. "Kau cukup beruntung. Kalau kita bertemu saat aku masih bekerja sebagai pengintai Elvian, aku pasti akan melumpuhkan setiap pemburu sepertimu. Menangkapnya dan memenjarakannya seumur hidup." Perempuan itu tertawa terbahak-bahak.

Sebenarnya itu cukup lucu. Kalau saja situasinya tidak semenegangkan ini, aku mungkin akan turut tertawa bersamanya.

"Kau mantan prajurit Elvian?" tanyaku dengan hati-hati.

Wanita itu mengangguk. "Tapi sudah keluar dari pasukan beberapa tahun silam. Aku memiliki suami seorang manusia dan anak laki-laki di kota ini. Jadi mau tidak mau, aku ikut mereka."

Oh, begitu toh! Itu menjawab pertanyaan 'Apa yang sedang dilakukan tentara Elvian di sini??' yang terus terngiang di kepalaku. Sepertinya ucapannya benar adanya. Sejak tadi aku memperhatikan rumah ini. Ada sofa-sofa panjang untuk beberapa orang di ruang tamu ini, empat kursi di meja makan, tumpukan peralatan makan di dapur, serta kamar tidur yang cukup besar. Semua itu tidak dibutuhkan saat hidup sendiri, bukan?

Mendengar Elvian berada di kota manusia cukup mengejutkan, apalagi pernikahan antar ras. Sebab aku pernah mendengar pernikahan silang dilarang dua ras yang saling bermusuhan itu.

"Tunggu dulu, apa pernikahan kalian tidak ditentang keluargamu?" Aku mencoba bertanya kepadanya lebih dekat.

"Tentu saja. Banyak keluarga dan rekan yang tidak suka dan melarangku. Tapi memang benar kata-kata manusia. Cinta itu indah, tapi juga buta. Ujung-ujungnya aku kawin lari dengan suamiku." Matanya menjadi sayu menatap ke bawah. "Bisa ganti ke topik lain? Aku agak sensitif dengan hal itu."

"Ah, tidak! Maaf, itu salahku! Aku yang terlalu lancang bertanya hal pribadi seperti itu."

Suasana lenggak sejenak. Aku berpura-pura menyesap cangkir tehku yang tinggal setetes. Ia bermuram durja. Wajahnya dirundung kesedihan. Mungkin ada kejadian tak menyenangkan baginya di masa lampau. Sepertinya aku menginjakkan kaki di tempat yang tidak seharusnya. Entah mengapa aku menjadi merasa bersalah.

"T-Teh ini sangat enak!" ujarku mencoba mencairkan suasana.

"Tentu saja. Ini bukan sekedar teh hijau biasa. Dipetik langsung dari daun-daun teh terbaik di pegunungan utara. Aku sangat menyukainya. Memberi rasa tenang dan nyaman." Tangan wanita itu kembali meraih cangkir dan menyesapnya sampai habis. Terdiam sesaat, kemudian melirik padaku. "Bagaimana denganmu? Apa kau juga memiliki rahasia kecil di kota ini? Atau jangan-jangan kau juga jatuh cinta dengan manusia dan datang ke kota ini?"

Ia tertawa kecil. Aku tak bisa mengerti bagian yang yang lucu dari itu.

Aku menggeleng. "Aku yatim-piatu sejak usia lima tahun. Kedua orang tuaku meninggal dunia karena kecelakaan kapal. Masa kecilku diasuh oleh bibi. Tapi enam tahun kemudian ia menendangku keluar karena dianggap menyusahkan. Aku terlunta-lunta di jalanan kota sampai akhirnya ada orang yang memungutku. Pak Tua Grussel, dialah yang menampungku di kelompok pemburunya sampai saat ini."

Dalam hati aku tersenyum kecut. Tidak mungkin aku, dengan gamblang mengatakan datang tersesat dari dunia lain. Orang-orang di sini sama seperti di duniaku, menganggap dunia paralel hanya sebuah mitos belaka. Pasti mereka takkan percaya dan menertawakanku jika kuceritakan hal itu.

