webnovel

Re Life In Anime World

Saya seorang otaku yang hanya suka berdiam diri di kamar sembari menonton anime terkadang melihat manga erotis. Aku mungkin seorang manusia yang gagal namun aku tetep berpendirian teguh pada budaya otaku ku ini, aku tak ingin keluar untuk sekolah ataupun berinterkasi, aku tidak ingin sama sekali. Orang tua ku bahkan sampai tak peduli lagi padaku, namun dibalik ketidak pedulian mereka, mereka masih lah orang tua yang sayang padaku, tak lupa setiap hari mereka menyisakan makanan untuk ku makan. Suatu hari aku menonton anime yang bercerita tentang kehidupan sosial, disitulah aku menonton dan menonton hingga aku merasakan hatiku bergejolak. "Mengapa diriku menjadi seorang pecundang seperti ini? Aku harus mengubah hidupku ini!" Aku berlari keluar kamar untuk mengatakan kepada orang tua ku bahwa diriku akan berubah, namun naas aku tersandung plastik makanan ringan dan menghantam lantai kamar dengan kepala terlebih dahulu. Pandangan ku kabur, saat ku sentuh dahi ku darah terlihat di tangan ku, saat itu pula Tuhan mengambil nyawa ku. #jika ada kata yang kurang tepat, segara komen agar cepat di perbaiki dan kalian bisa lebih enjoy dalam membaca cerita ku

U_ardi · Anime & Comics
Not enough ratings
273 Chs

39. Yuan

Jam 9 malam.

Petasan tembak mulai meledak ledak di langit, ini desa namun kebanyakan anak yang merantau pulang ke rumah, petasan adalah salah satu oleh olehnya.

"Baba, nyalakan yang kotak besar" Yuan Yuan tak sabar ingin melihatnya

"Sebentar, aku akan tanya ke kakek mu dulu"

"Tanya apa?"

"Tanya ada pokoknya"

.

.

"Ayah, apa di sekitar ada bayi atau orang tua? Petasan yang akan ku hidupkan suara ledakannya sangat keras dan lama hidupnya" Ucap ku

"Ada orang tua di samping, bayi tak ada namun aku khawatir orang tua itu kaget, bagaimana jika dinyalakan di lapangan belakang rumah? Lebih aman juga jika petasannya besar"

"Itu tak masalah"

.

.

Kami jalan ke belakang.

Ayah mengajak tetangga untuk melihat kembang api yang akan di nyalakan.

Karena ajakan itu banyak orang yang berkumpul.

"Mohon anak anak mundur, ini berbahaya jadi jaga jarak" Ucap ku

Semuanya patuh dan mundur.

Ku nyalakan lalu lari menjauh ke tempat Wanqiu dan Yuan Yuan.

...

Shu shu shu shu shu

Dor! Dor! Dor! Dor! Dor!

Tembakan cepat dengan jeda sangat singkat.

.

Tembakan kedua muncul sekarang polanya unik.

Shu.

Dor.

Shu

Dor

Shu

Dor.

Cahaya belum habis di udara, di susul dengan ledakan lainnya.

.

"Ini keren!" Anak anak desa takjub dengan pemandangan ini

"Wow" Yuan Yuan

.

.

7 pola tembakan dan satu kotak habis, kira kira 4 menit habisnya.

"Lagi lagi" Anak anak bersorak

"Oke satu lagi" Balas ku

"Ayo mundur, aku tak ingin kalian melihat petasan meledak di samping kalian, cukup lihat ledakan di langit saja" Ku suruh anak anak kembali mundur

.

.

Nyalakan lalu lari menjauh.

Dor dor dor!!

7 pola yang sama namun warnanya beda.

.

.

15 menit adalah waktu dua petasan habis.

Singkat namun itu sangat bagus.

Jika ada kamera mungkin akan ku abadikan.

.

"Masih ada lagi pak?" Anak anak minta lagi

"Sudah habis, tapi jika masih ingin bermain, tunggu sebentar"

Ku ambil satu kotak petasan pensil dan ku bagikan satu anak satu.

Satu kotak isinya 20.

"Nyalakan sendiri namun hati hati walaupun itu tidak meledak" Ucap ku

"Terima kasih pak"

.

Jam 10 kembali masuk ke rumah.

"Baba, bagaimana dengan bunga api yang lain? Tak di nyalakan?" Yuan yuan

"Nyalakan saja dengan kakek, dia masih di luar kan"

"Boleh?"

