webnovel

06. Lima belas menit

Setelah memberikan lauknya pada Aily, sekarang Alvaro juga memberikan seluruh lauknya pada gadis itu. Ini pada dasarnya Aily saja yang doyan makan, jadi tidak memikirkan rasa sungkan atau tidak enak karena nya Alvaro jadi tidak bisa makan.

"Kau sungguh tidak lapar? bagaimana ini, semua laukmu jadi aku yang menghabiskan." ujar Aily di pertengahan ia makan, meskipun begitu ia benar-benar senang seseorang memberinya porsi makan lebih. Bahkan sekarang ia jadi mengincar nasi Alvaro yang sepertinya juga tidak Alvaro makan.

Pria yang di ajak bicara hanya tersenyum tipis dan mengangguk kan kepalanya berusaha meyakinkan Aily bahwa ia tidak sedang ingin memakan makanannya. Padahal, Alvaro sendiri belum makan sedari pagi dan hanya makan sepotong roti saja karena takut datang terlambat ke sekolah.

Tapi gara-gara melihat nafsu makan Aily yang hm sedikit luar biasa, membuat Alvaro dapat merelakan jatah makan siangnya. Toh saat pulang sekolah nanti ia bisa segera mengisi perutnya. "Siapa tadi yang menelfon?" tanya Alvaro penasaran, sekilas ia mendengar suara pria saat Aily bicara di telfon tadi.

"Oh itu temanku, tapi terimakasih ya. Kebetulan tadi pagi aku belum sempat sarapan jadi malah merebut makan siangmu." jedanya

"Tapi sungguh, biasanya aku tidak seperti ini kok." ucap Aily yang berusaha meyakinkan Alvaro padahal pria itu sama sekali tidak komen apapun tentang itu, ia juga tidak masalah jika Aily mau menambah satu porsi lagi untuk makan siangnya.

"Iya aku tau." Alvaro menjawabnya dengan setengah tertawa, Aily sangat menggemaskan saat berusaha meyakinkan Alvaro mengenai kebiasaan makannya.

"Bagus, kau memang pria yang pintar." balas Aily kemudian sambil tersenyum lebar, hingga matanya membentuk bulan sabit dan hampir menghilangkan seluruh bola matanya.

"Tapi pria pintar, apakah aku boleh meminta juga nasimu sedikit saja?" celetuk Aily yang seperti dugaan, ia pasti akan melirik dan secara perlahan mengambil alih juga nasi Alvaro yang menganggur diatas meja karena teman-teman lauknya sudah pergi meninggalkan nya di piring sebelah alias piring milik Aily.

"Yhaha, tentu saja. Aku sudah mau menawarkan padamu tadi." kali ini Alvaro sukses dibuat tertawa keras sampai para siswa di sekitar mereka berdua jadi ikut penasaran apa yang sangat lucu hingga membuat Alvaro tertawa begitu renyah.

Tapi tentu saja itu mengganggu Aily, ia merasa orang-orang akan menganggapnya aneh tanpa sebab. "Ssst, kenapa kau tertawa keras sekali. Kita jadi dilihat banyak orang." ucap Aily bisik-biaik tak ingin semua orang yang sedang fokus melihat kearah mereka jadi tau apa yang ia keluhkan pada Alvaro.

"Kalau boleh, boleh saja. Tapi jangan menyiarkan nya keseluruhan isi kantin Varo. Aku kan jadi terlihat seperti gadis yang rakus, padahal tidak." keluh Aily lagi yang membuat wajah Alvaro jadi semakin merah karena saking gemasnya.

Bisa-bisanya Aily masih menghawatirkan citranya yang bisa dianggap rakus oleh mahasiswa lain, padahal di depannya ia dengan terang-terangan memperlihatkan kerakusan itu, sendiri.

Baiklah, ini sisi kedua yang Alvaro tau mengenai Aily. Sepertinya ia adalah gadis yang benar-benar polos, akan sangat menyenangkan jika sering bersama nya. Bisa di pastikan Alvaro tertawa seharian hanya dengan melihat tingkah ceroboh dan kepolosan nya.

"Iya iya, aku hanya reflek tadi. Saking ingin nya memberikan nasi ku padamu." ujar Alvaro dengan tawa yang masih ia tahan di kerongkongan nya agar Aily tidak lagi, memarahinya.