Hal ini sedikit membuatku muak. Karena aku terpaksa membuat Pak Tua Bajingan itu terlihat seperti orang baik. Padahal aslinya tidak begitu. Dia orang yang kasar dan suka main tangan. Meskipun harus kuakui, ada saatnya dia menjadi orang lemah lembut dan perhatian. Tapi itu jarang sekali. Aku juga baru sekali melihatnya. Yang paling kuingat darinya adalah sifat kerasnya.

Entah mengapa, tahu-tahu perempuan itu sudah mendekat ke arahku. Duduk di samping, dan memegang kedua tanganku. Matanya berkaca-kaca.

"Ya ampun! Aku tidak tahu ada orang yang bernasib malang sepertimu. Pasti berat rasanya terlahir sebagai Elvian di kota manusia."

Melihat wajah sedihnya seperti ini, aku tak kuasa mengatakan kebenaran bahwa aku sedang berbohong. Aku tak bisa mengkhianati rasa simpatinya padaku.

Lagipula ada satu informasi penting yang mau kugali darinya. Yaitu arti dari keberadaanku sebagai Haier-Elvian. Aku sudah bertanya dan mencari informasi di perpustakaan, namun nihil. Begitu juga dengan Grussel. Walaupun memiliki informasi dan jaringan yang luas, Pak Tua Bajingan itu tidak bisa menemukan jawabannya. Karena itulah aku berpikir, mungkin wanita Elvian ini tahu sesuatu.

"Tenang saja! Itu cerita lama. Sekarang aku sudah bahagia hidup dengan teman-temanku," ujarku sembari menggaruk kepala. "Mungkin memang beginilah hidup untuk makhluk setengah Elvian dan setengah manusia sepertiku."

Tiba-tiba saja wanita itu terhenyak. Matanya melotot dan rahangnya terbuka. Posturnya tetap mematung untuk beberapa saat. Kemudian ia menggenggam kedua bahuku dengan kencang. Hingga tubuhku terguncang karenanya.

"Apa yang kau bilang tadi? Makhluk setengah manusia dan setengah Elvian? Maksudmu kau itu Haier-Elvian?" Wanita itu menatapku tidak percaya.

"Ehm, setidaknya itulah yang dikatakan Grussel padaku. Aku juga baru tahu beberapa bulan belakangan ini." Aku menggaruk-garuk pipiku yang tidak gatal. Berusaha melempar senyum palsu 'tuk mengelabuinya. "Pantas aku selalu bingung mengapa bisa memiliki telinga sepanjang ini. Ternyata aku bukanlah manusia."

Tawa kecil keluar dari mulutku. Dia memandangku lamat-lamat. "Boleh aku memeriksamu sebentar saja?"

Aku sedikit bingung. Namun memutuskan untuk mengangguk menyetujuinya.

Wanita itu meminta menaruh kedua tanganku di atas telapaknya. Aku menurutinya saja tanpa berpikir dua kali. Jujur, aku penasaran dengan 'memeriksa' yang ia katakan barusan. Karena aku juga ingin tahu pendapatnya tentangku.

Ia memejamkan matanya. Mulutnya berkomat-kamit. Kemudian, sebuah cahaya berwarna hijau berpancar dari telapak tangannya. Memberi setipis kehangatan yang merambat ke tanganku. Setelah beberapa detik, ia membuka matanya kembali bersamaan dengan menghilangnya sinar hijau. Tatapan jerinya diarahkan padaku dengan intens. Membuat perasaan buruk mengembang dalam hati.

"Halo," seruku yang berusaha memancing kesadarannya kembali saat ia terdiam mematung. "Bagaimana?"

"Aku tidak percaya ini! Kau memang benar Haier-Elvian. Struktur Esze yang kau miliki sangat berbeda dengan Elvian. Terlihat lebih rumit, lebih besar, juga lebih kuat. Aku juga tak mendeteksimu sedang menggunakan teknik penyamaran. Yang berarti, penampilanmu saat ini asli," ujarnya sembari memegangi kepala dan telingaku.

"Teknik penyamaran? Maksudmu yang kau gunakan sebelumnya?"

Dia mengangguk.

"Berapa banyak orang yang mengetahui fakta kau adalah Haier-Elvian, Anggi?"

"Seluruh anggota berburu dan beberapa teman dekatku."

"Tapi jika sudah sejauh ini dan belum ada kehebohan. Artinya mereka bisa dipercaya." Wanita bergumam, lantas menoleh kepadaku. "Dengarkan ini, Anggi! Jangan pernah menceritakan ini kepada siapa pun dengan mudah."