"Boleh saja, habiskan bunga apinya, begitu juga petasan banting mu, besok masih ada petasan lagi yang di gantung itu"

"Oke!"

.

.

Bunga api tak menimbulkan suara.

Jadi aku dan Wanqiu beserta dua anak lain bisa tenang sekarang. (Di luar masih ada suara petasan namun jauh dari rumah)

"Mudah sekali ya menghabiskan uang itu, rasanya seperti membakar uang saja" Wanqiu basa basi

"Benar, aku berpikir agak rugi juga membakar 150 yuan hanya untuk 15 menit"

"Jika tau begitu, tahun depan apa masih ingin beli?"

"Akan ku beli jika aku punya uang"

"Kamu apa mungkin kehabisan uang sekarang"

"Ya kan tahun depan siapa tau aku sudah di panggil Tuhan, harta aku tak mungkin bawa kan"

"Hus, jaga bicara mu, bagaimana jika terjadi betulan, pamali" Wanqiu marah padaku

"Kamu takut jika ku tinggal duluan?" Tanya ku

"Jangan bicara itu ah suami, pembicaraan mu tak lucu, bicara yang lain saja"

"Hahaha, oke oke, ganti pembahasan, aku punya rencana membuat peternakan di Beijing sana, apa kamu setuju?"

"Kan memang sudah punya bukannya?"

"Tanah ku hanya disewa oleh Universitas Beijing, peternakan itu bukan punya ku"

"Tapi setiap bulan kita mendapatkan daging dari sana bukan"

"Peternakan untuk menghasilkan uang maksud ku, bukan untuk di makan sendiri"

"Kamu mau berhenti dari kantor Penyiaran dan bekerja jadi peternak? Kamu yakin?" Wanqiu tentunya tak yakin

"Ya untuk sampingan saja, ternak sapi 4 ekor, jika punya anak kita jual, lumayan buat tambah tambah penghasilan dan tabungan masa tua"

"Aku gak setuju ah, siapa yang mau merawat sapinya jika hanya untuk sampingan, aku disuruh mencari rumput gitu? Aku tak mau"

Dulu di kehidupan lalu Wanqiu adalah seorang petani, jadi pekerjaan kasar hanya mencari rumput adalah hal yang lumrah, namun sekarang Wanqiu sangat sangat berubah.

"Kenapa tak mau? Kamu dulunya kan bertani juga, potong rumput untuk ternak itu sudah jadi kebiasaan bukannya? Maksud ku ketika keluarga mu punya sapi di rumah"

"Itu dulu bukan sekarang, aku sudah sibuk ngurus 3 anak, jika di suruh bekerja kasar aku menolak"

"Hmmm, ya sudahlah

Memaksa ibu galak tak akan memecahkan masalah juga.

.

.

Skilas info, keluarga Su punya toko kelontong dan ladang pertanian yang luas.

Info juga ukuran atas Wanqiu ada di 36 E

.

Besoknya. .

Bangun pagi pagi, mandi dan bersiap untuk menyambut tamu yang akan datang.

Nyalakan petasan gantung untuk memeriahkan suasana.

.

Kertas bekas petasan tak boleh di sapu dulu, karena orang china dulu percaya, kertas ini pembawa berkah.

.

Makanan ringan sudah di siapkan dan makanan berat sudah ready jika keluarga besar berkumpul.

"Gong xi fa chai"

"Baba minta amplop merahnya" Yuan Yuan meminta tanpa rasa malu

"Aku tak bawa, amplop merahnya di bawa ibumu semua" Balas ku

"Baiklah, aku akan mencari ibu"

"Tunggu sebentar Yuan Yuan, kamu jangan pernah meminta amplop merah pada kakek atau nenek, biarkan mereka memberi jika tidak di beri tak masalah, intinya jangan meminta itu tak sopan" Ku nasehati dia

"Kata ibu tak masalah memintanya pada kekek nenek"

"Jangan dengarkan ibumu, kamu laki laki, harus punya harga diri dan rasa malu, jadi ingat, jika tidak di beri jangan meminta"

"Baik Baba"

.

.

Berkumpul di ruang tamu.

Banyak tetangga yang datang, kami sambut tentunya.

Berikan uang receh pada anak anaknya dan biarkan yang tua mengobrol dengan yang tua.

Tetangga pergi di ganti tetangga yang lain dan berlanjut hingga jam 9 pagi.

.

Kerabat jauh datang di jam 10 an.

Ku sajikan makanan berat untuk makan siang, sebab ada pepatah mengatakan jangan biarkan kerabat yang berkunjung pulang dalam keadaan lapar.

