webnovel

Prince Of Last Pubred

Kehidupan di dalam Kerajaan saat ini tak seperti yang Thalia bayangankan. Tak ada lagi bunga-bunga indah dan kupu-kupu cantik yang mengelilinginya, tak ada lagi warna-warni cerah dan lampu-lampu terang yang mengehiasinya, semuanya telah leyap digantikan dengan warna hitam dan kegelapan yang pekat. Harapan dan khayalan Thalia seketika berubah saat ia bertemu dengan Valeo. Pangeran tampan dari Kerajaan Vedrales yang hidup hanya dengan dendam dan kebencian. Valeo adalah satu-satunya keturunan murni Kerajaan yang tersisa. Ialah, satu-satunya harapan dunia. Bersama Thalia, ia berjuang untuk hidup, menyelamatkan dunia dari kejahatan, berambisi berebut kembali Kerajaan dan bersembunyi dari incaran peguasa kegelapan. Mereka saling menguatkan, melindungi satu sama lain, menjaga dan saling berkorban. Melalui pelak pelik kehidupan, mereka akhirnya sadar apa arti cinta yang sesungguhnya. Bagaimanakah perjalanan mereka? Apa mereka berhasil menyelamatkan dunia dari kejahatan dan kembali merampas tahta Kerajaan? Ayo, ikuti terus pertualangan seru mereka.

Princess_Neo · Fantasy
Not enough ratings
5 Chs

Tak Seperti Impian

"Valeo! Aku akan membantu mu membalas dendam!"

Valeo mengangkat sebelah alisnya, ia memandang Thalia dari atas sampai bawah dengan tatapan yang tak bisa Thalia artikan.

"Kau?" tanyanya Valeo terdengar ragu.

Thalia mengangguk semangat, "Ya! Aku akan membantu mu membalas dendam!" ucapnya lagi, tidak ada keraguan sedikit pun dari tatapannya.

"Aku tak salah dengarkan?" tanya Valeo lagi terdengar meremehkan membuat Thalia mendengus.

"Apa aku perlu mengorek telinga mu itu?"

"Heh, aku tak yakin orang seperti mu bisa membantu ku,"

"Jangan meremehkan ku! Aku benar-benar ingin membantu mu! Tidakkah harusnya kau senang?"

Valeo terkekeh mendengarnya, "senang? Hei, yang ada kau malah merepotkan ku, jangan bercanda" ujarnya tertawa kecil entah hilang kemana sifat dingin dan datarnya tadi.

"Merepotkan kata mu?! Sedari kecil aku hidup sendiri, bagamaina bisa kau bilang aku merepotkan! Aku ini mandiri!"

"Apa kau barusan memuji diri mu sendiri?"

"Kalau iya memangnya kenapa?!"

"Tidak apa-apa, hanya terdengar geli saja" katannya enteng.

"Wah! Aku tak menyangka kalau kau sangat menyebalkan!" Thalia berseru kesal.

"Ck, tidak bisakah kau mengkondisikan suara mu itu!" Valeo jadi terlihat sama kesalnya. Gadis ini, suaranya kenapa selalu tak terkontrol.

"Kalau tidak bisa kau bisa apa huh?!" tanya Thalia cukup menyebalkan.

"Aku bisa membungkam mu," ucap Valeo remeh.

"Coba saja kalau kau bisa!" tantang Thalia berani.

"Kau akan menyesal," peringatnya.

"Aku tak perduli!"

Sedetik setelah mengatakan itu Thalia tersentak saat tiba-tiba Valeo menarik tubuhnya dan mencium bibirnya. Mata Thalia membulat sempurna, tubuhnya membeku di tempat, jantungnya berdetak tak terkendali. Sedangkan, Valeo tersenyum miring di tengah-tengah ciumannya lalu melepaskan bibir gadis itu dengan tampang santainya.

Tangan Thalia terangkat menyentuh bibirnya, lalu beralih menunjuk Valeo dengan kaku. "Ka.. Kau, ap-ap... Apa yang kau la-lakukan?" tanya gadis itu terbata.

"Membungkam mu?" Valeo menjawab santai, bukan, itu bukan seperti jawaban tapi lebih kepada pertanyaan.

"Ka-kau!"

"Aku sudah memperingati mu bukan?" tanyanya dengan sifat tak perduli.

Ingin rasanya Thalia mencakar wajah tanpa dosa itu, untung saja lelaki ini tampan kalau tidak sudah Thalia hacurkan karya indah itu.

"Tapi kenapa malah mencium ku?! Bibir ku ini belum pernah disentuh!" ucap gadis itu tak terima.

"Oh, jangan salah paham. Aku tidak mencium mu" ujar Valeo santai.

"Tidak mencium ku? Apanya yang tidak mencium ku, jelas-jelas kau menempelkan bibir mu!"

"Aku hanya membungkam mu, berarti aku tidak mencium mu, jadi bibir mu belum dianggap ternodai" jawab Valeo santai, membuat Thalia syok mendengarnya.

"Valeo! Tidak bisakah kau lebih serius?!"

"Aku sudah serius, lagi pula kau juga menikmatinya, jadi tak masalah bukan?" tanyanya lagi.

"Si-siapa b.. Bilang ak-aku menikmatinya?!" ujar Thalia meyergah.

Membuat Valeo terkekeh, "kau lucu juga ternyata," ujarnya membuat pipi Thalia memerah seketika.

