webnovel

27

 "Boleh Ibu lanjutkan?" Tanyaku.

Pram menganggukan kepala.

"Kita sama-sama sudah dewasa, Walalupun usia kamu lebih muda dari ibu, tapi, bagi ibu, kamu jauh lebih dewasa dari usiamu. Kamu masih inget kejadian di rumah orang tua ibu, lalu kejadian tadi pagi?"

Pram kembali mengangguk, tatapan matanya masih mengarah padaku.

"Ibu menganggap semua itu terjadi atas keinginan kita. Dan jujur saja, ibu senang melakukannya sama kamu, karena kamu adalah orang yang ibu kenal, dan yang terpenting, ibu nyaman dan merasa terlindungi kalo ada disampingmu. Ibu percaya sama kamu. Entah kamu sadari atau enggak, kita sudah seperti suami istri lho. Bagi ibu, kamu cukup dewasa dan sangat bertanggung jawab. Kamu sayang Nova seperti kamu menyayangi anakmu sendiri. Hal-hal itulah yang membuat ibu nyaman dan percaya kamu."

"Jangan pernah berubah ya, Pram. Tetaplah seperti ini, seperti Pram yang ibu kenal."

Aku mengakhiri ungkapan isi hatiku. Aku lega karena telah berbicara secara jujur padanya, dan sangat bahagia dengan respon yang ia berikan.

Aku yakin Pram sangat menyayangiku walaupun ia belum pernah mengatakannya secara langsung. Ia lebih senang dan nyaman mengungkapkan perasaan sayangnya padaku lewat tindakan nyata. Aku sudah merasakannya, dan aku semakin nyaman dekat dengannya.

Beberapa saat berlalu, dan akhirnya kami berpelukan. Aku merasa lega karena telah mengungkapkan perasaanku. Sebuah pelukan hangat yang melambangkan perasaan hati kami ditengah senja yang sempurna.

"Kamu, ada yang mau kamu sampaikan ke ibu?" tanyaku sesaat setelah kami mengakhiri pelukan.

Lagi-lagi Pram hanya menggelengkan kepala.

Pram lantas mengecup bibirku, sebuah ciuman yang lembut dan hangat, ia melumat bibirku dengan pelan, seolah sedang ingin meresapinya.

Begitu juga denganku, berusaha melumat bibirnya dengan selembut mungkin, sejalan dengan suasana senja nan indah dalam selembar kisah perjalanan hidupku.

"Ya udah, sekarang ibu mandi, biar gak kemaleman, keburu dingin." Kata Pram seraya melepaskan pelukannya.

Aku mengabaikan ucapannya dan tetap menatap matanya sambil tersenyum. Sekali lagi, dengan lembut kuusap kemaluannya yang masih tersembunyi dibalik celana jeans yang ia kenakan.

"Hhhmmm… ibu mulai nakal.." gumannya sambil mencubit pelan pipiku.

"Biariiiinnnn… weekkk…" protesku sambil menjulurkan sedikit lidahku untuk mengejeknya.

"Ibu, nakalnya sama orang yang ibu sayang kok. Lagian tadi kan kalo sama kamu, ibu bebas ngapain aja."Lanjutku lagi sambil menurunkan resleting celananya.

Pram mengerti apa yang kuinginkan, lantas membuka ikat pinggang dan kancing celananya.

"Pintu samping belum ditutup lho bu.." Lagi-lagi aku tak mengacuhkannya dan langsung bersimpuh dihadapannya.

Celana jeans yang masih menutupi pinggulnya pun kuturunkan dengan perlahan hingga ke bagian lutut, sekaligus dengan celana dalamnya.

Selama itu pula, mataku masih tetap menatapnya. Wajah Pram terlihat sedang tegang. Aku yakin ia pasti paham apa yang akan terjadi.

Aku merasa senang Pram membiarkanku melakukan apapun padanya, apalagi jika ia menikmatinya.

Masih dengan saling menatap, perlahan lidahku menjulur dan langsung menjilati bagian bawah ujung pentungannya, lantas memasukkannya kedalam mulutku.

Aku terus memandang ke atas, melihat wajah Pram yang tampak sangat menikmati kulumanku dikepala pentungannya, bagian yang bentuknya seperti jamur itu.

Melihat ekspresi wajahnya membuatku semakin senang dan bersemangat dalam mengerjai pentungannya. Aku bahkan mencoba mempraktekkan deepthroat agar menambah kenikmatan untuknya, namun selalu gagal karena ukuran pentungan Pram terlalu panjang.

Pram tampak terkesima dengan caraku mengoralnya, bahkan ia memperhatikanku dengan seksama. Ekspresi wajahnya menunjukkan bahwa Pram sangat menikmati apa yang kulakuan pada kemaluannya.