Jadi sebisa mungkin ku buat mereka kenyang.

.

.

Sorenya jam 3.

Aku dan sekeluarga Su berkunjung ke keluarga Yu ku, naik mobil tentunya.

Di sana sepi sebab acara besarnya besok, namun itu bukan masalah besar, sebab intinya berkunjung adalah untuk menyapa dan memberi hormat.

Berikan 3 ampou pada keponakan (anak kakak pertama)

Balasannya Yuan Yuan juga dapat dari mereka dan ayah dan ibu ku.

Di waktu sekarang yang paling bahagia ku pikir adalah anak anak, sebab setiap berkunjung pasti ada saja amplop yang di terima.

.

Makan malam di sini, lalu jam 7 malamnya baru kembali ke rumah.

.

Di kamar.

"Yuan Yuan, berikan semua amplop mu pada ibu" Wanqiu meminta semua amplop yang di taruh Yuan Yuan di tasnya

"Ibu tak punya uang ya?" Yuan Yuan prihatin sebab ia tahu ibunya selalu memberikan amplop pada anak lainnya

"Bukan, ibu hanya ingin menghitung berapa uang mu dan menyimpannya, kalau kamu ingin jajan tinggal minta saja pada ibu, takutnya jika kamu pegang banyak uangnya hilang"

"Oh, ku kira ibu sudah tak punya uang"

Yuan Yuan dengan senang hati memberikan amplop beserta tasnya.

"Sekarang kamu boleh main keluar" Wanqiu seakan akan mengusir Yuan Yuan setelah merampas hartanya

"Baik bu"

.

.

Aku yang di luar kaget ketika melihat Yuan Yuan tak memakai tasnya.

"Yuan Yuan di mana tas mu?"

"Ibu bawa, katanya jika aku yang bawa takutnya hilang"

"Hmm, ketika kamu menyerahkan pada ibumu itu sudah termasuk hilang" Pikir ku agak heran dengan kepolosan anak ini

"Oh begitu rupanya, ya sudah kalau begitu, lalu sekarang kamu mau kemana? Hari sudah gelap jangan main di luar"

"Aku mau menyalahkan petasan banting ku"

"Oh masih rupanya, kalau begitu biar ayah temani"

.

.

Hari kedua.

Aku dan keluarga kecil ku pergi kerumah keluarga Yu.

Ini hari besar untuknya sebab hari ini keluarga lain berkumpul, seperti kakak pertama, kedua, ketiga dan ke lima, tentunya di temani ipar dan anaknya.

.

Ngobrol dengan Huo (Putra ke 5 , adik ku)

"Katanya kamu pindah ke desa Lucheng, kamu dapat kerja apa di sana?" Tanya ku

"Aku kerja sebagai pengawas perkebunan gingseng kak, karena relasi keluarga Chu dengan pemerintah aku bisa mendapatkan posisi itu"

"Bertani gingseng? Gingseng bisa di budidayakan?" Aku baru tau ini

"Sebenarnya sudah banyak di korea, namun untuk di wilayah Tiongkok baru sedikit, karena kurangnya ilmu saja, toh ini baru bibit pertama yang di tanam, 1 tahun belum sampai panen juga"

"Hah? Gingseng tak bisa di panen dalam 1 tahun?" Aku benar benar tak tau dan Huo jadi pengawas kebun gingsen itu juga baru, sebab di kehidupan lalu tak seperti ini

"5-6 tahun adalah waktu gingseng dari bibit hingga panen, tapi itu khusus gingseng merah asal korea, untuk gingseng lokal dengan kualitas rendah bisa di penen 5-9 bulan"

"Apa kebunnya luas?"

"Sangat luas, 20 hektar di tanami gingseng bermacam jenis"

"Keren, lalu bagaimana dengan bayarannya, apa gaji pokok atau mungkin bagi hasil panen?"

"Untuk gaji sekarang adalah gaji pokok, 90 yuan sebulan, tapi jika siklus panen dan tanam di berlakukan gaji berubah jadi bagi hasil"

"Woo, itu gaji yang tinggi untuk gaji pokok, apa mungkin gaji bisa lebih tinggi lagi?"

