webnovel

Program 30 Hari Menulis NAD

Sebuah program rangkaian menulis selama 30 hari di bulan Juni 2020

Frisca_6869 · Urban
Not enough ratings
30 Chs

Dani

#NAD_30HariMenulis2020

#Hari_ke_9

#NomorAbsen_144

Jumlah kata : 972 kata

Judul : Pahlawan Buat Dani

Isi :

"Dani, kenapa nangis?" tanya Anisa saat putra semata wayangnya itu baru pulang dari sekolah.

Air mata dan ingusnya bahkan sampai berleleran ke mana-mana. Wajah bocah tembem itu juga tampak merah dan mata beningnya terlihat sembab.

"Teman-teman ledekin Dani, Bun, bilangnya Dani nggak punya ayah. Dani punya ayah, 'kan, Bun?"

Anisa diam dan mengangguk.

"Ayah Dani di surga, kan, Bun? Apa nggak bisa datang sekali aja? Minta ijin sama Tuhan gitu buat hadir di acara sekolah Dani."

Setelahnya baru Anisa tahu ternyata ada acara 'Ayahku Pahlawanku' saat memeriksa tas sekolah dan menemukan surat edaran dari TK Pelangi yang menjadi tempat belajar anaknya itu.

***

"Aku harus bagaimana, Yan?" tanya Anisa pada Yani, sahabat sekaligus rekan sekantornya. Kepada Yani, Anisa mencurahkan segala isi hati. Berkeluh-kesah tentang acara di sekolah Dani.

"Mungkin kamu bisa suruh Dani buat bolos. Lagian sekolah kok gitu sih? Apa mereka nggak peduli sama anak-anak yatim?"

Anisa mengangkat bahu.

"Bagaimanapun juga ini acara keluarga. Waktunya anak-anak bersenang dengan ayah mereka yang mungkin jarang berada di rumah karena kesibukan. Aku bisa memaklumi hal itu. Hanya saja aku tidak tahu bagaimana dengan Dani. Jika dia hadir tanpa ayahnya, pasti hanya menjadi bahan ejekan teman-temannya lagi."

"Karena itu, baiknya Dani bolos saja."

Anisa diam menimbang-nimbang usul temannya.

'Mungkin ini yang terbaik, tapi Dani pasti ingin sekali hadir di acara itu.'

"Aku bersedia, kok, jadi ayah buat Dani," ujar seseorang mengejutkan kedua wanita itu.

Mereka serempak menoleh dan melihat Haris, rekan kerja mereka berdiri tidak jauh dari meja tempat mereka mengobrol. Siang itu suasana kantin memang tidak terlalu ramai. Suara Haris terdengar cukup jelas dan itu membuat Anisa kesal. Dia tidak ingin timbul gosip bahwa dirinya memiliki hubungan dengan Haris.

"Aku tidak butuh bantuanmu!" jawab Anisa ketus saat pria itu menghampiri.

"Kenapa kamu selalu menolakku, Anisa? Tidak tahukah kamu, aku benar-benar tertarik padamu? Aku bahkan bersedia menjadi ayah untuk putramu."

Anisa menatap Haris dingin kemudian menggeleng.

"Sebaiknya kau jangan bermimpi bisa bersamaku, karena aku tidak pernah menyukaimu."

Ia kemudian mengangguk kepada Yani. Mengajak temannya itu pergi dari situ.

"Kenapa kau menolak Haris? Dia 'kan bisa membantu untuk berpura-pura menjadi ayah Dani?" tanya Yani.

"Aku memang tidak menyukai dia. Aku tidak mau memberi dia harapan palsu dengan menerima tawarannya dan memanfaatkan perasaan dia padaku."

"Apa kau tidak bisa mempertimbangkannya? Ini semua demi Dani. Lagian kulihat Haris juga tulus padamu."

Anisa kembali diam mendengar ucapan sahabatnya itu.

***

Anisa terus saja teringat dengan kata-kata Yani. Apalagi Dani terus saja menangis. Perempuan muda itu berpikir untuk menerima tawaran Haris.

Akan tetapi saat dia akan menyampaikan hal itu, seorang wanita tiba-tiba datang ke kantor. Memakinya sebagai pelakor karena telah merebut Haris. Untungnya keributan tidak berlanjut karena satpam kemudian mengusir wanita tersebut.