"Lihat, pipi mu memerah" Valeo hampir tergelak karenanya.

Thalia menangkup kedua pipinya malu, wajahnya semangkin terlihat memerah "ka.. Kau, kau sialan! Dasar Pangeran Mesum!" ujarnya lalu dengan cepat pergi dari sana membuat Valeo terkekeh.

Lelaki itu bangkit dan berjalan keluar menyusul gadis itu, ia seperti tak merasakan apapun padahal luka ditubuhnya cukup parah. Valeo menyelusuri rumah yang tidak bisa dibilang bagus itu dengan langkah santai. Meski rumah tua ini terlihat sudah rusak dibeberapa bagian. Namun, isinya sangat rapi dan bersih. Cukup terawat untuk rumah tua yang sudah usang.

Valeo menyelusuri setiap sudut rumah yang cukup kecil itu hingga matanya menangkap meja usang yang diatasnya ada berbagai botol seperti ramuan. Valeo mengangkat salah satu botol kecil disana dan melihat isinya.

"Cukup pintar," komentarnya setelah mengetahui isi botol-botol disana.

Setelahnya, Valeo berjalan keluar. Ia langsung disuguhkan pemandangan hutan yang terlihat sangat menyegarkan. Sangat jauh dari kekacauan. Pantas saja gadis itu sangat betah tinggal disini. Sangat damai dan nyaman rupanya.

Valeo memejamkan matanya menikmati anggin segar disana berhembus sampai suara Thalia menarik perhatiannya.

"Kenapa kau keluar? Luka mu belum sembuh total," ujar Thalia mengingatkan lalu duduk pada kursi yang ada disana. Gadis itu sudah kembali normal ternyata.

Valeo ikut duduk disebelah Thalia tak lupa dengan wajah datarnya.

"Luka seperti ini tak ada apa-apanya," ujarnya santai.

"Cih, kau bahkan hampir mati karena luka itu!"

Valeo terdiam lalu mengangguk, "Benar, tapi itu sebelum aku mati" ujarnya enteng membuat Thalia mendengus.

"Kau mengucapkan kata mati mudah sekali,"

"Aku berteman dengan kematian,"

Thalia mengangguk membenarkan "Em, ngomong-ngomong.. Bagaimana rasanya berada di Alam lain?" tanyanya menerawang.

"Maksud mu Neraka?"

Thalia melotot mendengarnya, "Jadi Alam lain yang kau maksud itu Neraka?" tanyanya tak percaya.

"Heh, kau pikir aku akan masuk Surga?"

Mendengarnya Thalia kembali mendengus, "Benar juga, mana mungkin orang seperti mu masuk Surga! Berterima kasih saja kau tidak tau caranya!" ujar Thalia terdengar menyindir.

"Kau menyindir ku?"

"Tidak, siapa juga yang menyindir mu. Apa kau meresa tersindir?"

"Tidak juga," jawab Valeo "Bahkan, jika kau mengatakannya secara langsung aku tetap tak akan bisa mengucapkan kata-kata terkutuk itu untuk mu," sepertinya Valeo sengaja membuat Thalia kesal.

"Terserah kau saja! Lihat saja, aku akan membuat mu mengucapkan kata itu untuk ku!"

"Coba saja,"

"Jangan mengalihkan pembicaraan!"

"Memangnya aku mengalihkan apa?"

"Aku tadi bertanya pada mu!"

"Bertanya apa?" ujar Valeo berpura-pura tak tau.

"Kau pikun ya?"

"Sepertinya iya,"

"Ck, dasar menyebalkan. Kau benar-benar tak seperti Pangeran yang ku impikan."

"Aku juga tidak ingin masuk dalam impian mu."

"Valeo!"

"Apa?"

"Kau sungguh menyebalkan!"

"Aku tau,"

Thalia mendengus kesal sungguh lelaki ini di luar dugaannya. Ia kira lelaki ini sangat dingin dan angkuh tapi ternyata lelaki ini sangat menyebalkan tapi jangan lupakan juga sifat angkuhnya.

Thalia menarik nafas panjang mencoba sesabar mungkin, "Kau tak ingin memberitahu ku bagaimana rasanya tinggal di Alam lain?"

"Kenapa kau sangat ingin tau?"

"Aku hanya penasaran,"

"Jika kau hanya penasaran sebaiknya tak perlu."

"Aku, aku hanya ingin tau bagaimana kau bisa bertahan disana."

"Kenapa? Kau ingin pergi juga?"

"Ck, sepertinya berbicara dengan mu hanya akan membuat ku kesal."

"Aku tak menyuruh mu berbicara pada ku"

"Terserah kau saja!"

"Kenapa kau marah? Aku rasa aku tak salah."

"Aku tak marah,"

"Lalu kenapa suara mu meninggi."

"Aku memang seperti ini!"

"Lihatlah, kau tak bisa berbohong."

"Aku tak sedang berbohong!"

"Baiklah kalau begitu." Valeo mengangguk tak perduli.

Thalia tak ingin menyaut lagi atau urat lehernya akan putus sekarang juga. Sungguh, Valeo benar-benar menyebalkan, tak seperti yang Thalia impikan. Baiklah, telan saja Pangeran impiannya itu. Buang Jauh-jauh dari benaknya, atau Thalia akan menderita sendiri.