"Kurasa bisa kak, namun ku yakin tak setinggi gaji mu di kota"

"Ah kamu terlalu merendah, gaji ku di kota itu tinggi tapi royalitas yang ku berikan gak main main, sekarang mari main tebakan, menurut mu berapa jam aku kerja selama seminggu"

Di pikiran Huo kemungkinan 9 jam sehari dan 6 hari seminggu, jadi 54 jam, tapi mungkin jam kerja kakaknya tak seperti itu, sebab itu hanya untuk pekerja kasar, kakaknya kerja di kantor jadi mungkin lebih rendah.

"Apa mungkin 48 jam?"

"Tebakan mu meleset jauh, jam kerja ku itu 140 jam"

Huo kaget, sebab itu hampir 3 kali jam kerjanya.

"Gila, itu maniak kerja namanya"

Aku tersenyum.

"Aku ini loh, sampai di gosipkan tetangga selingkuh karena jarang pulang, dalam seminggu aku hanya pulang dua kali, itupun hanya ganti baju dan menengok anak dan istri, menurut mu kerja di tempat ku itu apa enak? Mau mencoba merantau bersama ku?"

"Tidak Terima kasih kak, aku sudah cukup bersyukur di desa dengan gaji segitu"

"Jika menurut mu seperti itu ya aku tak memaksa"

.

.

Bertemu dengan keponakan baru.

Namanya Yu Jian (putrinya Huo dengan Cha Lian)

Dia umurnya sama dengan Jinping dan beda satu bulan dengan Kuan, putri cantik dan putih.

Namun Jinping tetap yang tercantik!!

.

"Suami, aku punya pemikiran, apa ipar kedua itu orangnya narsis? Bisa bisanya dia pakai emas gelang, cincin, dan kalung banyaknya segitu, apa dia tak punya malu ya" Wanqiu berbisik padaku

"Hus, kamu ini hati hati jika bicara, jika dia ingin naris biarlah, toh itu hartanya bukan milik yang lihat, urusan malu atau tidak bukan urusan kita juga"

"Bukan begitu, tapi lihatlah kondisinya, perkumpulan keluarga, tapi dia malah ingin terlihat paling bercahaya, kamu saja memarahiku jika aku memakai cincin berlian ku ketika kumpulan ibu ibu"

"Jangan iri lah, perhiasan itu hanya cocok di acara televisi bukan untuk pamer di kumpulan"

"Duh, kamu ini tak tau sifat wanita ya"

"Apa itu?" Aku tanya

"Ingin dipuji dan terlihat wah"

"Sudah diam saja, jangan suka membicarakan orang lain, aku tak ingin aksi jambak jambakan mu terulang lagi" (Kejadian dengan Mi Yun 4/5 bulan lalu)

"Kalau itu beneran buruk mulutnya, makanya aku ngajak gelud"

.

.

Kuan dan Jinping di ajak oleh kakek dan nenek.

Kurasa penyumbang amplop paling tebal yang di dahulukan. Ukhmm maksud ku mungkin karena aku lebih tua dari Huo, makannya anak ku duluan yang di urus.

.

Wanqiu memebrikan amplop merah pada keponakan.

Ada 3 anak dari kakak pertama, 2 anak kakak kedua, 2 anak kakak ketiga, dan satu dari Huo.

Plus ada tambahan dari kerabat lain seperti bibi yang anaknya sudah besar namun masih sd.

Lalu ada sodara dari ayah yang bawa anak serta cucunya.

Intinya banyak keponakan yang perlu di beri amplop merah.

Jadi berikan 2 yuan untuk keponakan dari sodara kandung ku dan 1 yuan untuk keponakan lain.

2 dan 1 yuan ini bagi anak anak sudah sangat besar, sebab kebanyakan kerabat hanya memberi 10 atau 20 sen.

Aku memang kaya, namun harus mikir juga perasaan kerabat lain jika ada omongan anak kecil yang membandingkan isi amplopnya.

.

"Terima kasih om Hajin dan tante Wanqiu"

"Sama sama, mari lanjut"

(Di buat barisan)

.

Jam 12 setelah makan siang, banyak kerabat jauh yang pulang, hanya tingga keluarga sendiri.

Duduk dan ku pangku Yuan Yuan

"Baba, bagaimana cara hujan turun?"

"Caranya ya karena jatuh"

"Di langit ada air?"

"Dilangit bahkan ada batu, ada api juga"

"Baba berbohong ya, bagaimana bisa api dan batu di langit"

"Tidak, baba serius, apa kamu tak pernah melihat matahari? Itu sebenarnya batu yang terbakar"

"Matahari bersinar baba, bukan terbakar"

Hmm, menjelaskan ke anak dua tahun memang bukan keahlian ku.

Jadi skip saja.

.