webnovel

26

"Trus abis itu mau ngapain lagi?"

"Pulang bu, istirahat, trus nanti sore jemput ibu."

"Ibu mau minta tolong sama kamu, ngeposin surat lamaran pekerjaan. Tadi ibu lupa bawa. Bisa?"

"Bisa dong buuuu."

"Ya udah, ini uangnya, buat ongkos kirimnya." Kataku sambil menyerahkan sedikit uang padanya. "Udah, ibu simpan aja uangnya. Pakai uang saya aja. Kali aja kalo pakai uang saya, nanti ibu langsung dapet kerjaan."

"Kamu ini ada-ada aja. Ya udah.. beneran nih kamu yang bayarin?"

"Iya.. beneran kok."

"Makasih ya, Pram. Ya udah, ibu masuk dulu. Kamu juga moga sukses ujiannya."

"Iya bu, makasih."

'Cuup.' Sebuah kecupan kulayangkan ke bibirnya. Kecupan yang kulakukan dengan gerakan cepat karena takut terlihat oleh orang lain walaupun keadaan disekeliling kami sepi.

Hari ke-2 bekerja kujalani dengan penuh semangat. Entah mengapa, aku merasa hatiku sedang gembira, seolah tak memiliki beban yang harus kupikul. Sambil bekerja, sesekali aku terlibat perbincangan dengan beberapa pengunjung warung yang menyapaku. Semua berjalan indah, berjalan lancar.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya aku pun mengenal teman-teman kuliah Pram. Topan, Rita, Nina, Galang dan, Deva.

Mereka adalah teman dekat Pram dan hampir setiap hari selalu bersama dikampus ini. Hanya Rita saja yang lebih muda dan berbeda angkatan dengan yang lain. Tubuhnya ramping dan sedikit lebih pendek dariku, namun paling sering membuat heboh, memancing keributan dalam hal bercanda dengan teman-temannya. Pram adalah salah satu objek candaan yang paling ia sukai.

Topan adalah salah satu yang paling sering menggoda Pram tentang status jomblo, sama seperti Rita. Perawakannya tinggi, dengan bodi yang ideal. Galang cenderung lebih pendiam, mirip dengan Pram. Begitu juga dengan Nina. Si Manis yang berasal dari provinsi paling Barat ini sangat jarang berbicara, namun ia sangat menikmati kebersamaan dengan yang lainnya.

Pasca keretakan rumah tanggaku, aku menutup diri dari lingkungan pertemananku. Hanya Pram yang dekat denganku setiap saat. Kedekatan itulah yang akhirnya membawa aku masuk kedalam dunianya, kedalaman lingkungan pertemanannya. Mereka memberi warna tersendiri dalam perjalanan hidupku.

Sesuai janjinya, Pram menjemputku setelah selesai bekerja. Seperti biasanya, kedua penghuni kost yang lainnya belum pulang, sehingga lingkungan rumah pun sepi. Sambil memarkirkan motornya disamping mobilku,

"Gimana hari ini bu, lancar?"

"Iya, lancar kok Pram."

"Capek??"

"Enggak kok.. biasa aja Pram."

"Ya udah, saya tinggal dulu ya bu, mau mandi."

Aku menggelengkan kepala setelah mendapati tempat tidurku masih dalam keadaan berantakan. Noda-noda sisa hasil percintaanku dengan Pram pun telah mengering. Kami terburu-buru berangkat agar aku tak terlambat kerja dan Pram pun harus menempuh ujiannya.

Segera saja kulepaskan sprei yang membungkus kasurku, lalu meletakkannya diruang cuci, dibelakang dapur.

"Lho Pram, katanya mau mandi, kok malah kesini??"

"Saya inget, tadi pagi belum sempat beresin ranjang, jadi mau saya beresin sekarang."

"Duuhhhh baik banget sih kamu..!" kataku sambil mencubit pipinya.

"Udah.. udah ibu beresin.. cuman kasurnya belum dijemur. Besok aja deh. Lagian ini udah sore."

"Kasurnya basah ya bu?"

"Iyaaa, basah dikit kok Pram, agak lembab juga soalnya lama gak dijemur. Lagian ini kan lagi musim hujan."

"Trus malam ini ibu tidurnya gimana?"

"Biasanya ibu tidur matanya merem"

"….."

Pram tertawa mendengar jawabanku.