Dari jauh ada seorang pria yang berlari menuju ke arah kantin, kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri lalu sesekali menanyakan sesuatu pada orang lain saat melewati mereka.

"Apa kau melihat Aily?"

Itu adalah pertanyaan yang sama yang telah ia tanyakan pada sepuluh orang yang berbeda, tapi tidak ada yang menjawab dengan detail dimana tepatnya Aily berasa sekarang. "Ck, kenapa tidak aktif sih."

Pria itu mencak-mencak sendiri saat menyadari ponsel Aily tidak bisa ia hubungi karena tidak aktif, ini adalah kebiasaan buruk milik Aily yang lain. Gadis itu jarang memperhatikan kesehatan batrai ponselnya, kadang ia berangkat ke kampus saja dengan batrai yang sudah berwarna merah, yang sekarat dan akan kehabisan batrai sewaktu-waktu.

Yang paling sering mengingatkan tentang men charger ponsel pada Aera adalah pria yang saat ini sedang sibuk mencari keberadaan Aily yang katanya ada di bangku kantin. Tapi tetap saja, namanya sudah pemalas jadi ya Aily hanya mengiyakan saja tanpa benar-benar melakukannya.

Tapi nantinya kalau batrai ponselnya sudah habis barulah ia mencak-mencak dan menyalah kan diri sendiri karena tidak mau menuruti perkataan teman nya itu.

"Aily." panggil pria itu sambil mengatur nafasnya yang berat dan tengah terengah-engah akibat berlarian kesana kemari mencari keberadaan teman lemotnya yang satu itu.

"Robby? kenapa kau berkeringat seperti itu? habis bermain basket ya?" tanya Aily dengan polosnya saat mendapati Robby, teman prianya yang paling setia datang dengan keadaan baju yang sudah acak-acakan alias tidak rapih.

"Main basket kepalamu? tentu saja aku berlari kesini untuk mencarimu." jawab Robby yang kemudian menyerobot begitu saja isi gelas milik Aily hingga kandas tak tersisa.

Alvaro yang tidak mengetahui identitas pria yang ada di sebelahnya hanya bisa diam memperhatikan mereka berdua yang sedang asik berbicara.

"Dia siapa ay?" tanya Robby yang sekarang mendorong tubuh Aily dengan tubuhnya untuk bergeser sedikit ke kanan karena ia juga ingin duduk.

"Padahal tinggal berputar sedikit saja kan bisa, kenapa mesti merebut tempat duduk ku?" ujar Aily yang tidak terima tubuhnya di dorong-dorong begitu saja tapi tetap menurut juga dan memberi tempat bagi Robby untuk duduk di sebelahnya.

"Oh perkenalkan dia Alvaro."

"Alvaro dia Robby."

Peran Aily disini sebagai pihak utama yang bertugas memperkenalkan mereka berdua. Bahkan Aily mengambil tangan Robby agar bersalaman dengan Alvaro.

Mereka berdua juga menurut-menurut saja saat Aily mengatur sesi perkenalan mereka dengan gaya resmi seperti itu, padahal biasanya perkenalkan antara pria dengan pria cukup memanggil 'Bro' begitu saja sudah langsung bisa berteman selamanya, tidak sampai selamanya juga sih.

"Jadi dia yang kau sebut teman baru?" tanya Robby yang bergantian menatap Aily dan juga Alvaro.

Aily mengangguk membenarkan lalu melanjutkan makan nya yang tinggal sedikit lagi habis. "Memangnya susah kenal berapa lama?" tanya Robby lagi, ini sudah mirip seperti seorang kakak yang mencoba menginterogasi hubungan adiknya dengan seorang pria.

"Baru saja, eumm.. sekitar lima belas menit yang lalu?" jawab Aily santai.

"Baru lima belas menit kenal tapi sudah kau anggap sebagai temanmu?" tanya Robby tidak percaya, gawat sekali jika sampai Alvaro ini merupakan pria yang tidak benar.

Aily hanya mengangkat kedua pundaknya secara bersamaan setelah menatap sekilas kearah Alvaro, ia tidak peduli mau seberapa lama proses seseorang mengenal satu sama lain agar mereka bisa berteman.