Setelah mencoba beberapa kali dan menemui kegagalan, akhirnya aku berhasil juga memasukan seluruh bagian pentungannya kedalam mulutku. Kurasakan ujung kemaluannya masuk jauh hingga nyaris menyentuh kerongkonganku, praktis wajahku sampai menempel erat diperutnya.

Aku hanya mampu menahannya selama beberapa detik, lalu segera mengeluarkannya karena nyaris tersedak.

Air liur segera menetes melalui kedua sudut bibirku, begitupun dengan batang pentungan Pram, diselimuti oleh cairan kental dan bening yang berasal dari mulutku, membuatnya tampak semakin menggairahkanku.

Aksi deepthroat yang kulakuan ternyata mampu membakar birahi Pram. Ia lantas menarik lenganku hingga aku kembali berdiri dihadapannya.

Dengan sedikit kasar ia melumat bibirku, secara bergantian bagian bibir atas dan bibir bawah dilumatnya dengan buas. Gunung kembarku yang masih terbungkus pakaianku pun tak luput dari keganasannya. Dengan sedikit keras, ia meremasnya hingga aku sedikit merasa kesakitan.

"Prammm.. sakit." Gumaku sambil berusaha menyadarkannya. Ia tak mengucapkan sepatah kata pun, lalu kembali melumat bibirku.

Tangannya pun kembali mengerjai gunung kembarku, walaupun tidak sekasar tadi, namun tetap saja ia meremasnya dengan sedikit keras.

Baru kali ini aku mengalami hal ini, diperlakukan dengan kasar saat sedang bercinta, namun aku menyukainya, sangat menikmatinya karena melihat Pram begitu bernafsu, begitu bergairah terhadapku.

Dengan cepat Pram melucuti seluruh pakaian yang ada ditubuhku, dan aku membantunya dengan melepaskan yang masih menutupi kepalaku.

Inilah pertama kalinya aku bertelanjang diluar rumah, tepatnya di halaman belakang rumahku, yang terlindungi dengan sangat baik oleh pagar tembok setinggi dua meter.

Entah kapan Pram melepaskan celana jeans yang kuturnkan hingga ke lutunya, karena ketika aku memandang kebawah, Pram pun telah telanjang sepertiku.

Kami lembali berciuman, tangan-tangan kami mulai saling menjamah satu sama lain. Permainan jarinya di kemaluanku dengan cepat membuat bagian bawahku basah, apalagi disaat bersamaan kedua putingku dihisapnya dengan sangat keras.

Pram membuatku kewalahan menghadapi permainannya yang panas dan liar. Kucoba sekuat tenaga untuk menahan desahaan, karena kami sedang berada diluar rumah, dan pintu samping rumahku masih dalam keadaan terbuka.

Sambil menikmati hisapannya di puting dan permainan 1 jarinya di bagian bawahku, tanganku sibuk memanjakan kemaluannya, memainkannya dengan sedikit kasar untuk mengimbangi permainan Pram yang liar.

Liang bagian bawahku semakin licin seiring dengan makin banyaknya cairan yang keluar dan sedikit mengembung karena telah terangsang hebat. Kemaluanku terlihat merekah sempurna, sementara pentungan Pram telah mengeras maksimal.

Sejenak Pram mengendurkan permainannya pada bagian bawahku, seolah ingin memberiku waktu beristirahat. Ia menatapku sementara jemarinya mengusap permukaan bagian bawahku yang telah basah sepenuhnya.

Beberapa detik berlalu, tiba-tiba Pram kembali memainkan bagian bawahku dengan kasar, bukan hanya satu jari, tapi dua jari sekaligus. Nafasku tercekat, sekujur tubuhku bergetar karena nikmat yang luar biasa hebat. Mulutku meracau tak henti-hentinya merasakan permainannya yang kasar dan cepat.

"terruussss sayangggg.. terussss… puaskan ibu.." gumanku ditengah desahan yang tertahan.

Mendengar ucapanku itu, Pram semakin beringas memainkan kedua jarinya di liang kemaluanku. Tubuhku bahkan sampai bergetar dibuatnya.

"Ibu mau keluar.." gumanku sambil menahan kenikmatan yang semakin mendekati puncaknya.

Dan benar saja, hanya beberapa detik setelahnya, sebuah ledakan besar terjadi di dalam rubuhku. Sebuah klimaks hebat yang mengantarkan begitu banyak cairan keluar dari liang kemaluanku. Cairan itu mengalir melewati kedua jari Pram yang masih tenggelam dalam bagian bawahku hingga akhirnya jatuh menetes ke tanah. Sebagian lainnya mengalir melalui pahaku dan terus meluncur kebawah.