"Maksud saya, ibu tidurnya dimana?"

"Di sofa aja bisa kok. Empuk juga."

"Kamar yang satunya belum sempet ibu beresin sih, nanti aja kalo sempet."

"Ya udah, saya beresin sekarang ya bu, biar nanti malam ibu bisa tidur disitu."

"Eehhh.. gak usah Pram. Besok-besok aja gak apa kok. Beneran gak apa-apa."

"Udah, sekarang kamu mandi. Nanti malam kita masak buat makan malam bareng." sambungku.

"Iya bu."

"Maaf ya bu."

"Lhooo.. kok minta maaf??"

"Gara-gara saya ibu jadi tidur di sofa."

"Habisnya kamu sih…" jawabku sambil mendekat.

"Bikin ibu keenakan" lanjutku lagi dengan berbisik ditelinganya.

"Emang ibu suka?" tanyanya pelan.

"Sukaaa.. pake banget."jawabku masih berbisik di telinganya.

"Anu kamu enak banget, besar banget, bikin ibu ketagihan." Sambungku lagi sambil mengusap kemaluannya yang masih terbungkus celana panjang.

Pram nampak terkejut jawabanku yang nakal dan vulgar.

"Bu.." katanya sambil memegang kedua lenganku.

"Saya senang ibu bisa gembira, bisa kembali ceria. Tapi kalo ngomongin yang nakal-nakal kayak gini, gak boleh sama sembarangan orang lho ya. Ibu harus tetap menjaga harga diri ibu didepan umum."

"Iya.. maaf." Kataku sambil tertunduk malu.

"Enggak, ibu gak salah kok. Ibu hanya mengungkapkan perasaan ibu aja. Dan hal itu gak salah kok."

"Iya.. tapi kalo ngomong kayak gini sama kamu gak apa kan? Kamu gak risih kan? Gak marah kan?" tanyaku lagi. Sejujurnya aku khawatir Pram tidak suka dengan kebinalan yang baru saja kulakukan.

"Ya enggaklah bu. Justru saya senang ibu bisa mengekspresikan diri ibu. Ibu gak perlu malu-malu, gak perlu berpura-berpura didepan saya."

"Tapi kalo bisa, cuman didepan saya aja ya bu. Jangan sama orang lain. Bukannya saya mau ngelarang ibu, tapi ibu harus tetap menjaga harga diri ibu didepan umum."

Aku mengrti apa coba disampaikan olehnya. Ia hanya ingin melindungiku, ingin menjagaku agar tetap dihargai di depan orang lain.

Jika saja Pram berniat mengambil keuntungan dariku, ia telah melakukannya dari dulu, karena memiliki kesempatan yang terbuka lebar. Atau setidaknya jika hanya menginginkan tubuhku, tentu saja ia akan mendapatkannya dengan mudah. Dia satu-satunya lelaki yang selalu berada disampingku sejak suamiku pergi.

Namun Pram tetaplah Pram yang telah kukenal selama ini, dan aku percaya padanya. Dia bukanlah tipe lelaki seperti itu.

"Iya.. makasih ya Pram. Tolong ingetin ibu kalo salah bersikap didepan kamu. Atau di depan orang lain."

"Iya.. pasti saya ingetin kok bu."

"Berarti kalo sama kamu, ibu bebas mau ngapain aja, bebas ngomongin apa aja?"

"Iyaa.. kira-kira gitu. Yang penting ibu senang, yang penting ibu nyaman. Saya yakin ibu juga pasti gak akan berbuat sesuka hati ibu. Ibu bukan tipe perempuan seperti itu."

"Duuuhhhhhh… baik banget siiihhhh kamu!" kataku sambil mencubit pipinya.

Kulingkarkan kedua tangan dilehernya sembari menatapnya. Kedua tangannya menyambut tubuhku dengan memegang pinggulku sangat erat. Tubuh kami hampir menyatu, hanya menyisakan sedikit ruang diatara wajah-wajah kami.

"Terima kasih ya. Karena kamu, ibu bisa bertahan, bisa menjalani semua ini dengan baik. Ibu semangat lagi dan bisa bangkit lagi. Ibu percaya, kamu bukan laki-laki nakal, bukan laki-laki yang akan mencelakakn ibu atau memanfaatkan ibu hanya untuk kesenangan kamu."