"Kenapa?"

Dia tak menjawab. Hanya terdiam menatap tajam kepadaku. Kemudian beranjak dari samping sofaku. Perempuan itu berjalan mengarah rak buku kecil yang ada di sudut ruangan. Setelah sekian lama tangannya menyusuri kumpulan buku berdebu di sana, ia menarik salah satu. Menghilangkan debu dalam satu tiupan dan menepuk-nepuknya, sebelum ia bawa kemari.

Dengan anggun ia kembali duduk di sofa yang ada di depanku. Ia tak menyentuh cangkir teh miliknya yang masih setengah. Tangannya sedari tadi sibuk membuka halaman buku satu per satu.

"Kau benar-benar tak memiliki ide tentang dirimu sendiri, kan?"

Aku mengangguk. Beberapa saat berlalu, tangannya berhenti di salah satu halaman. Matanya menyapu halaman buku itu dari atas hingga ke bawah. Setelah memastikan halaman itu berisi dengan informasi yang ingin didapat, wanita itu menyerahkannya padaku. Aku tidak tahu apa maksudnya. Tapi sekilas, tatapan dan anggukan kepalanya seakan menyuruhku untuk membacanya.

Walau sedikit ragu, akhirnya aku coba membaca buku itu. Buku ini ditulis dengan huruf Elvian, namun aku masih bisa membacanya. Menurut buku ini, ras Haier-Elvian adalah ras yang langka. Hasil dari perkawinan campuran antara Elvian dan manusia, rasio kelahiran ras ini sangat rendah. Hanya ada satu dari seratus ribu. Normalnya ketika pasangan Elvian dan manusia menikah, hanya ada dua kemungkinan untuk anaknya, yaitu lahir sebagai manusia atau Elvian. Bisa saja seorang kakak manusia memiliki adik seorang Elvian dari pernikahan kedua ras orang tuanya. Bahkan bayi kembar pun bisa berbeda ras.

Sangat sulit menemukan kelahiran Haier-Elvian. Sejarah panjang suku Telinga Panjang hanya mencatat 32 kelahiran Haier-Elvian—atau bisa disebut Ras Campuran—ini. Itu pun selama puluhan ribu tahun. Ras Campuran ini tercatat terakhir kali lahir sekitar seribu tahun yang lalu. Waktu yang cukup lama dibandingkan rentang kehidupan Elvian yang berkisar lima ratusan tahun. Ada hal yang cukup menarik perhatianku. Dikatakan bahwa tidak semua Haier-Elvian bisa hidup sampai dewasa. Kebanyakan jenis laki-lakinya meninggal dunia saat belum menginjak usia lima tahun. Penyebabnya adalah struktur Esze yang tidak stabil di tubuh laki-laki.

Aku berhenti sejenak, menelan ludahku. Kemudian melanjutkan membaca bagian berikutnya. Haier-Elvian terlahir sebagai makhluk perpaduan antar dua ras. Mereka mewarisi kecerdasan serta kecakapan manusia dalam bersosialisasi, serta kebijakan dan kelihaian Elvian mengendalikan Esze. Indera dan insting mereka tajam, namun tak berumur panjang layaknya ras Telinga Panjang. Rentang hidupnya nyaris sama dengan manusia, juga ciri-ciri fisik dan pertumbuhan tubuhnya.

Hanya sedikit sekali catatan yang menyebutkan tentang ras Haier-Elvian. Bab selanjutnya dari buku ini adalah penjelasan jenis-jenis hewan mistis. Kalau aku yang biasanya pasti akan membacanya dengan antusias. Tapi tidak dengan kali ini, karena ada yang lebih menarik perhatianku.

Kalau dipikir lagi, sepertinya aku tahu mengapa aku menjadi perempuan saat pindah ke dunia ini. Karena jenis laki-laki Makhluk Pertengahan ini tidak bisa berumur panjang. Mungkin aku takkan bertahan lama jika dipaksakan terlahir menjadi seorang pria. Namun yang tak bisa kumengerti adalah, mengapa aku harus terlahir sebagai Haier-Elvian? Bukan manusia, Elvian, atau tetap menjadi sosok Anggi 'Boncel' yang penakut? Dan yang paling ingin kuketahui adalah, apa yang bisa membuat kami berpindah ke dunia ini?