"Kami tidak ada hubungan apa-apa. Aku dan Tania sudah lama tidak harmonis. Itu semua bukan karenamu, tapi karena aku dan dia sudah tidak lagi saling mencintai. Aku juga tidak tahu alasan dia datang kemari," jelas Haris. Akan tetapi, Anisa tidak mau mendengar. Sudah cukup dia dipermalukan.

"Itu semua bukan salah Haris," ujar Yani ikut menjelaskan saat ia dan Anisa pulang bersama dari kantor.

"Ia dan istrinya itu sedang dalam proses cerai." Namun keputusan Anisa tetap tidak berubah.

***

Hari H akhirnya datang juga. Anisa mengantar Dani ke TK. Putranya itu tampak ragu saat berjalan di halaman sekolah. Apalagi saat melihat anak-anak lain bersama ayah mereka.

"Dani, kenapa tidak datang dengan ayah?" tanya seorang wanita yang tidak lain guru di TK tersebut.

"Bu guru, 'kan Dani tidak punya ayah," sahut seorang anak laki-laki.

"Dani sendiri yang bilang kalau dia nggak punya ayah."

Wajah Dani berubah merah. Air mata merebak dan bibirnya bergetar menahan tangis.

"Siapa bilang Dani nggak punya ayah?" ucap sebuah suara yang familiar di telinga Anisa. Dengan cepat, dia berbalik dan berhadapan dengan sosok yang pernah menjadi bagian dari masa lalunya. Sosok yang seharusnya membesarkan Dani bersama dia dan menjadi kepala keluarga. Menjadi orang yang disebut ayah oleh Dani. Orang yang selama ini dia tutupi keberadaannya dari sang putra dengan kebohongan.

"Untuk apa kamu kemari?" tanya Anisa geram.

"Tentu saja untuk bertemu kamu dan Dani. Selama ini aku selalu mengawasi dan mencari tahu tentang kalian, tapi tidak pernah berani untuk berhadapan langsung. Namun, sekarang Dani membutuhkan aku."

"Tidak. Dani tidak membutuhkanmu!"

"Anisa, ayolah jangan egois, bujuk pria itu.

"Kasihan Dani."

Akan tetapi, Anisa tetap menggeleng.

"Semua sudah terlambat. Sebaiknya kau pergi dari sini, Dion."

"Itu benar, karena akulah yang menjadi ayah Dani sekarang," ucap Haris yang tiba-tiba datang.

"Wah keren," celetuk seorang anak.

"Dani ternyata bukan nggak punya ayah, tapi malah punya dua ayah."

Anisa sadar mereka telah menjadi pusat perhatian dan segera mengusir kedua pria itu.

"Sebaiknya kalian pergi dari sini sekarang. Aku dan Dani tidak butuh kalian!"

"Tapi, Anisa …," ujar kedua pria itu nyaris bersamaan.

"Paman, kalian ini siapa sih? Dani nggak kenal tapi kok bilangnya ayah Dani. Ayah Dani 'kan sudah ada di surga. Sekarang Dani cuma punya Bunda dan Dani sayang sama Bunda makanya Bunda ikut Dani ke sini."

Kedua pria itu tertegun mendengar kata-kata polos Dani.

"Dani, ini 'kan acara dengan ayah, bukan dengan Bunda," bujuk Dion.

"Tapi Dani maunya dengan Bunda."

Bocah lelaki itu kemudian menatap Anisa dengan mata beningnya.

"Kalau nggak boleh, kita pulang saja, Bun," ajaknya.

"Siapa bilang nggak boleh? Dani sama bundanya boleh ikut acara ini," ucap sang ibu guru sambil tersenyum.

***

"Bundaku adalah pahlawanku. Dialah orang yang selalu menemaniku. Saat ku tidur, Bunda selalu menemaniku. Saat aku menangis, Bunda selalu memelukku dan membelikan kue untukku. Bunda selalu bekerja dan nggak pernah tidur karena ingin membeli mainan untukku. Terima kasih Bunda. Dani sayang sekali sama Bunda."

Begitulah Dani mengakhiri puisi yang dia bacakan. Kaki mungilnya kemudian berlari menuruni panggung dan memeluk Anisa erat. Anisa mengusap air matanya dan menggendong Dani. Semua yang menyaksikan berdiri dan bertepuk-tangan. Begitu pula Dion dan Haris. Keduanya tersenyum bangga pada Anisa yang juga melihat mereka dengan senyuman mengembang di wajah.

Tamat.