Walau akhirnya aku menemukan titik terang tentang keberadaanku, aku masih belum bisa mendapatkan jawaban yang kumau. Tampaknya ras ini masih menyimpan sebuah misteri besar. Aku menutup buku itu dan menaruhnya di atas meja, kemudian melemparkan pandangan pada wanita itu yang sedari tadi memperhatikanku.

"Apa masih ada buku lainnya?"

Wanita itu menggeleng. "Catatan tentang Haier-Elvian tidak sebanyak yang kau kira, Nak! Ah, tapi mungkin kau bisa menemukan lebih lengkap di Perpustakaan Kota Viar, ibukota Kerajaan Elvian Barat. Tapi itu tidak mudah, Nak! Mereka takkan mengizinkan ras lain berkeliaran di kota mereka."

"Begitu, ya? Padahal aku masih ingin tahu lanjutannya."

"Ada satu hal yang ingin kau ketahui, Anggi!" seru wanita itu.

"Apa itu?"

"Jika keberadaanmu sebagai Haier-Elvian diketahui banyak orang, nasibmu akan buruk." Dia membuat wajah serius. Menatapku dalam dengan tatapan matanya yang begitu tajam. "Mungkin saat ini kau masih payah. Namun bakat alamimu dalam mengendalikan Esze perlu diwaspadai. Suatu hari nanti kau bisa saja menjadi yang terkuat di antara para Tetua Elvian. Karena itu ada banyak orang yang akan mengincar kekuatanmu. Banyak negeri yang menginginkanmu berdiri di pihak mereka. Mungkin juga ada orang yang berniat membunuhmu dan menganggapmu sebagai ancaman. Oleh sebab itu, Nak! Jangan sampai rahasiamu diketahui oleh orang banyak."

Aku menelan ludah. Lalu mengangguk kecil. Kemudian mencoba mengangkat tangan dengan ragu-ragu.

"Apa itu Esze?"

Wanita itu menepuk dahi. Tanpa banyak berkomentar, ia merogoh sesuatu dari dalam sepatu botnya. Itu adalah sebuah tongkat sepanjang tiga puluh sentimeter. Ia mengarahkannya kepadaku. Aku memiringkan kepala. Apa yang akan ia lakukan dengan tongkat kayu yang sudah usang itu?

Beberapa saat kemudian, mulutnya berkomat-kamit pelan. "Vitr Ans!"

Mendadak sofa yang kududuki berontak. Bergoyang tak karuan ke sana-kemari. Seakan tak mengizinkanku berada di atasnya. Tapi aku salah. Sofa itu tengah mencoba terbang. Ya, dengan sedikit bantuan oleh pusaran angin kecil di bawahnya. Aku dan sofa ini terangkat beberapa senti di atas lantai. Pusaran angin itu tidak kencang, tapi sanggup membuat beberapa benda ringan seperti kertas, plastik, dan karpet beterbangan.

Aku melotot tak percaya. Ini adalah magis. Ini benar-benar magis! Kupikir hal-hal seperti itu hanya ada dalam khayalan semata. Tapi sekarang aku menyaksikannya! Aku merasakannya!

Setelah beberapa saat mengambang di udara, wanita itu menurunkan tongkatnya. Bersamaan dengan itu, sofa yang kududuki kembali ke tempat asalnya dengan suara berdebum.

"Nah, apa kau sekarang paham apa itu Esze?"

Aku mengangguk kencang.

"Apa kau ingin kuajari tentang Esze?"

Aku mengangguk antusias. "Ya, aku ingin belajar. Tidak. Kumohon ... ajari aku, Almira!"

Itu adalah kisah pertemuanku pertama kali dengan Almira. Kukira, aku sangat beruntung bisa bertemu dengan orang hebat sepertinya. Di masa mendatang, dialah satu-satunya orang yang akan menjadi temanku, sekutuku, dan selalu berada di pihakku tak peduli walaupun aku salah. Melindungi dan mengasihiku layaknya keluarga. Seorang wanita yang mampu membuat perubahan besar pada dunia.

Seseorang yang ... tak gentar menghadapi puluhan ribu tentara dalam kecamuk Perang Besar.